SOLOPOS.COM - Ilustrasi biaya hidup murah. (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRIBiaya hidup di Wonogiri bagi perempuan pekerja yang masuk kategori generasi Z dinilai murah. Meski begitu, berbagai cara harus mereka lakukan agar bisa menabung di samping tetap memberikan uang kepada orang tua atau adik.

Mereka menjadi generasi sandwich di Wonogiri. Salah satu perempuan pekerja di Wonogiri itu bernama Oktaviany alias Okta.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Dia mengatakan baru sebulan bekerja di salah satu perusahaan di Wonogiri sebagai desainer grafis. Ia mendapatkan upah bersih kurang lebih senilai Rp2 juta.

Sebelum bekerja, ia sudah berniat mengatur uang pemasukan hasil bekerja dengan rincian 50% untuk keperluan sehari-hari, 30% kebutuhan lain, dan kebutuhan investasi sebesar 20%.

“Tapi pada kenyataannya, itu enggak bisa. Sangat sulit dilakukan. Apalagi saya hidup di desa,” kata perempuan yang baru lulus SMK itu ketika berbincang dengan Solopos.com tidak jauh dari tempat ia bekerja di Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri, Kamis (12/1/2023).

Okta mengaku upah hasil kerjanya harus dibagi kepada orang tua untuk berbagai hal, baik kebutuhan primer atau memenuhi kebutuhan sekunder.

Di sisi lain, hidup di lingkungan desa memaksa dia mengeluarkan uang untuk hal-hal yang menurutnya tidak terlalu penting. Hal itu seperti harus srawung, arisan, atau mengikuti ego orang tua agar diakui di lingkungannya.

“Kalau enggak ikut, biasanya nanti dimusuhi sama warga. Jadi sulit,” katanya.

Okta sebenarnya tidak masalah jika harus memberikan beberapa uang hasil kerjanya kepada orang tua. Hal itu sudah menjadi kewajaran dan wujud bakti kepada orang tua.

Hanya, terkadang uang itu tidak digunakan sesuai harapannya, semisal menuruti gengsi orang desa. Dia bisa memberikan uang kepada orang tua sekitar Rp600.000/bulan.

Menurut dia, hal semacam itu bisa ditekan jika dia hidup di kawasan perkotaan Wonogiri. Dia berpikir lingkungan perkotaan cenderung individualis.

“Di sana itu hidup masing-masing, aku ya aku, kamu ya kamu. Kadang aku pengin indekos biar enggak hidup di circle kayak gitu [desa]. Tapi tetap saja harus bayar kos. Dilema,” ucap Okta yang berdomisili di salah satu desa di Kecamatan Ngadirojo.

Okta mengaku masih mempunyai cita-cita melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Salah satu upayanya dengan bekerja terlebih dahulu agar mendapatkan modal kuliah. Tetapi dia mengaku kesulitan menabung dengan kondisi keluarga dan sosial yang seperti itu.

Perempuan pekerja lainnya di Wonogiri, yakni Isnaini, 21. Dia menyebut biaya hidup di Wonogiri cukup terjangkau.

Apalagi dia masih tinggal bersama orang tuanya di Kecamatan Sidoharjo. Dengan upah sekitar Rp2 juta, dia sudah mengatur uang secara ketat.

Dia merinci kebutuhannya, uang transportasi ia alokasikan senilai Rp200.000/bulan, kebutuhan makan Rp300.000/bulan, dan dana darurat Rp250.000/bulan.

Selain itu, ia harus menanggung iuran BPJS kesehatan untuk lima anggota keluarga, termasuk orang tua dan saudaranya senilai Rp175.000/bulan.

Sisa uang dari hasil kerjanya ia tabung dan untuk kebutuhan lainnya seperti hiburan, baik melalui internet dengan berlangganan konten digital atau jalan-jalan. Selain itu ia gunakan untuk perawatan diri.

Kondisi hampir serupa dialami Ramadhani, 25, yang harus membayar asuransi bagi orang tuanya senilai Rp200.000/bulan. Ia juga masih kerap memberikan uang saku kepada adiknya yang masih sekolah meski tidak ia lakukan setiap hari.

“Kalau untuk adik, paling Rp50.000-Rp100.000/pekan,” ujar perempuan asal Kecamatan Eromoko itu.

Ramadhani mengaku mendapatkan upah senilai Rp4 juta/bulan dari perusahaan yang mempekerjakaannya di Kecamatan Ngadirojo. Uang itu sudah cukup untuk mengkaver kebutuhan hidupnya yang masih lajang.

“Cukup sih, aku juga masih bisa mengalokasikan untuk tabungan menikah. Pengeluaran yang paling banya di transportasi dan makan. Itu bisa lebih dari Rp1 juta/bulan. Pengeluaran lainnya untuk alan-jalan ke Solo atau ke Jogja sama keluarga kalau weekend. Kalau kayak gitu biasanya aku yang bayarin, terutama makannya,” kata dia.

Menurut dia, jika dihitung betul, bisa jadi uang uang dikeluarkan saat akhir pelan melebihi uang yang dikeluarkan saat awal atau tengah pekan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya