SOLOPOS.COM - Aksi cuci piringan hitam bersama di Studio Lokananta Solo pada Sabtu (19/12/2015) siang. (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Lokananta Solo mendapat perhatian dari berbagai kalangan karena aset berharga yang dimilikinya

Solopos.com, Solo – Aksi cuci ramai-ramai 100 keping piringan hitam telanjang di studio musik Lokananta, Solo pada Sabtu (19/12) mengawali rangkaian agenda Museum Musik Indonesia (MMI) Galeri Malang Bernyanyi dalam Misi Budaya Solo-Yogya-Magelang. Acara tersebut dihadiri pula oleh sejumlah komunitas pecinta dan pemerhati musik di seputaran Kota Solo dan Yogyakarta.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sebelumnya, seusai sarasehan pembuka, 1.500 cover piringan hitam diserahterimakan secara simbolis dari ketua MMI, Hengki herwanto kepada Wakil Kepala Perum PNRI Cabang Lokananta Solo, Pendi Haryadi. Tak hanya itu, MMI juga memberikan piagam penghargaan kepada sejumlah tokoh musisi dan pemerhati musik Kota Solo.

Dipandu staf bagian perawatan MMI, Achmad Djawari atau yang biasa disapa Harie Sangean, bersama-sama mereka mencuci, membersihkan, menjemur, lalu satu-persatu memasukkan kepingan-kepingan plakat piringan hitam tersebut dalam cover putih.

Salah seorang pemerhati musik Kota Solo, Joko Adisuryo atau yang biasa disapa Wiro Kribo, dengan sangat hati-hati membersihkan keping piringan hitam berdebu dengan sapuan memutar searah jarum jam.

“Hati-hati, jangan sampai menggores dan membasahi bagian tengah piringan. Setelah dibersihkan dengan larutan detergen cair, harus dilap sekali lagi dengan air biasa. Lapnya jangan memakai lap yang sama. Menjemurnya pun jangan sampai kena sianr matahari langsung,” ujar Harie kala memberi arahan cara mencuci plat piringan hitam, Sabtu.

Menurut Harie, idealnya piringan hitam dicuci menggunakan semacam alat khusus bernama vinyl cleaner. Mencuci secara manual memang riskan dan harus hati-hati. Sekali salah, piringan hitam bisa melengkung. Jika sudah melengkung, maka tamatlah sudah.

“Kalau sudah melengkung, sudah enggak bisa diapa-apakan lagi. Padahal ini kan piringan bersejarah,” imbuh dia.

G 2000 tersebut diinisiasi pada 2013 lalu. MMI Galeri Malang Bernyanyi merasa prihatin melihat banyaknya piringan hitam yang menumpuk begitu saja di studio Lokananta.

“Bicara soal harta Lokananta sudah bukan bicara soal Solo, tapi Indonesia,” terang dia. Menurutnya, banyak di antara harta tersebut adalah karya intelektual yang teramat berharga untuk dibiarkan. Hengki berujar sudah saatnya seluruh elemen peduli terhadap harta karun Lokananta.

“Kami menamakan gerakan ini G 2000 karena untuk membuat satu cover biayanya Rp2.000. Ini adalah sumbangan masyarakat untuk Lokananta. Piringan hitam di Lokananta ada sekitar 20.000 keping yang tidak ada cover-nya. Kondisi seperti itu sangat riskan. Gesekan sedikit saja, bisa merusak kualitasnya. Piringan-piringan hitam ini harus diselamatkan,” cerita dia di sela persiapan mencuci piringan hitam di samping joglo Lokananta, Sabtu.

ementara itu, Pendi berujar keterbatasan sumber daya manusia membuat hal sekecil membersihkan seluruh piringan hitam pun menjadi sulit bagi mereka.

“Tetap kami bersihkan, tapi di sela-sela waktu luang. Sering kami mengajak siswa atau mahasiswa magang untuk membersIhkan, tapi tidak bisa semuanya, karena jumlahnya puluhan ribu,” terang dia.

Secara maraton, selepas dari studio Lokananta mereka pun bertolak ke rumah salah sang legenda musik keroncong asal Kota Solo, Waldjinah. Secara berurutan, dalam misinya kali tersebut mereka akan menyambangi RRI Yogyakarta, Museum Afandi dan salah seorang tokoh musik kawakan, Nomo Koeswoyo. Tak hanya itu, mereka juga mengadakan pertemuan dengan Art Music Today dan Tembi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya