Solopos.com, SRAGEN — Kasus penyakit lumpy skin disease (LSD) mulai merebak di Kabupaten Sragen. Penyakit ini diketahui telah menyebar di 17 dari 20 kecamatan di Kabupaten Sragen. Jumlah kasusnya mencapai 355 ekor per Selasa (17/1/2023).
Kasus tertinggi berada di Kecamatan Sukodono dengan 155 ekor sapi terserang (43,66%). Munculnya kasus LSD pertama juga ada di wilayah Kecamatan ini, tepatnya di Desa Baleharjo. Penyakit yang disebabkan virus dengan indikasi bintul-bintul pada kulit sapi itu bisa sembuh dengan pengobatan dan risiko kematiannya kurang dari 5%.
Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian
Para peternak diimbau agar sapi mereka yang sehat diikutkan program vaksinasi dari Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Sragen. Program ini untuk mencegah penyebaran penyakit LSD dan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang sama-sama disebabkan virus.
Kabid Kesehatan Hewan DKP3 Sragen, drh. Toto Sukarno, mengungkapkan penyakit LSD di Sragen kali pertama diketahui pada 14 Desember 2022 atau sekitar sebulan lalu di Desa Baleharjo. Toto langsung berkoordinasi dengan Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates yang kebetulan sedang mengambil sampel di Boyolali.
Tim BBVet Wates langsung menuju ke Baleharjo untuk mengambil sampel 14 ekor sapi di sana. “Hasilnya dua hari berikutnya keluar dan 12 ekor dinyatakan positif LSD. Secara teori, satu ekor saja positif maka gejala yang sama pada sapi lain akan dianggap LSD,” ujar Toto.
Sejak LSD muncul di Sukodono, kasus yang sama bermunculan di kecamatan lain, seperti Plupuh, Miri, Gemolong, Sumberlawang, lalu merembet ke Masaran, dan terakhir di Kalijambe. Jumlah kasus LSD terus bertambah tiap hari.
“Dari 20 kecamatan, tinggal 3 kecamatan yang belum terdeteksi ada penyakit LSD, yakni Ngrampal, Gondang, dan Jenar,” kata Toto.
Untungnya, risiko kematian sapi yang terserang penyakit LSD sangat kecil, kurang dari 5%. Oleh karenanya, Toto mengimbau peternak tidak usah resah dengan maraknya penyakit LSD karena bisa disembuhkan. Dengan pengobatan intensif, bintul-bintul itu akan pecah dan sebulan kemudian sapi bisa pulih kembali.
“Kalau ada kasus kematian sapi, kemungkinan bukan LSD tetapi bisa jadi PMK,” jelasnya.
Toto mengakui pengobatan yang dilakukan DKP3 masih parsial belum secara massal. Pengobatan masih dilakukan berdasarkan laporan. DKP3 tidak memiliki alokasi anggaran khusus untuk penanganan LSD.
Sapi yang terjangkit LSD akan diberi antibiotik, vitamin, antiparasit, dan antihistamin atau antinyeri. Dari empat jenis obat itu, ungkap Toto, DKP3 tidak memiliki antiparasit.
“Biasanya petugas di lapangan sudah membelikan antiparasit dan DKP3 memberi subsidi. Kalau belinya Rp100.000 maka peternak hanya membayar Rp50.000,” ujarnya.
Sebaran Penyakit LSD di Kabupaten Sragen per 17 Januari 2023
No Kecamatan Jumlah Kasus
1 Sukodono 155 ekor
2 Sumberlawang 60 ekor
3 Tanon 56 ekor
4 Gesi 18 ekor
5 Kedawung 11 ekor
6 Mondokan 10 ekor
7 Masaran 10 ekor
8 Kalijambe 9 ekor
9 Miri 7 ekor
10 Sambungmacan 5 ekor
11 Plupuh 4 ekor
12 Gemolong 3 ekor
13 Sidoharjo 2 ekor
14 Karangmalang 2 ekor
15 Sragen Kota 1 ekor
16 Tangen 1 ekor
17 Sambirejo 1 ekor
18 Jenar 0 ekor
19 Ngrampal 0 ekor
20 Gondang 0 ekor
Total 355 ekor
Sumber: Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan Sragen. (trh)
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
