SOLOPOS.COM - Ilustrasi catcalling. (Freepik)

Solopos.com, SOLO—Warga Kota Solo dibuat ramai dengan adanya aduan tindak catcalling yang diduga dilakukan pekerja proyek Pasar Mebel di Kelurahan/Kecamatan Jebres.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, langsung merespons aduan itu dengan menerjunkan petugas Dinas Perdagangan (Disdag) Solo untuk menindaklanjuti aduan itu, Kamis (6/7/2023). Korban catcalling diduga penghuni rumah indekos.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Kasus itu bermula dari adanya aduan pengguna Twitter @UNSfess_ , Rabu (5/7/2023) malam. Wali Kota Solo melalui @gibran_tweet merespons aduan itu menanyakan lokasi kejadian.

“Capai banget ya setiap kos harus di-catcalling, dilihatin atas sampai bawah, diketawain, digoda-goda yang enggak-enggak. Pas masuk kos dilihatin dari pas buka gerbang sampai masuk naik ke tangga juga dilihatin serombongan,” tulis dia.

Terkait kejadian itu, Kapolresta Solo, Kombes Pol Iwan Saktiadi, melalui Kasatreskrim Kompol Agus Sunandar, menyarankan pengadu bila berstatus mahasiswi, untuk melaporkan kejadian yang dialami kepada Satgas Perlindungan Perempuan di kampusnya.

“Di kampus itu seharusnya ada satgas yang merupakan bagian dari kelengkapan terkait masalah perlindungan perempuan. Satgas perlindungan perempuan. Di situ bisa melakukan edukasi, bisa melakukan tindakan pascakejadian dan seterusnya,” ujar dia.

Agus juga menjelaskan perlindungan terhadap perempuan saat ini memang lebih besar, utamanya dengan adanya UU TPKS. Sebab bila ada perempuan yang merasa direndahkan atas statusnya sebagai perempuan, yang bersangkutan bisa melapor.

“Ya memang dengan terbitnya UU TPKS itu proteksi kepada perempuan itu lebih besar, harus ditinggikan. Lah selama hal itu korban merasa direndahkan, ya di Undang-undang itu diatur. Cuma kadang-kadang di tahap pembuktianya yang sulit,” urai dia.

Sebuah laporan tindak pidana catcalling masih harus dilakukan penyelidikan dan pengumpulan barang bukti. “Berbicara terkait psikologisnya dia kenapa enggak, kalau kekerasan fisik harus ada visum. Tentu harus ada penyelidikan lebih lanjut,” kata dia.

Agus menjelaskan ketentuan tindak pidana catcalling diatur d Pasal 6 UU TPKS. Di situ diatur ketentuan tindak pidana itu, termasuk ancaman jerat pidananya. Namun, sejauh ini, menurut dia, belum ada laporan tindak pidana catcalling yang masuk polisi.

“Ya masyarakat sekarang harus lebih sadar hukum. Kalau memang bentuk tidak menghargai perempuan itu bisa lari ke pidana, ya harus senang membaca, banyak cari informasi. Tapi saat ini belum ada laporan catcalling yang masuk ke kami,” aku dia.

Sementara itu dikutip dari jeda.id, catcalling kerap dianggap wajar oleh masyarakat Indonesia lantaran kerap terjadi di tempat umum. Padahal, catcalling adalah satu contoh dari pelecehan seksual verbal.

Catcalling sering terjadi lewat siulan, panggilan, teriakan, sampai komentar yang bernada seksual. Catcalling yang tergolong dalam street harassment (pelecehan seksual di tempat publik) kerap dialami perempuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya