SOLOPOS.COM - Produk dodol susu yang sudah dikemas siap dipasarkan. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Produk dodol susu yang sudah dikemas siap dipasarkan. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Dua wanita setengah baya itu tampak asyik mengaduk sekitar 3 liter susu cair yang dipanaskan dalam sebuah wajan besar di dapur rumah yang berada di Dukuh Pentongan, Desa Samiran, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, suatu pagi pekan ini. Sementara tiga wanita lainnya di ruangan yang sama, terlihat sedang memotong-motong adonan yang terbuat dari campuran susu, gula, tepung beras ketan dan tepung terigu, serta sedikit margarin.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Potongan-potongan adonan itu kemudian dimasukkan ke dalam sebuah kemasan berupa kotak kecil. Satu kotaknya berisi delapan potong. Dengan bahan 3 liter susu cair tersebut, bisa menghasilkan hingga 10 kotak kecil.

Ya, dari tangan-tangan terampil para wanita dari lereng Gunung Merapi yang tergabung dalam Kelompok Berdaya itulah, terbuatlah dodol susu. Dibutuhkan proses setidaknya hingga tiga jam lamanya hingga dodol susu selesai dibuat.

Produksi dodol susu tersebut mulai dirintis sekelompok wanita itu sejak 2010 lalu, pascaerupsi Gunung Merapi yang sempat juga meluluhlantakkan perekonomian masyarakat di kawasan itu. Susu sengaja mereka pilih sebagai bahan utama karena selain mudah diperoleh, mereka berharap dodol susu bisa menjadi salah satu produk oleh-oleh khas Boyolali karena kabupaten itu memang telah dikenal dengan sebutan Kota Susu. Meskipun mereka mengakui, Kabupaten Boyolali bukanlah daerah yang kali pertama memproduksi dodol susu. Produk serupa telah dibuat di daerah lain.

Sejumlah wanita yang tergabung dalam Kelompok Berdaya tengah membuat dodol susu di Dukuh Petongan, Desa Samiran, Kecamatan Selo, Boyolali. Dodol susu diharapkan bisa menjadi produk unggulan khas Boyolali. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

“Pernah diproduksi [dodol susu] di daerah lain, tapi menurut informasi, kurang bisa berkembang di sana,” ujar Ketua Kelompok Berdaya, Siti Ngaisyah. Selain rasa susu murni, Ngaisyah, sapaan akrabnya, mereka membuat inovasi rasa dodol susu, antara lain rasa susu jahe, susu strawberi dan susu coklat.

“Produk kami ini murni tanpa bahan pengawet. Dulu pernah kami melakukan uji coba dengan pengawet, justru produknya malah cepat berjamur. Sejak itu kami tidak lagi pakai bahan pengawet apapun,” bebernya. Dodol susu yang mereka buat, diakui Ngaisyah, bisa tahan hingga sekitar sepekan lamanya.

Salah seorang anggota Kelompok Berdaya, Murtiyah mengatakan mengingat kendala terbatasnya modal dan masih minimnya jaringan pemasaran, mengatakan sejauh ini produk tersebut baru dipasarkan di wilayah Selo. “Ya kami titip di beberapa toko oleh-oleh di Selo ini saja. Tapi selain itu, kami juga membuat dodol susu berdasarkan pesanan,” terangnya.

Dikatakan Murtiyah, mereka sempat mengajukan bantuan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali agar bisa mengembangkan produksi dodol susu tersebut, namun belum ada tindak lanjut dari aparat pemerintahan. “Sudah pernah kami mengajukan permohonan bantuan, terutama modal, tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjutnya,” tutur Murtiyah.

Murtiyah berharap ada perhatian dari pemerintah agar produk dodol susu tersebut dapat dikembangkan di Boyolali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya