SOLOPOS.COM - Warga berebut gunungan hasil bumi ketika Grebeg Gede Iduladha 1445H/2024, di Masjid Agung Surakarta, Selasa (18/6/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Kumandang takbir muqayyad dan doa dalam Bahasa Arab terdengar khidmat dibacakan di serambi Masjid Agung Solo, Selasa (18/6/2024).

Siang itu para ulama atau kiai, pengageng, dan abdi dalem Keraton Solo mendoakan dua Gunungan Jaler dan Estri untuk meminta kesuburan dan keberkahan dari Tuhan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dua gunungan itu merupakan simbol dari pelaksanaan Grebeg Besar Iduladha 1445 H/2024 M di waktu yang sama. Upacara keagamaan yang sudah ada secara turun temurun dari trah Mataram Islam itu berlangsung khidmat. 

Pantauan Solopos.com, Grebeg Besar dimulai ketika para abdi dalem keluar dari Kori Kamandungan sekitar pukul 10.30 WIB. Rombongan abdi dalem yang berjumlah ratusan orang itu mengenakan busana adat serta membawa alat musik, senjata, gamelan, dan gunungan.

Dua gunungan keluar secara bergantian lalu diarak menuju Masjid Agung Solo. Di sana para kiai sudah menunggu untuk memimpin doa. Tidak hanya itu, warga pun ikut minggu untuk bersiap ikut berebut isi gunungan yakni hasil bumi.

Grebeg Besar tahun ini dipilih pada hari Selasa yang jatuh pada 10 Besar 1957 menurut kalender Jawa. Penanggalan dalam kalender Jawa diciptakan oleh Sultan Agung yang mengintegrasikan tahun Saka dan Hijriyah.

Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Solo, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Dipokusumo mengatakan mengatakan terdapat tiga upacara grebeg yang diadakan setiap satu tahun yang sudah ada sejak era Kesultanan Demak.

“Sekarang sudah ditetapkan sebagai warisan cagar budaya tak benda. Di Keraton Solo ada 20 plus satu kegiatan tradisi atau adat upacara yang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda,” kata dia ketika ditemui awak media, Selasa.

Dia mengatakan Grebeg Besar selalu dimaknai dengan adanya gunungan. Gusti Dipo, sapaan akrabnya, mengatakan terdapat dua atau satu pasang gunungan yang menyimbolkan laki-laki dan perempuan.

Dalam gunungan itu berisi hasil bumi berupa  pala kependem seperti ubi-ubian dan kacang, yang menggambarkan tentang kehidupan sebelum lahir. 

Lalu ada pala kesimpar yakni buah-buahan yang pohonnya merambat atau menjalar, menyimbolkan kehidupan saat ini. 

Lalu terakhir adalah pala gumantung yakni buah-buahan yang menggantung di pohon, hal ini menyimbolkan ketergantungan manusia terhadap Tuhan. 

Dalam bahasa Jawa juga disebut sangkan paraning dumadi. Sangkan berarti asal muasal, paran adalah tujuan, dan dumadi artinya menjadi, yang menjadikan atau pencipta. Sehingga isi dari gunungan itu menggambarkan siklus hidup.

“[Oleh karenanya ketika] di Masjid Agung Solo gunungan itu didoakan bersama, yang intinya kita bersyukur terhadap kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa kita selalu diberi berkah, hidayah, dan inayah,” kata Gusti Dipo.

Doa kepada Tuhan itu juga disampaikan secara simbolik melalui dua gunungan yang diarak ke Masjid Agung Solo. Menurut Gusti Dipo, dua gunungan itu menyimbolkan laki-laki (Gunungan Jaler) dan perempuan (Gunungan Estri).

“Keduanya merupakan simbol dari kesuburan yang hiasi dengan bendera pita yaitu bendera merah putih,” kata dia.

Belum selesai doa, warga sudah bersiap mengambil gunungan.  Mereka mengambil makanan dan hasil bumi seperti cabai, kacang panjang, sayur labu, dan lainnya. Gunungan habis dalam hitungan menit.

Salah satu warga asal Wonogiri, Kusnaini, 49, sengaja datang jauh-jauh ke Masjid Agung Surakarta hanya untuk mengikuti Grebeg Besar. Dirinya pun ikut berebut gunungan dan mendapatkan hasil bumi.

Dia menyempatkan waktu datang lantaran masih libur kerja. Dirinya pun berharap ada keberkahan dalam acara Grebeg Besar ini. Dia mengatakan hasilnya berebut gunungan akan dimasak ketika nanti sudah di rumah.

“Ini dapat kacang panjang, nanti kalau di rumah buat [masak] oseng,” kata dia ketika ditemui Solopos.com selepas Grebeg Besar, Selasa.

Hal yang sama disampaikan oleh warga asal Pasuruan, Jawa Timur, Ummi Salamah, 60, yang sedang berlibur di Kota Solo. Dia mengatakan sengaja ikut berdesakan untuk berebut gunungan agar mendapatkan berkah.

“Saya tadi tidak bisa lihat kirabnya, tapi saya akhirnya ke Masjid Agung ikut doa, sekalian ikut rebutan naik ke atas. Alhamdulillah, semoga dengan dapatnya ini dapat rezeki yang barokah, semoga ke depannya dapat yang baik-baik,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya