SOLOPOS.COM - Para perantau saat mudik ke Wonogiri di Terminal Giri Adipura pada Lebaran 2023 lalu. Wonogiri dinilai memiliki nilai tawar rendah untuk menjadi daerah tempat bekerja sehingga banyak warganya yang merantau. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Dua desa di Wonogiri dianggap telah sukses membendung arus urbanisasi dan mencegah warganya merantau ke kota dengan potensi yang ada. Dua desa itu yakni Desa Jimbar, Kecamatan Pracimantoro dan Desa Conto, Kecamatan Bulukerto.

Seperti diketahui urbanisasi menjadi permasalahan di Wonogiri sejak lama. Rendahnya nilai tawar Wonogiri sebagai daerah tempat bekerja menjadi faktor banyak orang Wonogiri memilih merantau ke kota.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Wonogiri, Antonius Purnama Adi, menyampaikan masih banyak orang Wonogiri yang merantau ke kota. Anton menyebut orang Wonogiri yang merantau kebanyakan bekerja di sektor informal seperti berdagang atau menjadi pekerja kasar.

Sebagian lagi bekerja di sektor formal dan cukup menempati jabatan-jabatan strategis baik di perusahaan atau di instansi pemerintahan. Ia mengaku menyayangkan orang Wonogiri merantau tapi bekerja sebagai pekerja kasar.

“Maksudnya hanya menyumbang atau mengandalkan tenaga. Bukan karena memang benar-benar dibutuhkan. Padahal [pekerjaan] seperti itu di Wonogiri juga cukup banyak,” kata Anton saat ditemui Solopos.com di Kantor Dinas PMD Wonogiri, Senin (8/5/2023).

Untungnuya, Anton menilai tingkat urbanisasi di Wonogiri belakangan ini sudah mulai ada tren menurun. Hal itu berdasarkan pengamatan di desa-desa di Wonogiri. Sudah ada beberapa desa yang dinilai cukup sukses membendung arus urbanisasi dengan memaksimalkan potensi desa.

Memaksimalkan Potensi dan Dana Desa

Misalnya di Desa Jimbar, Pracimantoro, yang berhasil mengajak para pemuda untuk tinggal di desa dengan menanam tanaman hortikultura. Selain itu, Desa Conto, Bulukerto, dengan potensi pariwisatanya bisa mendatangkan banyak orang, sehingga bisa membuka peluang ekonomi bagi warga desa.

Anton juga menyebut desa bisa memanfaatkan dana desa untuk melakukan akselerasi ekonomi. “Kan ada pos-pos anggaran untuk meningkatkan ketahanan ekonomi desa. Itu bisa dimanfaatkan, tinggal bagaimana desa bisa pintar-pintar menggali potensi,” ujar dia.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Wonogiri, Heru Utomo, mengakui nilai tawar Wonogiri masih rendah sebagai daerah untuk bekerja. Hal itu yang menjadi salah satu faktor penyebab urbanisasi dan banyak orang Wonogiri merantau ke kota.

Daerah lain seperti Jabodetabek dinilai lebih menjanjikan untuk mencari pekerjaan dan mengumpulkan pundi-pundi rupiah. “Orang merantau itu kan karena mereka mencari pekerjaan. Artinya di Wonogiri dinilai tidak ada pekerjaan. Setidaknya ada tiga hal yang harus ada agar tingkat urbanisasi bisa turun,” ucap Heru.

Menurut dia, Wonogiri harus mempunyai perguruan tinggi agar orang mau datang ke Wonogiri untuk belajar. Di sisi lain, orang Wonogiri bisa dengan mudah menjangkau perguruan tinggi. Perguruan tinggi akan menghasilkan ahli dan ketersediaan ahli akan mengundang industri.

“Kalau tidak mampu membuat perguruan tinggi. Bisa kerja sama dengan perguruan tinggi untuk membuka cabang di sini disesuaikan dengan kondisi Wonogiri. Misalnya, Wonogiri punya laut, maka ada perguruan tinggi yang mempunyai program studi kelautan,” jelasnya.

Industrialisasi untuk Cegah Urbanisasi

Sektor wisata juga harus diperhatikan betul. Heru mengatakan pariwisata merupakan lahan basah untuk mendatangkan uang. Pariwisata yang baik akan mendatangkan wisatawan. “Orang pasti akan datang ke sini. Di situ ada peluang usaha. Orang tidak perlu lagi cari kerja di luar,” kata dia.

Heru melanjutkan hal lain yang cukup efektif mengurangi laju urbanisasi di Wonogiri yaitu dengan industrialisasi. Pemkab Wonogiri harus membuka keran investasi dan meyakinkan investor bahwa Wonogiri memiliki nilai tawar tinggi untuk dijadikan daerah industri.

“Kalau tiga hal itu tidak ada, nilai tawar Wonogiri masih akan tetap rendah untuk dijadikan daerah tempat bekerja,” ujar Heru.

Salah satu perantau asal Wonogiri, Warno, 48, menyatakan lapangan pekerjaan di Wonogiri dinilai masih terbatas, sementara angkatan kerja di Wonogiri terus bertambah.

Hal itu yang menjadi alasan utamanya merantau ke Jakarta sejak 20 tahun lalu. Dia menilai mencari pekerjaan di Wonogiri masih cukup sulit, bahkan sampai saat ini meski sudah ada beberapa pabrik garmen yang berdiri.

“Wonogiri belum mampu mewadahi angkatan kerja yang tersedia. Selain itu, UMK Wonogiri kan masih rendah, kalau dibandingkan dengan Jakarta, cukup jauh, bisa dua kali lipatnya. Itu juga yang jadi faktor,” kata Warno yang bekerja sebagai kontraktor bangunan itu.

Menurut Warno, Wonogiri mempunyai potensi besar di sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor tersebut seharusnya yang harus dioptimalkan untuk membuka lapangan usaha. “Pemkab harus perhatian ke sektor itu,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya