SOLOPOS.COM - Pengeledahan rumah terduga teroris di Dukuh Ngadijoyo, Desa Parangjoro, Kecamatan Grogol, Kamis (1/12/2022). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri).

Solopos.com, SUKOHARJO – Pakar ahli guru besar Prodi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Absori, mengkritisi insiden penangkapan terduga teroris oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Sukoharjo, Kamis (1/12/2022), yang sempat membuat kegaduhan.

“Jika dikaitkan dengan agama, serahkan ke ormas [organisasi kemasyarakatan] untuk dibina. Seperti kemarin di Sukoharjo menangkap satu orang, buktinya hanya buku kecil TPA. Kesannya seperti main opini, ada kegiatan serius sekali sehingga menjadi stigma umat Islam ketakutan karena ada terorisme,” kata kata Absori saat dihubungi Solopos.com melalui sambungan telepon, Senin (12/12/2022).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Ia beranggapan, penangkapan terorisme seharusnya menjadi ranah badan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Indonesia (BNPT). “Ini yang lebih tahu sebetulnya misinya BNPT, tapi mengapa yang menangani Densus 88? Densus 88 dibentuk ketika bom Bali. Ini juga misterius, Bom Bali itu sebabnya apa? Skenario intelegen, atau memang pelaku-pelaku seperti Amrozi, dan sebagainya itu?” lanjutnya.

Diberitakan sebelumnya, Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap empat terduga teroris di Kabupaten Sukoharjo. Keempatnya ditangkap di empat lokasi yang berbeda, Kamis (1/12/2022).

Mereka menggeledah rumah terduga teroris berinisial Mgn, 43 asal Dukuh Ngadijoyo, Desa Parangjoro, Kecamatan Grogol, dengan barang bukti berupa motor, BPP, STNK, laptop rusak, HP, buku, dan lembar fotokopi buku. Absori menjelaskan, penyebab terbesar dari maraknya kasus terorisme secara global karena adanya ketidakadilan dalam tatanan dunia sekarang.

Baca Juga: Syiar Kedamaian, Komunitas Ini Bagikan Ratusan Kaus dan Bunga di Solo Baru

“Penyebab umum bukan kemiskinan, sebenarnya mereka merasakan ketidakadilan dalam tata dunia sekarang,” lanjutnya. Menurut teori Samuel Huntington yang ia kutip, awal mula terorisme melibatkan umat Islam terjadi ketika Uni Soviet runtuh atas Amerika yang membawa paham kapitalisme dalam perang dingin.

“Setelah Soviet runtuh, alasan kaum kapitalis menyerang Islam karena benturan peradaban. Secara alamiah, kekuatan kapitalisme akan ditentang oleh kekuatan komunalisme. Karena kapitalisme individual, komunalisme kebersamaan dengan rakyat,” lanjutnya.

Baca Juga: Densus 88 Geledah Rumah Terduga Teroris Bom Polsek Astanaanyar Bandung

Sesuai dengan teori Samuel Huntington, setelah Uni Soviet jatuh, kapitalisme mencari lawan lain dan menyasar umat Islam dengan paham komunalisme yang sama. Teori tersebut menyebutkan, ada hal yang menurut kacamata Barat, menjadi sebuah ancaman besar yang harus dipertimbangkan yaitu kebangkitan Islam dengan semangat dan budaya dan memiliki penganut besar.

“Keterlibatan dalam kasus terorisme itu apakah memang sengaja diberlakukan Amerika supaya itu menjadi pemantik bahwa sekarang terorisme itu marak, tidak hanya di Afganistan namun juga di negara lain termasuk Indonesia,” lanjutnya.

Baca Juga:Kisah Makmuri, Eks Napiter Bom Bali 1 yang Kini Rajin Kampanye Cinta Damai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya