Soloraya
Selasa, 12 April 2022 - 08:05 WIB

Mari Bersama Melawan Perundungan

Muhamad Anton Meiluana  /  Ayu Prawitasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perundungan. (Freepik)

Solopos.com, SOLO—Pada pagi hari, ada orang tua siswa datang ke sekolah. Mereka melaporkan kepada guru BK bahwa anaknya mengalami perundungan yang dilakukan teman sekelasnya.

Guru BK segera menindaklanjuti dan mengecek kejadian tersebut dengan cara memanggil korban. Siswa yang menjadi korban bercerita bahwa di kelas di mengalami perundungan (bullying) karena fisiknya yang lebih besar dibandingkan siswa lain (body shaming).

Advertisement

Ada teman laki-laki di kelas itu yang iseng membuat poster wajahnya, dijadikan stiker, lalu dibagikan ke grup kelas sebagai lelucon. Kondisi tersebut membuat siswa tersebut merasa dipermalukan, minder, dan tidak percaya diri.

Akhirnya murid itu melaporkan kepada orang tua karena kejadian tersebut tidak hanya sekali, tetapi kerap terjadi. Orang tua siswa tersebut tidak terima dengan kejadian yang dialami putrinya. Akhirnya, setelah dilakukan mediasi di ruang BK, kejadian tersebut bisa diselesaikan secara damai. Untuk penanganan lebih lanjut, ada tahapan konseling bagi pelaku, begitu juga korban.

Advertisement

Akhirnya murid itu melaporkan kepada orang tua karena kejadian tersebut tidak hanya sekali, tetapi kerap terjadi. Orang tua siswa tersebut tidak terima dengan kejadian yang dialami putrinya. Akhirnya, setelah dilakukan mediasi di ruang BK, kejadian tersebut bisa diselesaikan secara damai. Untuk penanganan lebih lanjut, ada tahapan konseling bagi pelaku, begitu juga korban.

Perundungan memang masih kerap terjadi di sekitar kita, termasuk di kalangan pelajar. Tak melulu melibatkan fisik, perundungan dapat terjadi lewat berbagai macam tindakan maupun perilaku.

Kini, sekolah tatap muka berganti menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena pandemi. Saat itu pula perundungan meluas hingga ranah dunia maya atau yang dikenal dengan cyberbullying.

Advertisement

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengelompokkan perundungan dalam enam kategori, yakni kontak fisik langsung seperti memukul, kontak verbal langsung seperti mengintimidasi, perilaku nonverbal langsung seperti memandang sinis, perilaku nonverbal tidak langsung seperti mengucilkan, cyber bullying, hingga pelecehan seksual.

Perundungan memiliki dampak yang serius, baik jangka pendek hingga jangka panjang. Perundungan bisa memberikan beberapa dampak negatif. Pertama, dampak pada kesehatan fisik dan psikologi. Kedua, dampak performa dalam bidang akademik. Dan ketiga, dampak pada perilaku negatif.

Beberapa dampak perundungan bagi korban adalah munculnya depresi, rasa tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan, tingkat kehadiran di sekolah rendah, dan turunnya prestasi akademik karena sulit berkonsentrasi ataupun hilangnya minat belajar.

Advertisement

Adapun dampak perundungan secara fisik maupun emosi dapat menyebabkan luka, sakit berkelanjutan, keluhan pusing, sulit tidur, mual, suasana hati yang berubah-ubah, takut, cemas, murung, mudah menangis, dan lain-lain. Bahkan perundungan dapat membuat korban berperilaku agresif dan menjadi pelaku perundungan terhadap orang lain karena ingin melampiaskan sakit hati. Pada kasus yang lebih serius, perundungan bahkan memicu tindakan fatal bagi korban, seperti bunuh diri.

Merdeka Belajar

Lantas apa yang harus kita lakukan? Pertama-tama diperlukan kesadaran individu untuk melawan perundungan dan berani bertindak jika menjadi korban atau saksi perundungan.

Apabila melihat peristiwa perundungan, jangan hanya diam menjadi penonton atau bystanders. Sebaliknya, sebagai saksi mata kita harus menjadi upstander, yakni melakukan tindakan berempati ketika melihat perilaku perundungan. Langkah itu untuk mengurangi derita korban dan menghentikan perundungan, seperti tidak ikut-ikutan dan mencari bantuan segera.

Advertisement

Jangan segan pula untuk meminta bantuan dengan melaporkan kepada orang tua, teman, atau melakukan konseling dengan psikolog. Dengan menghimpun kekuatan yang lebih besar, perundungan dapat dihentikan.

Apabila kita tinggal diam terhadap perundungan, pelaku akan berasumsi bahwa perbuatannya dapat diterima secara sosial. Perundungan juga dapat diibaratkan sebagai bibit dari banyak perilaku kekerasan atau kriminal lain, seperti tawuran, intimidasi, pengeroyokan, dan lain-lain. Maka dari itu, apabila perundungan bisa ditekan, maka kekerasan yang lebih parah pun akan bisa dicegah. Berkaca pada besaran angka perundungan yang dialami pelajar Indonesia dan dampaknya yang begitu serius, sudah sepatutnya kita bergandengan bersama sebagai bangsa yang bersatu dan mencerminkan kebinekaan.

Mari kita tolak perundungan dan menciptakan lingkungan sekolah yang ramah, sikap toleransi yang tinggi, dan bebas dari kekerasan agar proses pembelajaran menjadi nyaman serta aman. Dengan memerangi perundungan kita sekaligus mewujudkan salah satu gerakan merdeka belajar.

Penulis adalah guru BK SMAN Kerjo

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif