Soloraya
Rabu, 29 Juni 2022 - 05:19 WIB

Masih ada 34.000 RTLH di Sragen, Kemiskinan Struktural Jadi Penyebab

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Solopos.com, SRAGEN — Selama bertahun-tahun rumah tidak layak huni (RTLH) di Kabupaten Sragen belum tuntas. Hingga 2022 masih tercatat 34.000-35.000 unit RTLH di wilayah Bumi Sukowati.

Masih banyaknya RTLH itu diduga disebabkan adanya fenomena kemiskinan struktural, yakni kemiskinan yang menurun dari orang tua ke anak dan seterusnya.

Advertisement

Kabid Perumahan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan, dan Tata Ruang (Disperkimtaru) Sragen, Puji Lestari, menyampaikan tiap tahun selalu ada upaya untuk menekan jumlah RTLH. Anggarannya pun dari banyak sumber, mulai APBD, APBD Provinsi Jateng, APBN, hingga corporate social responsibility (CSR) sejumlah perusahaan.

Meski demikian, banyak RTLH masih jadi pekerja rumah (PR) besar bagi pemkab. Banyaknya RTLH itu, menurut Puji, disebabkan adanya keluarga miskin baru dari keluarga yang sebelumnya sudah miskin.

Advertisement

Meski demikian, banyak RTLH masih jadi pekerja rumah (PR) besar bagi pemkab. Banyaknya RTLH itu, menurut Puji, disebabkan adanya keluarga miskin baru dari keluarga yang sebelumnya sudah miskin.

Baca Juga: Miskin Ekstrem, Desa Ini Jadi Pilot Project Desa Tumis di Sragen

“Kami mengintervensi lewat bantuan stimulan perumahan swadaya [BSPS]. Ketika mendapat bantuan BSPS diharapkan kondisi rumahnya semakin bertambah bagus dan layak. Dulu angka RTLH itu sampai 55.000 unit dan terus diintervensi tinggal segitu. Tahun ini ada 1.391 rumah RTLH yang mendapat bantuan dari BSPS,” jelas dia saat dihubungi Solopos.com, Selasa (28/6/2022).

Advertisement

Selain itu bantuan pembangunan baru bantuan keuangan rumah panel instan sebanyak 31 unit; dan bantuan pembangunan baru dari dana alokasi khusus (DAK) sebanyak 79 unit.

Baca Juga: Masih Ada 10.773 RTLH di Sukoharjo, Kapan Dapat Bantuan Rehab?

“Bantuan DAK untuk pembangunan baru itu nilainya sampai Rp35 juta per unit yang terdiri atas bantuan DAK Rp20 juta/unit dan pendamping APBD kabupaten Rp15 juta/unit. Bantuan DAK ini diprioritaskan untuk kawasan permukiman kumuh yang ada di Ngrampal,” jelasnya.

Advertisement

Dia melanjutkan untuk pembangunan baru itu sasarannya warga miskin yang masuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sedangkan untuk bantuan BSPS sasaran masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dari semua bantuan itu diharapkan ada swadaya dari masyarakat penerima manfaat.

Harus ada Swadaya Masyarakat

Kepala Disperkimtaru Sragen, Aris Wahyudi, menyampaikan ada 2.000 RTLH yang mendapat intervensi setiap tahunnya. Upaya untuk menuntaskan RTLH, sambungnya, wajib ada swadaya dari masyarakat. Disperkimtaru hanya sebagai fasilitator. Pelaksanaan rehabnya oleh kelompok masyarakat.

Baca Juga: Kemiskinan Ekstrem di Wonogiri Naik, Pemerintah Pusat Turun Tangan

Advertisement

“Masih banyaknya RTLH ini menunjukkan adanya kemiskinan struktural di Sragen karena setiap tahun selalu ada dan kriteria penerimanya keluarga miskin dan MBR. Ya, sejak zaman dulu RTLH itu selalu ada,” katanya dia.

“Ada simbah miskin punya tanah 500 meter persegi dipecah dua bagian untuk anaknya yang juga miskin miskin. Si anak dengan tanah 200 meter persegi dipecah lagi untuk anaknya lagi yang juga ikut miskin dengan luas tanah 100 meter persegi,” katanya.

Aris menerangkan ide Bupati tentang adanya program tuntas kemiskinan (tumis) itu patut diapresiasi karena penanganannya secara gotong-royong. Di sisi lain Aris melihat perlu ada perubahan mindset di kalangan warga miskin.

Baca Juga: Kemiskinan Ekstrem di Jateng Bertambah, Jadi 19 Daerah, Ini Daftarnya

“Bantuan dana Rp2 juta itu sebenarnya tidak seberapa, tetapi bagi mereka yang punya pemikiran mau usaha, dana itu sudah cukup untuk membuka usaha,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif