Soloraya
Rabu, 8 Juni 2022 - 12:08 WIB

Mau Mulai Rehab Jembatan Mojo Solo? Ini Saran Tokoh Masyarakat Setempat

Wahyu Prakoso  /  Sri Sumi Handayani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi gapura di sekitar Jembatan Mojo, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo, Sabtu (22/5/2022). (Espos/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Tokoh masyarakat di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo menyampaikan saran nonteknis perihal proyek rehabilitasi Jembatan Mojo yang menghubungkan Kota Solo di Kecamatan Pasar Kliwon dengan Kecamatan Mojolaban di Kabupaten Sukoharjo.

Tokoh masyarakat sekaligus budayawan di Kecamatan Pasar Kliwon itu KRT Joko Wiranto Adi Nagaro. Dia menyarankan sejumlah hal sebelum Pemerintah Kota (Pemkot) Solo melalui kontraktor yang terpilih memulai rehabilitasi Jembatan Mojo.

Advertisement

Dia menyarankan agar pihak terkait meminta izin serta menjaga sopan santun selama melaksanakan proyek. Hal ini dilakukan karena menurutnya kawasan itu sakral dan bersejarah.

Salah satunya, katanya, terdapat bangunan cagar budaya berupa gapura Keraton Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo. “Kalau sudah berbicara keraton paling tidak di sana mau membangun kula nuwun dulu. Di sana merupakan tempat ada yang reksa, menunggu, ngopeni [merawat],” kata dia Selasa (7/6/2022) petang.

“Hati-hati dalam berbicara karena dulunya tempat sakral. Imbauan saya berbuat dan berbicara santun [selama proses pembangunan]. Kalau tidak yang rugi teman-teman sendiri,” imbuhnya.

Advertisement

Baca Juga : Waduh! Pembangunan Jembatan Mojo Pernah Makan Korban, Kok Bisa?

Joko mengatakan kula nuwun yang dia maksud berupa kegiatan bancakan atau memetri. Minimal, lanjutnya, bancakan dilakukan dengan jenang merah, jenang putih, dan kembang tujuh rupa.

“Jenang abang dan jenang putih bermakna mengembalikan segala sesuatu pada asal muasal. Jenang abang nyimpang, jenang putih nyingkrih,” ujarnya.

Advertisement

Dia mengatakan simbol jenang bermakna segala halangan dan pengganggu bisa menyingkir. Sementara itu, kembang tujuh rupa bermakna pitulungan atau pertolongan dari Tuhan. “Nuwun sewu saya sampaikan detail supaya orang tahu. Jangan sampai bicara klenik. Itu hanya simbol kepada Yang Maha Kuasa,” paparnya.

Dia mengatakan orang Jawa kuno menyampaikan hasrat melalui simbol-simbol kepada Tuhan. Ini menjadi kebiasaan, namun seiring berjalannya waktu banyak yang tak paham sebab tidak ada yang mengedukasi.

Baca Juga : Begini Rencana Rehab Jembatan Mojo Penghubung Solo-Mojolaban Sukoharjo

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif