SOLOPOS.COM - Warga Gupit, Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo mendatangi Pengadilan Negeri setempat saat sidang class action digelar, Rabu (2/8/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Mediasi antara warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Sukoharjo dengan PT Rayon Utama Makmur (RUM) pada Rabu (2/8/2023) dinyatakan gagal setelah beberapa pertemuan digelar. Gugatan class action yang diajukan warga Desa Gupit terhadap PT RUM akan berlanjut ke persidangan dengan agenda pemeriksaan perkara, pekan depan.

Kuasa Hukum PT RUM, Dani Sriyanto, mengaku telah menyiapkan jawaban dan bukti-bukti untuk membantah gugatan yang diajukan class action tersebut.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Kalau dari data kami kan kuncinya di ambang batas mutu. Kalau kami lihat, pabrik rayon ini selain di PT RUM, di  Purwakarta ada 2, Pekanbaru juga ada 1. Itu pasti bau, tetapi selama tidak melebihi ambang batas itu tidak mengganggu kesehatan,” jelas Dani saat ditemui solopos.com seusai persidangan di Pengadilan Negeri Sukoharjo, Rabu.

Dani memaparkan pabrik serat rayon seperti PT RUM tidak bisa dibandingkan dengan pabrik yang menghasilkan produk yang berbeda. Ambang batas soal bau, menurutnya, sudah diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Dani juga menyebut Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) milik kliennya sudah masuk dalam pengawasan oleh KLHK. Sayangnya, sambung dia, masyarakat merasa jika di sekitar kawasan tersebut masih bau maka hal itu tidak sesuai aturan. Termasuk jika air limbah yang dibuang keruh juga dinilai tak sesuai aturan. Padahal menurutnya ketentuan normatif ambang batas sudah ada parameternya.

“Kami menempatkan diri sebagai aset masyarakat dan pemerintah. Sehingga input dari masyarakat untuk perbaikan dan penyempurnaan terus kami dengarkan. Nilai positifnya banyak, hal-hal negatif harus diminimalisasi. PT RUM sudah melakukan beberapa langkah,” papar Dani.

Dani mengakui ketidaknyamanan warga harus diminimalkan, namun di sisi lain dampak positif pabrik juga harus dilihat. Ia juga memastikan PT RUM sudah menjalankan pabrik sesuai normanya.

PT RUM juga disebut telah mengantongi rekomendasi teknik (rekomtek) dari Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Pendataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Sukoharjo. Pemasangan pipa PT RUM membutuhkan investasi yang tak sedikit, sehingga menurut Dani tidak mungkin jika dilakukan dengan melanggar izin.

Tak hanya itu proses pembuangan limbah juga diklaim sudah melewati proses tertentu sebelum dibuang ke sungai. Sayangnya masyarakat menilai limbah yang dibuang harus bersih dan tidak berwarna. Jika masih keruh dan berbau langsung divonis menyalahi aturan.

“Jika warga menolak seharusnya sejak awal. Jangan sampai kami sudah seperti sekarang ini baru dicari-cari. Tetapi permintaan teknis seperti klinik juga sudah ada, kalau mau tambah kami sanggupi. Revitalisasi juga ada. Kami minta pengelolaannya, mau swakelola atau bagaimana, harus ada pertimbangan. Harus diperjelas,” ungkapnya.

Warga Punya Bukti Kuat

Sementara itu, Kuasa Hukum para penggugat, Nasrul Saftiar Dongoran, mengatakan telah mengantongi alat bukti kuat demi memenangkan persidangan tersebut.

“Klaim mereka sesuai ambang batas ada pada alat bukti yang kami temukan. Mereka mengeluarkan bau dan air limbah sangat berdampak pada masyarakat, hak subjektif warga Desa Nguter sudah terlanggar itu jelas perbuatan melanggar hukum [PMH]. Bukti sangat kuat jumlah korban masif itu juga menjadi bukti,” paparnya.

Nasrul mengatakan warga telah lama menghirup bau busuk setiap PT RUM berproduksi. Sehingga hal itu dapat membuktikan jika aktivitas PT RUM mengganggu hak orang lain dalam hal ini warga Gupit. Menurutnya hal tersebut menjadi sebuah fakta yang diketahui oleh banyak orang apalagi telah dibuktikan dengan adanya surat dari Bupati Sukoharjo yang pernah memberikan sanksi administratif pada PT RUM terkait pencemaran bau.

“PT RUM juga mengakui mereka mengeluarkan bau busuk. Hal ini penting dalam gugatan class action. Mereka telah melanggar hak warga untuk menikmati udara bersih dan sehat. Padahal itu sudah dijamin konstitusi. Kami siap membuktikan PT RUM yang memproduksi serat rayon mengakibatkan bau busuk yang sangat mengganggu warga dan sudah dialami 5 tahun lebih,” paparnya.

Menurutnya proses panjang sebelum class action juga telah ditempuh. Sehingga penolakan tersebut bukan hanya dilakukan sekarang. Warga akhirnya memilih mengajukan gugatan class action lantaran pelaporan warga ke Bupati Sukoharjo, DPRD, Polres, Polda Jateng, dan Bareskrim Mabes Polri hingga KLHK tak membuahkan hasil.

“Kenapa baru sekarang ya karena aparat penegak hukum [APH] yang diminta pertolongan tidak melakukan kerja profesional. Sehingga warga menyeret PT RUM ke pengadilan, meminta pertanggungjawaban atas utang kenyamanan hidup warga,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya