Soloraya
Rabu, 24 Mei 2023 - 15:33 WIB

Melacak Desa Era Mataram Kuno di Wonogiri 1.100 Tahun Lalu, Ini Lokasinya

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wilayah Kelurahan Wonoboyo, Wonogiri, yang diyakini merupakan lokasi Desa Paparahuan di era Mataram Kuno 1.100-an tahun yang lalu. Foto diambil Rabu (24/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Prasasti Telang yang berangka tahun 904 Masehi menyebutkan nama tiga desa di tepi timur Sungai Bengawan Solo wilayah Wonogiri sebagai wilayah perdikan Kerajaan Mataram Kuno. Nama tiga desa itu yakni Desa Telang, Desa Mahai atau Mahe, dan Desa Paparahuan.

Dalam prasasti berumur hampir 1.120 tahun itu disebutkan Desa Paparahuan menjadi lokasi penyeberangan di Sungai Bengawan Solo. Sayangnya, nama desa itu saat ini sudah tidak digunakan lagi.

Advertisement

Sejumlah arkeolog dan sejarawan telah mencoba mengidentifikasi lokasi desa tersebut berdasarkan tulisan dalam prasasti yang dikeluarkan Raja Mataram Kuno tersebut.

Berdasarkan sejumlah analisis, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, diidentifikasikan sebagai Desa Paparahuan, desa era Mataram Kuno di Wonogiri masa lampau.

Advertisement

Berdasarkan sejumlah analisis, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, diidentifikasikan sebagai Desa Paparahuan, desa era Mataram Kuno di Wonogiri masa lampau.

Hal itu salah satunya diungkapkan Arkeolog Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Titi Surti Nastiti, dalam jurnal berjudul Situs Wonoboyo di DAS Bengawan Solo, Wonogiri: Identifikasi Desa Paparahuan Dalam Prasasti Tlang (904 M) yang diterbitkan Amerta pada 2016 lalu.

Jurnal itu menjelaskan Prasasti Telang ditemukan di Situs Wonoboyo di halaman Pesanggrahan Mojoroto milik Yap Bio Ging di wilayah Wonoboyo, Wonogiri. Informasi yang didapatkan Solopos.com, pesanggrahan tersebut kini menjadi Rumah Pelayanan Sosial Eks Psikotik Esti Tomo. 

Advertisement

Dia menjelaskan prasasti itu menceritakan tentang Raja Dyah Balitung, Raja Mataram Kuno, yang melaksanakan nazar dari raja yang disemayamkan di Sastarangga untuk membuat tempat penyeberangan. Letak penyeberangan itu di Desa Paparahuan dengan dua perahu dan dua perahu cadangan. 

Penelitian Tim Arkeologi Nasional

“Tempat penyeberangan itu diperuntukkan penduduk desa yang akan menyeberangi Bengawan Solo tanpa dipungut biaya. Untuk pembiayaannya maka Desa Telang, Desa Mahe, dan Paparahuan yang termasuk wilayah Huwusan dijadikan perdikan,” kata Nastiti yang dikutip Solopos.com dari Jurnal Amerta No.1, Juni 2016, pada Rabu (24/5/2023).

Rumah Pelayanan Sosial Eks Psikotik Esti Tomo di Jatirejo, Wonoboyo, Wonogiri, yang dulunya merupakan pesanggarahan Mojoroto tempat ditemukannya Prasasti Telang pada 1933. Foto diambil Rabu (24/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Menurut Nastiti, arkeolog Belanda WF Stutterheim pernah mengidentifikasikan Desa Telang sebagai Desa Teleng di Kecamatan Manyaran. Selain itu Desa Paparahuan diidentifikasikan terletak di sebelah barat Gunung Gandul, Kecamatan Wonogiri, karena di sana ada Dusun Praon.

Advertisement

Tetapi Nastiti tidak sepakat dengan pengidentifikasian desa era Mataram Kuno di Wonogiri itu. Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pernah meneliti lokasi tersebut pada 2008 dan tidak menemukan nama Dusun Praon di sebelah barat Gunung Gandul. 

Informasi yang dihimpun Solopos.com, sebelah barat Gunung Gandul merupakan wilayah Kelurahan Giriwono, Kecamatan Wonogiri. Berdasarkan data administrasi kelurahan, ada 11 lingkungan di Kelurahan Giriwono. Namun, tidak ada nama dusun atau lingkungan Praon di wilayah tersebut. 

Lebih lanjut, Nastiti menyebut ada dua dusun yang terdapat nama dengan unsur perahu, yaitu Dusun Kedungprahu di Desa Pare, Kecamatan Selogiri. Dusun ini terletak dua kilometer dari Sungai Bengawan Solo. Kemudian Dusun Kedungprahu di Desa Karanglor, Kecamatan Manyaran. 

Advertisement

“Kedua dusun tersebut berada di dataran tinggi,” tulis Nastiti. Dia meragukan dua dusun itu merupakan Desa Paparahuan seperti yang tertulis dalam Prasasti Telang. 

Sebab letak geografis kedua dusun berada di dataran tinggi dan jauh dari sungai besar untuk digunakan sebagai sarana transportasi air. Sebaliknya, menurut dia, Desa Paparahuan berada di lokasi Prasasti Telang ditemukan, yaitu di Lingkungan Jatirejo, Kelurahan Wonoboyo. 

Situs Wonoboyo

Dia memaparkan Situs Wonoboyo di Lingkungan Jatirejo, Wonogiri, sangat mungkin diidentifikasi sebagai Desa Paparahuan pada era Mataram Kuno. Selain terletak di tepi Sungai Bengawan Solo, lokasi itu dinilai strategis dijadikan tempat penyeberangan untuk menghubungkan dua wilayah di kedua sisi sungai. 

Menurut Nastiti, berdasarkan keterangan WF Stutterheim, sampai pada 1934 di Sungai Bengawan Solo di Dusun Jatirejo masih ada kegiatan penyeberangan untuk menyeberangkan ternak. Ternak tersebut merupakan komoditas yang diperjualbelikan saat hari pasaran. Saat ini penyeberangan tersebut sudah tidak ada. 

“Jika melihat Situs Wonoboyo, lebih tepat jika diidentifikasikan dengan Desa Paparahuan dibandingkan dengan Dusun Kedungprahu, Desa Pare dan Dusun Kedungprahu, Desa Karanglor [Manyaran] yang berada di dataran tinggi dan tidak mempunyai transportasi sungai,” jelasnya.

Epigraf cum Filolog Sraddha Institute, Rendra Agusta, mengatakan Prasasti Telang kali pertama ditemukan warga pada 17 Juli 1933 saat Mangkunegara VII mengunjungi pesanggrahannya di Desa Wonoboyo.  Prasasti Telang dikeluarkan Raja Mataram Kuno, Dyah Balitung, pada 6 Parogelap bulan Posya 825 Saka atau 11 Januari 904 Masehi.

Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Wonoboyo, Wonogiri, Ning Pras, menyebutkan Lingkungan Jatirejo berada di tepi timur Sungai Bengawan Solo atau sisi timur Jembatan Jurang Gempal. Dia juga menyebut Rumah Pelayanan Sosial Eks Psikotik Esti Tomo berada di Dusun Jatirejo, Kelurahan Wonoboyo.

“Sekarang sudah tidak ada lagi kegiatan penyeberangan yang menggunakan perahu,” kata Ning. 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif