Soloraya
Senin, 1 Mei 2023 - 09:45 WIB

Melestarikan Budaya Kerajaan Mataram Lewat Gladen Jemparingan di Sriwedari Solo

Nova Malinda  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pemanah mengikuti Gladen Alit SIPAS Solo di Sriwedari, Minggu (30/4/2023). (Solopos.com/Nova Malinda).

Solopos.com, SOLOJemparingan atau panahan adalah salah satu kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia, khususnya masyarakat Jawa. Di tengah pesatnya perkembangan akulturasi budaya, tradisi milik Kerajaan Mataram masih eksis menjadi primadona bagi sejumlah kalangan.

Masih serupa dengan olahraga panahan, jemparingan punya ciri khas gaya membidik yang dilakukan dengan cara lenggah atau bersimpuh. Ketika berlatih jemparingan, peserta laki-laki biasanya memakai surjan lengkap dengan jarik plus ikat kepala. Sementara, untuk perempuan biasanya memakai kebaya.

Advertisement

Jemparingan terus dilestarikan oleh sejumlah komunitas di Nusantara. Salah satunya oleh Komunitas Semut Ireng Pop Archery Sriwedari (SIPAS) Solo.

Pembina SIPAS sekaligus maestro jemparingan asal Solo, Edy Roostopo yang akrab disapa Kakung Popop menjelaskan, komunitasnya rutin menggelar gladen atau latihan jemparingan bersama setiap pasaran Sabtu Legi. Selain itu, komunitas juga punya agenda rutin tahunan yang bernama Solo Open Archery Competition.

Advertisement

Pembina SIPAS sekaligus maestro jemparingan asal Solo, Edy Roostopo yang akrab disapa Kakung Popop menjelaskan, komunitasnya rutin menggelar gladen atau latihan jemparingan bersama setiap pasaran Sabtu Legi. Selain itu, komunitas juga punya agenda rutin tahunan yang bernama Solo Open Archery Competition.

“Biasanya Oktober, tapi setelah pandemi kami belum berani bergerak lagi sesuai inbauan pemerintah. Kami berharap tahun ini sudah bisa,” papar Kakung Popop saat ditemui Solopos.com di Sriwedari, Minggu (30/4/2023).

Dimulai sejak 2017, Solo Open Archery Competition yang diadakan sebelum pandemi diikuti sekitar 1.500 orang peserta dari pelosok tanah air. Gladen Ageng tersebut diadakan selama satu pekan.

Advertisement

Terdapat perbedaan dari masing-masing divisi, tapi yang paling mencolok adalah posisi memanah yang tradisi duduk, sementara divisi lainnya berdiri. Adapun sasaran bidik tidak berbentuk lingkaran berwarna-warni, melainkan bandulan menyerupai boneka yang digantungkan (nggandhul).

Sebanyak 122 peserta jemparingan ikut Gladen Alit di Sriwedari pada Minggu (30/4/2023). Di hari yang cerah itu, Mereka mulai melesatkan anak panah sejak pukul 09.00 WIB. Seluruh peserta jemparingan bergaya busana tradisional ala ksatria Mataram dan menggunakan busur tanpa alat bantu apapun.

Adapun mereka yang berhasil melesatkan anak panah tepat pada bandulan akan mendapatkan hadiah sederhana. Seperti bungkusan mi instan, sabun cair, kopi, dan makanan ringan.

Advertisement

“Yang ikut ini ada yang dari Jogja, dari Jawa Timur, Pacitan ada,” jelas Pembina SIPAS Solo, Bambang Subiyanto di lokasi yang sama.

Salah satu esensi dari gladen yang digelar pada Minggu kemarin adalah untuk menyambung silaturahmi para pecinta panahan. Gladen tersebut pun digelar untuk melestarikan budaya jemparingan yang dimiliki Kerajaan Mataram sejak dahulu.

“Ayo kita lestarikan budaya peninggalan nenek moyang, kalau bukan kita siapa lagi,” ucap dia.

Advertisement

Komunitas penggiat panahan terbilang cukup banyak di Tanah Air. Untuk Soloraya saja disebutkan ada lebih dari 60 klub, Yogyakarta juga sama.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif