SOLOPOS.COM - Dari kiri moderator, Albertus Rusputranto; Seniman teater asal Solo, Ista BP; dan seniwati teater asal Belanda, Jet Smeets dalam Bincang Santai Membaca Ulang Perjalanan Teatar di Rumah Banjarsari Solo, Jumat (11/7/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Teater tidak sekadar menjadi seni pertunjukan yang menghibur, terkadang muatan ceritanya bisa saja mengangkat persoalan-persoalan sosial. Berangkat dari situ tidak jarang teater mampu menjawab persoalan sosial yang sedang dihadapi masyarakat.

Hal itu disampaikan seniman teater asal Arnhem, Belanda, Jet Smeets dalam bincang santai Membaca Ulang Perjalanan Teater di Rumah Banjarsari, Jumat (11/8/2023) malam.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Perempuan yang akrab dipanggil Alita itu menyebut di negara asalnya, peran teater bisa sebagai medium mengangkat persoalan masyarakat.

“Misal ada masalah tentang kemiskinan anak muda di Belanda, kita bisa buat naskah tentang itu dan ternyata anak-anak merasa mewakili. Masalah-masalah sosial bisa dibicarakan melalui seni teater,” kata dia dalam bincang santai.

Seniwati yang pernah kuliah di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Solo itu menyebut dengan begitu seni teater bisa membantu masalah di Belanda. Fungsi seni secara umum juga tidak berhenti sebagai hiburan semata.

Alita membagi dua macam teater di Belanda. Dia mengatakan ada pertunjukan teater profesional dan teater amatir. Meski begitu dia merasa sulit mendefinisikan keduanya. Biasanya teater profesional berangkat dari perguruan tinggi atau sekolah seni formal di Belanda.

“Pertunjukan yang ditampilkan [teater profesional] biasanya berangkat dari naskah teater klasik lalu diubah sedikit agar menarik,” lanjut dia.

Sebaliknya, teater amatir banyak berangkat dari seniman yang lebih bebas dan tidak berorientasi pada profit. Alita menyebut justru teater amatir di Belanda sering mengangkat cerita lokal yang dibuat menjadi naskah dan dipentaskan.

“Kalau teater amatir biasanya memang berangkat dari cerita lokal. Itu malah semakin terasa oleh penonton [warga lokal], karena bisa mengangkat isu setempat,” kata dia.

Kelompok teater amatir itu bisanya memang sudah menjajaki kota tertentu yang bakal digunakan untuk pementasan. Seperti yang biasa dilakukan Alita, yakni melakukan riset seperlunya. Dengan begitu menjadi jelas persoalan apa yang bisa diangkat di atas panggung.

“Saya pribadi sebelum membuat pertunjukan teater selalu ada kajian atau riset di tempat itu. Karena kita harus ada ikatan dengan masyarakat. Supaya teater bisa memberikan kontribusi langsung,” lanjut dia.

Melalui riset itu pula, seniman teater memiliki ikatan dan memahami betul persoalan yang dihadapi. Alita mencontohkan adanya masalah ekologi di tempat tertentu, maka para seniman bisa membuat pertunjukan tentang pentingnya merawat lingkungan.

Lantaran memiliki visi yang jelas, Alita menyebut pemerintah Belanda mendukung kesenian teater dan terkadang malah mau memberikan pendanaan. Hal itu menurutnya pemerintah menyadari pentingnya peran seni guna mengatasi masalah di Belanda.

“Meski kesadaran pemerintah tidak datang tiba-tiba, kita harus berjuang selama sepuluh tahun terlebih dahulu untuk melebarkan seni ke pemerintahan. Akhirnya, pemerintah mengerti itu dan seni diberikan ruang” kata dia.

Dalam perjalanan teater di Indonesia, sering sekali seni pertunjukan itu dijadikan sebagai medium kritik ke pemerintahan dan menjadi oposisi. Namun seperti di Belanda, tidak menutup kemungkinan ada kolaborasi bersama pemerintah lewat teater.

“Dengan pemerintah kota, kita harus menyelesaikan masalah apa. Contoh ada satu jalan di satu kampung [di Belanda] banyak anak muda yang mengganggu orang-orang tua [lansia]. Sehingga jalan itu jadi sepi,” kata dia.

Melalui persoalan tersebut, Alita mengusulkan untuk membuat mural bersama anak muda dan lansia di area kampung itu. Dengan begitu ada interaksi antara warga, sampai akhirnya hubungan anak muda dan lansia jadi lebih cair.

“Maka biar didukung pemerintah, harus ada ikatan dengan masyarakat. Visinya juga harus sejalan. Jadi bekerja untuk masyarakat, berangkatnya juga dari problem sosial setempat,” kata dia.

Di Indonesia, sebenarnya sudah sering ada pementasan yang mengangkat isu-isu sosial. Misal salah satu pementasan paling fenomenal kala itu pentas karya Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) berjudul Lautan Jilbab.

Pementasan itu berangkat dari larangan pemerintah Orde Baru atau era Presiden Soeharto yang melarang muslimah mengenakan hijab di ruang publik. Cak Nun bersama Teater Dinasti, pada akhir 80-an mengangkat persoalan jilbab itu ke atas panggung. Pada pentas itu, kesenian teater mengambil peran sebagai oposisi pemerintah.

Seniman teater asal Solo yang cukup lama tinggal di Belanda, Ista BP juga menceritakan pengalamannya yang sama tentang peran teater dalam mengangkat isu penting di masyarakat. 

Ista BP sendiri merupakan seniman asli Solo. Berangkat dari keluarga yang selalu bersinggungan dengan teater, membuatnya terjun dan mencintai seni pertunjukan itu. Dia sendiri mengaku kenal seni teater melalui ayahnya. 

Pria yang saat ini masih aktif berteater dan berdomisili di Belanda itu pernah tergabung di beberapa kelompok kesenian seperti Teater Jejak, Teater Ruang & Teater’t. 

Memang menurut pengamatannya selama berkesenian teater di Belanda, pria lulusan STSI Solo itu menyebut pertunjukan teater amatir lebih sering melakukan pentas di kampung-kampung dan membuat cerita sendiri, ketimbang di panggung besar.



Beberapa persoalan sosial yang sering diangkat seperti protes tentang kenaikan harga kebutuhan pokok, permasalah tentang perbedaan kultur, dan diskriminasi ras. “Apalagi di Belanda itu banyak imigran yang masuk, dan itu menjadi masalah sosial di sana,” ujar Ista.

Tidak heran posisi kesenian teater, baik di Solo, Indonesia sampai Arnhem, Belanda sekalipun, sebenarnya menempati posisi yang penting, yakni sebagai medium guna mengangkat persoalan sosial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya