Soloraya
Kamis, 22 September 2011 - 23:30 WIB

Menagih janji relokasi tanah HM (Bagian I)

Redaksi Solopos.com  /  Eni Widiastuti  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BONGKAR RUMAH-Warga membongkar rumah mereka, di Bantaran Sungai Bengawan Solo RT 2/RW VIII Pucangsawit, Jebres, Solo, Minggu (13/6/2010). Sebagian rumah di kawasan tersebut telah dibongkar, dan warga mulai menempati rumah relokasi di kawasan Sutan, Mojosongo. (Dok.Solopos)

Solo (Solopos.com)–“Pak Wali yang saya banggakan, saya pengikut dan penggemar bapak. Saya selalu lihat bapak setiap kali tampil di televisi nasional. Pak Jokowi sudah berhasil memindahkan pedagang kaki lima (PKL) juga mengembangkan pasar tradisional. Tapi mengapa relokasi 18 keluarga saja belum direalisasikan. Saat ini kondisi kami ibarat termehek-mehek. Jika kepala ini dibelah, otak ini pasti sudah pecah. Begitu juga jika dada tua ini dibelah, di situ pasti terlihat hati saya sudah sangat mendidih.”

Advertisement

Demikian curahan hati Basirun, salah seorang dari 18 pemilik tanah bantaran Sungai Bengawan Solo di Kelurahan Pucangsawit, Jebres, perihal ketidakjelasan agenda relokasi Pemkot Solo. Untuk kali keempat, bersama belasan pemilik tanah HM lainnya, Basirun mendatangi Loji Gandrung, Rumah Dinas (Rumdin) Walikota, Joko Widodo (Jokowi), Rabu (21/9/2011) malam. Namun lantaran Walikota sedang berada di luar kota, Basirun dkk diterima oleh Sekda Solo, Budi Suharto.

Maksud kedatangan mereka untuk menagih janji relokasi dari Walikota. Sebab mereka sudah tidak tahan terombang-ambing dalam ketidakjelasan relokasi. Sejak alat-alat berat Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) beroperasi di bantaran Bengawan, kehidupan Kelompok 18 (Basirun dkk-red) menjadi karut marut.

Tanpa izin, belasan pohon pisang di lahan bantaran RT 2/RW VI Pucangsawit milik Basirun dibatas habis. Basirun yang kesehariannya tinggal di RT 3/RW III Kelurahan Sewu itu hanya bisa mengelus dada saat mendapati pohon pisang yang dirawatnya selama ini sudah ludes.

Advertisement

“Pak Jokowi harus ingat, Bapak bisa naik menjadi Walikota saat ini diantaranya berkat suara kami. Kami berikan suara kami untuk Bapak pada Pilkada lalu. Kami hanya ingin segera mendapat kepastian relokasi. Kami ingin selesaikan ini secara keleluargaan, kami juga ingin menjadi contoh seperti Pak Wali menjadi contoh Solo sukses,” katanya saat ditemui wartawan.

Namun lantaran sering berbedanya pernyataan antara Walikota dengan Wawali, FX Hadi Rudyatmo, ihwal tahapan relokasi tanah HM, Basirun mengaku semakin kesal. Apalagi beberapa kali Wawali menyampaikan relokasi tanah HM baru bisa dilakukan tahun depan. Padahal Walikota menyatakan akan memprioritaskan 18 pemilik tanah di Pucangsawit.

Sebab kondisi mereka kian terjepit. “Jika Wawali orang biasa, sudah saya ajak berkelahi. Sakit hati ini Pak,” ungkap Basirun. Keluhan serupa disampaikan Dewi, pemilik tanah seluas 70 meter persegi di bantaran Pucangsawit, yang dibelinya sekitar tahun 2002 lalu seharga Rp 12 juta.

Advertisement

Sejak membeli tanah bantaran dan mempunyai sertifikat resmi, Dewi tidak bisa menempati lahan itu. Sehingga sejak tahun 2009 dia bersama suami dan dua anaknya harus kontrak di RT 5/RW XVII Bibis Kulon, Banjarsari seharga Rp 2 juta/tahun. Tapi belakangan persoalan
baru muncul. “Beberapa waktu ini saya sering bertengkar dengan suami mengenai rencana anak ketiga. Kami sampai harus menunda anak ketiga karena sedang di kontrakan,” keluhnya.

Kondisi lebih parah dialami Puji yang selama ini tinggal di tanah bantaran bersama dua anaknya. Karena merasa tidak betah, dia akhirnya mengontrak rumah di Jagalan. Namun sayangnya seseorang yang dikenal dekat dengan Wawali mendatanginya dan menawarkan uang ganti rugi relokasi Rp 8 juta. “Mana ada ganti rugi tanah HM, rumah berkeramik, tembok cor bata senilai itu,” Curhat-nya kepada Sekda. (Bersambung)

(Oleh: Kurniawan)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif