SOLOPOS.COM - Seniman tari yang juga petani organik asal Bulakrejo, Desa Tangkil, Sragen Kota, Danyang, 56, menari 12 jam di Taman Krido Anggo Sragen, Sabtu (27/4/2024). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, SRAGEN — Perayaan Hari Tari Sedunia di Taman Krido Anggo Sragen, Sabtu (27/4/2024), terasa istimewa dengan penampilan 38 jenis tarian dari 20 sekolah dan sanggar tari di Bumi Sukowati. Di antara mereka, Danyang, seorang seniman tari asal Tangkil, Sragen, menarik perhatian dengan aksi menarinya yang direncanakan berlangsung selama 12 jam tanpa henti.

Danyang, pria yang sudah berusia 56 tahun, sejak pukul 10.00 WIB mengukir gerakannya dengan luwes dan gesit, mengikuti irama tarian anak-anak yang tampil. Bahkan, gerakannya lebih lincah dan pas dengan gending tarian dibandingkan anak-anak dari sanggar tari itu sendiri. Ia direncanakan menari hingga pukul 22.00 WIB.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Danyang menari dengan telanjang dada, hanya bermodal selendang di lehernya dan celana panjang hitam yang dibalut jarit. Di punggungnya, tersemat keris model ladrang Surakarta. Semua gerakan dan tariannya dilakukan secara spontanitas.

Danyang bukan orang sembarangan. Dia adalah sesepuh sanggar tari di berbagai daerah di Soloraya dan pernah memecahkan rekor menari 24 jam pada masa pemerintahan Bupati Sragen Agus Fatchur Rahman. Kini, dia kembali menari dalam durasi lama atas permintaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sragen untuk meramaikan Hari Menari Sedunia.

Bagi Danyang, menari adalah hidupnya. Dia sudah gemar menari sejak kecil dan ingin menanamkan kecintaan itu kepada generasi muda.

Danyang yang juga jebolan Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) yang kini menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Solo memiliki Sanggar Seni Subur Budaya di Tangkil, Sragen. Meskipun sanggar tari itu terbilang kembang-kempis, setidaknya masih ada siswanya.

Selebihnya, Danyang menjadi pembina sanggar seni di wilayah Soloraya, sampai Temanggung dan Wonosobo. Bahkan Danyang juga tergabung dalam Indonesia Satu. Kini, Danyang memiliki kesibukan lain sebagai petani organik.

“Saya sengaja menari 12 jam ini supaya menjadi inspirasi dan motivasi bagi para generasi muda agar tetap mencintai seni tari. Yang sudah tua saja masih menari, masa yang muda kalah. Seni tari itu seni peninggalan leluhur yang memiliki nilai. Saya sering menekankan pengenalan seni tari sejak dini,” ujarnya.

Pesan Danyang digemakan oleh Sriyanto Damen, seniman tari dari Sanggar Sedap Malam Sragen. Dia juga ikut menari bersama anak-anak untuk memotivasi generasi muda. Damen berharap pemerintah daerah dapat memberikan anggaran kepada sanggar tari untuk pentas secara bergiliran.

“Potensi penari Sragen itu banyak sekali. Hampir di jenjang SD, SMP, SMA sederajat memiliki ekstrakurikuler menari. Belum para penari dari sanggar seni,” jelasnya.

Perayaan Hari Tari Sedunia di Sragen menjadi bukti semangat para seniman tari untuk melestarikan budaya dan tradisi. Dengan dukungan dari pemerintah dan masyarakat, seni tari di Sragen diharapkan dapat berkembang pesat dan melahirkan talenta-talenta baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya