SOLOPOS.COM - Andi SW (atas) dan Darsono Djarot (bawah) beraksi di atas panggung dalam pentas berjudul Puthut Gelut: Si Lahir vs Si Batin di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Rabu (28/2/2024). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO–Di tengah gelapnya panggung malam itu, lampu sorot tertuju pada karakter Si Perempuan yang diperankan oleh Yashinta dalam pentas berjudul Puthut Gelut: Si Lahir vs Si Batin di Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Rabu (28/2/2024).

Dia mengenakan daster merah bermotif bunga sedang duduk dan nampak memegang kunci. Di atas benda yang mirip cangkang kura-kura itu, dia nampak sibuk ngutak-atik kunci. Hingga satu kunci tak sengaja terjatuh di lantai.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Bersamaan dengan iringan musik mencengkap dan suara lonceng, Si Perempuan kemudian berdiri sambil menunjuk seluruh sudut panggung dengan memutarkan badan secara perlahan. Lalu dia maju selangkah mengambil kunci yang terjatuh sambil menatapnya dengan serius. 

Lalu di sudut kiri dan kanan punggung muncul dua orang dengan kaus orange memperagakan gerakan pantomim dan tarian secara bersamaan. Dua orang itu adalah Andy SW yang memerankan Si Lahir dan Darsono Djarot yang memerankan Si Batin.

Selang sesaat, Si Perempuan perlahan pergi meninggalkan panggung. Kini tinggal dua orang yang manari-nari di atas benda yang merip cangkang kura-kura itu. Gerakannya patah-patah, tegas, dan terasa selaras. Mereka menari-nari tanpa iringan musik.

Panggung teater yang semula hening kini kembali bersuara seperti angin yang berasal dari sudut-sudut ruang. Dua orang yang menggambarkan Si Batin dan Si Lahir dalam diri menusia itu terus berinteraksi lewat gerak tarian dan pantoninm di bawah Permaian lighting yang menawan.

Sekarang mereka berdua beradu dan bertengkar satu sama lain. Interaksi fisik hingga saling sentuh tidak terhindarkan. Kemudian mereka mengoyak-koyak benda yang mirip cangkang itu meski tidak sampai rusak. Lalu diangkat bernama, ketika diperlihatkan ke penonton dari depan ternyata tampak seperti bola mata.

Tidak lama kemudian, mereka tiba-tiba berteriak dan menjatuhkan benda itu dengan posisi terbalik. Selang beberapa saat, Si Perempuan yang mengenakan daster merah itu muncul dari belakang ruang teater. 

Dia masih saja membawa beberapa kunci sembari menghampiri cangkang yang kini posisinya sudah terbalik. Perempuan itu secara perlahan-lahan, satu per satu, memasukkan kunci ke cangkang.

Setelah itu Si Lahir dan Si Batin itu kembali berinteraksi dengan gerakan pantomim. Selang beberapa saat mereka menaiki cangkang itu seperti perahu. Di atas, mereka saling berbincang meski hanya dengan bunyi-bunyian. Mereka juga tertawa, saling bersandar, merangkul dan diakhiri siulan dengan menirukan nada lagu Fly Me to the Moon.

Pentas yang berlangsung sekitar satu jam lebih itu berakhir dan disambut riuh tepuk tangan penonton yang hadir. Pentas ini menjadi kolaborasi tiga seniman yakni pantomimer, Andi SW; koreografer, Darsono Djarot; dan didukung oleh skenografer, Sugeng Yeah dari belakang panggung. 

Darsono Djarot ketika berbincang dengan Solopos.com selepas pentas mengatakan dirinya beserta dua seniman lain yang terlibat sepakat mengangkat tentang kemanusiaan yang berkaitan dengan isi batin dan lahir manusia. Maka pementasan ini mengangkat kisah dua tokoh, Si Lahir dan Si Batin.

“Kalau Si Perempuan yang membawa kunci di awal itu sebagai metafora. Kunci sendiri itu sebagai pembuka, semuanya memang harus dibukakan, rasanya begitu ya,” kata dia.

Dia mengatakan materi pementasan diambil dari metafora Puthut Gelut, yang merupakan orkestrasi dari gamelan gender. Puthut Gelut yang dipilih sebagai judul terinspirasi dari teknik bermain alat musik Gender. Dalam teknik Puthut Gelut kedua tangan penabuh memukul Gender secara berdekatan dengan melodi yang berbeda namun menciptakan sebuah harmoni. 

“Puthut Gelut pengertiannya bagaimana tangan kiri dan kanan saling mengisi, saling menutupi, dan saling memberi kekuatan. Artinya menjadi orkestrasi yang kuat untuk didengarkan dengan nilai yang baik,” kata dia.

Bagi Darsono Djarot yang besar dari seni tari tradisi, butuh waktu untuk bisa berduet dengan pantomimer, Andi SW. Mereka berdua memang memiliki latar belakang yang berbeda. Mereka mengakali itu dengan mempersiapkan pentas dan latihan kurang lebih enam bulan.

“Sehingga di atas panggung itu seperti improvisasi, karena sudah sangat cair. Jadi kita tahu harus apa untuk saling mengisi. Itu tidak bisa kalau tanpa latihan panjang, dan kita sudah ketemu intens selama enam bulan,” kata dia.

Djarot mengungkap tidak cukup baginya hanya latihan dengan Andi SW. Namun juga diperlukan menyambungkan rasa dan pikiran agar bisa selaras di atas panggung. “Ini dalam rangka untuk tuning, supaya jadi satu dalam sebuah proses itu sendiri,” kata dia.

Melalui keserasihan gerak dua seniman itu, dirinya ingin menyampaikan pesan agar orang menghargai diri sendiri dengan menyelaraskan lahir dan batin yang ada di setiap orang. 

Pementasan ini didukung oleh Taman Budaya Jawa Tengah, Yeah Foundation, Studio Taksu, SOC Lighting Kleb, dan Kerja Keras. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya