SOLOPOS.COM - Pasar Ngemplak( JIBI/dok)

Beragam sayuran tertata tak begitu rapi di meja kayu panjang. Sawi, wortel, kentang selada, tomat, bawang, ditempatkan di wadah-wadah terpisah menutupi meja lapuk yang telah dimakan usia.

“Kondisi pasar ini sekarang ya seperti ini, Mbak. Sepi tak seperti dulu. Para pedagang sudah banyak yang tutup karena memang jarang ada pembelinya. Padahal pasar ini dulu ramai sekali. Pedadang dan pembeli penuh sampai berjejalan sekarang ibaratnya kalau untuk main sepak bola saja bisa,” jelas Marni,45, salah satu pedagang sayur di Pasar Ngemplak, Nusukan, Solo kepada solopos.com, belum lama ini.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Menurut Marni, banyak masyarakat yang lebih suka berbelanja ke supermarket atau minimarket yang saat ini banyak tersebar.

Senada dengan Marni, seorang pedagang kerupuk, Samiyem, 55, juga menyayangkan kondisi sepinya pasar tempatnya mengais rupiah sejak 20 tahun terakhir.

“Kami kalah saingan dengan pedagang sayur keliling dan minimarket. Meski sudah seperti ini saya tidak ingin pergi dari sini. Saya masih berharap pemerintah segera memperbaiki pasar ini seperti pasar-pasar yang lain,” ujar Samiyem.

Sekelumit gambaran tersebut adalah selembar potret kehidupan orang-orang pinggiran di tengah Kota Solo yang sangat ini tengah berkembang pesat.

Saat ini di Kota Solo yang memiliki luas wilayah sekitar 44 km persegi dan penduduk kurang lebih 500.000 jiwa ini kini telah memiliki tak kurang dari 20 pusat perbelanjaan termasuk didalamnya mal, supermarket, hingga hypermarket. Jumlah ini belum termasuk minimarket yang telah tersebar hampir di setiap sudut kota. Saat ini, berdiri tak kurang dari 49 toko modern yang telah beroperasi. Sementara 30 minimarket baru menunggu izin.

Namun di tengah pesatnya pembangunan fisik tersebut seringkali terselip ceceran persoalan-persoalan kemanusiaan yang terkadang terlupakan.  Dan masalah ini mungkin tidak saja terjadi di wilayah Solo, namun juga di wilayah-wilayah lain.

Berbagai potret kemiskinan dan tak kunjung turunnya angka pengangguran, meski ditengah pesatnya pembangunan, merupakan persoalan mendasar yang tak kunjung selesai terurai.

Data Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 mencapai 97,9 juta jiwa atau setara dengan 40 persen penduduk.

Sementara dari data Kemenkoresra, menunjukkan angka kemiskinan Indonesia memang menurun dari 15,9% (2005) menjadi 11,37% (Maret 2013). Namun angka itu masih di bawah target angka kemiskinan 8-10% pada 2014.

Selama ini memang banyak bukti yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun bukti tersebut lebih berorientasi pada peningkatan produksi dengan mencapaian target kuantitas semata dengan menyesampingkan masalah pendistribusian kesejahteraan secara merata. Disparisasi kian terelaborasi. Pemerintah daerah pun sering tak kuasa menahan godaan permintaan izin pendirian ritel-ritel raksasa berbentuk waralaba dengan dalih ramah investasi

Alhasil para pemilik modal besarlah yang semakin berkibar.Sementara masyarakat pinggiran semakin tersingkir. Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial yang perlu penanganan serius. Karena kemiskinan terkadang merupakan akar dari permasalahan sosial lain.  Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Science Vancouver, Kanada menyebutkan, kemiskinan bisa menyerap banyak energi mental seorang individu sehingga mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki sedikit tenaga pada otaknya untuk berkonsentrasi pada bidang lain dalam hidupnya.

Itulah yang menyebabkan orang yang hidup berkekurangan secara finansial cenderung membuat keputusan buruk yang malah memperparah situasi mereka. Itulah yang menyebabkan orang yang hidup berkekurangan secara finansial cenderung membuat keputusan buruk yang malah memperparah situasi mereka. Sehingga tak jarang  masalah kemiskinan akan memunculkan masalah lain yang tak kalah serius, seperti merebaknya penyakit masyarakat dan meningkatnya angka kriminalitas.

Ironisnya, dengan mengatasnamakan pembangunan, program pemerintah terkadang tidak memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat kalangan bawah, tetapi justru mereduksi kemampuan swadaya lokal.

Seperti misalnya pemberian bantuan permodalan usaha kepada masyarakat miskin. Di satu sisi memang telah berhasil mendongkrak angka-angka produksi namun kesenjangan makin melebar dan potensi masyarakat banyak yang tersungkur digerus modernisasi. Belum lagi masalah korupsi,  panjangnya alur birokrasi, pemotongan di sana-sini,  terkadang bantuan tak cepat dan akurat sampai ke tangan masyarakat yang berhak mendapat.

Bahkan , dalam praktiknya, berbagai aktivitas yang mengatasnamakan ”pembangunan” sering kali salah arah, bahkan kontraproduktif lantaran menafikan aspek hak asasi manusia (HAM) dan melukai hati nurani rakyat kecil. Di sinilah pentingnya sebuah konsep pembangunan dalam otonomi daerah yang berkonsep, terukur dan terarah.

 

Pembangunan Manusia Seutuhnya

Memang awalnya, semangat desentralisasi yang dibungkus promosi good governance dalam penegakan otonomi daerah memang awalnya memiliki tujuan mulia, yakni untuk mendekatkan rakyat kepada pengambilan keputusan di daerah.

Namun pada praktiknya, pelaksanaan good governance secara empiris sepertinya belum berlangsung ideal karena sering kali dipolitisasi oleh kalangan elite di daerah. Kalangan ini seperti para penguasa kecil di wilayah masing-masing, dengan kekuasaan luas dalam menentukan arah kebijakan wilayahnya.  Akhirnya masyarakat lagi-lagi menjadi korban dengan semakin banyaknya pelanggaran hak asasi melalui kebijakan pembangunan yang tidak berperspektif HAM, pembangunan yang tak terarah dan asal mengejar target produksi semata.

Padahal, menurut Ignas Triyono seorang Analis Masalah HAM di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam sebuah tulisannya, ada satu yang hal mendasar yang tidak boleh dilupakan dalam mewujudkan pembangunan di daerah yakni pembangunan manusia seutuhnya melalui penghormatan norma-norma HAM dalam setiap kebijakan di daerah.

Selain itu pembangunan yang terarah dan terkonsep juga diperlukan dalam penegakan otonomi daerah. Keberimbangan pemanfaatan dana pembangunan di daerah-daerah sampai saat ini masih jauh dari ideal. Hampir sebagian besar anggaran daerah teralokasikan untuk belanja pegawai sementara penyerapan anggaran untuk membangunan masyarakat masih minim. Jangankan membangun masyarakat seutuhnya yang sejahtera lahir dan batin, untuk membangun infrastruktur saja terkadang daerah masih sering beralasan keterbatasan dana. Ironisnya tak sedikit kasus-kasus penggelapan dana pembangunan oleh kalangan birokrat maupun legislatif juga semakin merebak.

Tampaknya, pengoptimalan kinerja aparat pemerintah untuk bisa memanfaatkan menggali potensi daerah yang pada akhirnya bisa meningkatkan pendapatan daerah masih belum terlaksana nyata. Sementara masih saja ada kasus banyaknya para pegawai negeri di daerah yang melanggar kedisplinan.



Di sinilah pentingnya pemberdayaan pegawai. Disamping meningkatkan kemampuan atau skill, pengembangan dan pembentukan moral aparat pemerintah tak boleh dikesampingkan.

Sebab, moral yang baik akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang bersih dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.  Ini penting agar tercapai pemerintah yang clean, transparan dan akuntabel.

Untuk itu konsep yang jelas dan terarah sangat diperlukan pemerintah daerah dalam menata dan membangun wilayah.  Penentuan target juga sangat diperlukan agar navigasi pembangunan tepat, cepat dan tak keluar jalur.

Kepala daerah antara lain harus memiliki konsep pembangunan berkelanjutan & berkeadilan, konsep manajemen pemerintahan yang efektif & efisien, konsep investasi yang mengakomodir kepentingan pihak terkait, serta berbagai konsep kebijakan lainnya.

Kebijakan  tak boleh hanya berpihak kepada berbagai stakeholder, namun harus berpedoman untuk kepentingan masyarakat luas.  Jika hal ini telah berjalan,  diharapkan pembangunan masyarakat seutuhnya akan segera bisa tercapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya