Soloraya
Rabu, 11 Januari 2023 - 17:50 WIB

Menelisik Persoalan di Museum Sangiran Sragen, Pedagang Mengeluh Parkir Jauh

Galih Aprilia Wibowo  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Museum Manusia Purba Sangiran. Foto diambil Rabu (11/1/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Museum Manusia Purba Sangiran di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe menjadi destinasi wisata unggulan Kabupaten Sragen. Di balik ketenaran namanya, ada sejumlah masalah di balik objek wisata yang sudah ditetapkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Dunia ini.

Salah satu masalah itu berangkat dari keluhan sejumlah warga lokal yang berjualan suvenir dan makanan di kawasan Museum Manusia Purba Sangiran, Sragen. Mereka terus mengeluhkan sepinya pembeli sejak lokasi parkir pengunjung dipindah oleh pengelola.

Advertisement

Lokasi parkir pengunjung yang tidak berada di dalam kawasan museum membuat wisatawan tidak tertarik untuk mampir di kios mereka. Parkir kendaraan pengunjung kini ditempatkan di Sub terminal yang lokasinya berjarang sekitar 600-an meter dari gerbang museum. Lalu dari jarak gerbang museum sampai pintu masuk sekitar 300-an meter.

Keluhan tersebut salah satunya diungkapkan oleh Warsono. Pedagang makanan ini menguraikan setelah lokasi parkir dipindah, pendapatan hariannya semakin berkurang. Warsono menilai tempat parkir kendaraan seda motor dan mobil seharusnya dibedakan.

Ia ingin sepeda motor bisa parkir ke dalam kawasan museum seperti dulu. Sedangkan untuk mobil dan bus bisa parkir di subterminal seperti saat ini.

Advertisement

Karena lokasi parkir yang jauh dari museum, Warsono menduga banyak wisatawan yang enggan jalan-jalan melihat kios suvenir warga. Wisatawan cenderung ingin cepat-cepat sampai lokasi parkir karena lokasinya jauh.

Deretan kios suvenir dan kuliner di objek wisata Museum Manusia Purba, di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, pada Jumat (30/12/2022) yang sepi pembeli. (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

“Pelaku UMKM [usaha mikro kecil dan menengah] ini bangkrut, entah warung makanan, entah suvenir,” terang Warsono saat ditemui wartawan di sekitar Situs Sangiran pada Rabu (11/1/2023).

Semenjak pandemi Covid-19, lokasi parkir pengunjung Museum Sangiran yang dipusatkan di subterminal tersebut menyebabkan ia dan pedagang lain mengalami penurunan pendapatan hingga 60%. Ada 13 pedagang makanan dan 20-an pedagang suvenir yang terdampak.

“Dua hari cari uang Rp100.000 saja susah,” keluh Warsono.

Advertisement

Ia juga menyayangkan tidak dilibatkannya pedagang dalam rencana pemindahan lokasi parkir dulu.

Banyak Pihak yang Bermain

Sementara itu pemandu wisata lokal di museum, Darmadi, mengungkapkan persoalan lain. Ia menilai Museum Sangiran yang termasuk wisata edukasi bertaraf internasional cenderung mengalami penurunan kualitas palayanan tamu.

Banyaknya pihak yang berwenang di kawasan museum membuat pengelolaan jadi ribet. Ia menyebut museum dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran di bawah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Kemudian tempat parkir milik Pemerintah Provinsi Jateng. Sementara tiket masuknya dikelola oleh Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Sragen.

“Dari banyaknya pintu itu, ketika ada keputusan yang perlu diambil tentu akan selalu sulit. Yang keluar akhirnya kurang berpihak kepada masyarakat,” terang Darmadi.

Advertisement

Ia juga mengaku mendengar banyak keluhan dari para pengunjung terkait pemindahan lokasi parkir yang kini jadi lebih jauh. Pengunjung dikenakan biaya antar Rp6.000/orang untuk pergi-pulang dari lokasi parkir ke gerbang museum. Biaya itu di luar retribusi parkir.

Selain lokasinya yang jauh, adanya empat kelompok pengelola parkir juga menjadi problem. Empat pihak itu, menurut Darmadi, yakni Pemdes Krikilan, Badan Usaha Milik Desa (BumDes), Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Purba Budaya, dan Desa Wisata Sangiran.

Ia pernah memberi masukan agar parkir cukup dikelola BUMDes. Namun usulannya sekadar angin lalu. Perbincangan siapa yang berhak mengelola tempat parkir saja, sambung Darmadi, tidak ada.

Jawaban Kades Krikilan

Terpisah, Kepala Desa Krikilan, Widodo, mengatakan pengelolaan parkir dipegang oleh pemerintah desa bekerja sama dengan warga Dukuh Ngampon, Desa Krikilan. Namun pekerjanya, sambung dia, tidak hanya dari Dukuh Ngampon, ada juga warga dari dukuh lain.

Advertisement

“Sementara ini masih dikelola oleh pengelola desa wisata. Intinya bagaimana supaya bisa memberdayakan masyarakat,” ungkapnya.

Ia mengakui pemindahan lokasi parkir ini memberikan dua dampak yang berseberangan bagi pengelola parkir dan pedagang makanan dan suvenir. Bagi pengelola parkir ada tambahan pemasukan karena ada tambahan jasa antar-jemput. Sementara bagi pedagang makanan dan suvenir di museum sepi pembeli.

Merespons keluhan pedagang, Kepala Balai Pelestraian Situs Manusia Purba Sangiran, Iskandar Mulia Siregar, mengatakan  pihaknya tidak bisa menyenangkan semua orang. Ia menyebut banyak kepentingan yang bermain di kawasan museum.

Pihaknya kini sedang mencoba pengaturan baru rute pengunjung, yakni masuk dari barat dan keluar tetap dari tengah. Ini untuk mengakomodasi kepentingan pedagang yang tidak pernah dilewati pengunjung.

“Ya kami usahakan bagaimana caranya. Hanya itu yang bisa kami lakukan, terkait mengatur pengunjung,” jelas Iskandar saat ditemui di kantornya.

Iskandar juga berharap wisatawan mau jajan walaupun sedikit sehingga dampak ekonomi dari keberadaan Museum Sangiran bisa dirasakan oleh lebih banyak masyarakat.

Advertisement

Untuk pengelolaan parkir, Iskandar menyebut itu merupakan kewenangan pemerintah desa setempat. Terkait pertimbangan pemindahan lokasi parkir kendaraan pengunjung adalah untuk menjadikan kawasan Museum Sangiran lebih bersih.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif