SOLOPOS.COM - Petani milenial, Eko Suwarno, 39, sukses membudidayakan tanaman anggur di lahan belakang rumahnya, di Dukuh Tegalrejo, Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen, pada Jumat (6/1/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Petani milenial, Eko Suwarno, sukses membudidayakan tanaman anggur di lahan belakang rumahnya. Awalnya untuk coba-coba, namun saat panen pertama pada Desember 2022 lalu hasilnya bisa mencapai 200 kilogram.

Kebun anggur itu ia rintis di kebun terbengkalai di belakang rumahnya dengan luas lahan 1.000 meter persegi di Dukuh Tegalrejo, Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Eko menanam 120 tanaman anggur dengan berbagai varietas untuk memanfaatkan lahan tidak produktif tersebut.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Jadi saya awalnya coba untuk menanam anggur, karena ternyata gampang untuk diadopsi, dirawat, dan bisa berbuah. Sebelum menanam 120 tanaman anggur, saya sempat mencoba di samping rumah saya, punya enam tanaman anggur itu saya bisa panen 20 kilogram. Hasilnya saya bagikan ke teman-teman. Jadi berpikir, kalau banyak kan otomatis bisa menjual, baru saya kembangkan di lahan yang lebih luas, di belakang rumah,” terang Eko saat ditemui Solopos.com di Loh Jinawi Farm miliknya, Jumat (6/1/2023).

Eko menjual hasil panen pertamanya melalui Facebook dan Whatsapp dengan harga Rp50.000/kg untuk semua jenis. Ia belajar banyak dari petani anggur di komunitas yang ia ikuti, yaitu Asosiasi Pembudidaya Anggur Sukowati (Apasi). Di sana ia belajar mengenai cara budidaya tanaman anggur dan saling tukar bibit.

Pria 39 tahun itu menguraikan tidak ada kriteria khusus untuk bisa membudidayakan anggur. Karena ia sendiri mengembangkan teknik pembibitan grafting, yaitu dengan menyambungkan dua batang tanaman anggur dari varietas berbeda.

“Jadi bibit anggur lokal yang sudah adaptif dengan tanah di Indonesia atau tropis kami sambung dengan bibit anggur impor. Penyambungannya sederhana, cukup dengan dililit plastik. Kurang lebih dua bulan, grafting tersebut sudah siap, berakar, bisa ditanam,” papar Eko.

Keuntungan membudidayakan dengan teknik grafting adalah petani bisa menentukan jenis varietas yang mau dibuat. Jadi, untuk batang bawah bisa dengan bibit yang sudah adaptif, lalu disambung dengan varietas batang anggur yang diinginkan, seperti varietas Julian, Jupiter, dan lain-lain. “Rasa dan ukurannya berbeda-beda,” ujar Eko.

Merawat kebun anggur, menurut Eko tidak sulit. Ia memakai pupuk organik untuk menekan biaya produksi yang mempengaruhi harga pokok penjualan (HPP). Pupuk cair untuk menekan hama dan penyakit ia buat dari fermentasi buah mojo, karena mengandung asam cair. Kemudian untuk pupuk padat ia menggunakan kotoran ternak yang digiling kemudian difermentasikan.

“Untuk tanaman anggur sendiri sejak ditanam juga harus didukung dengan penyangga, karena memang tanaman merambat. Untuk media tanam, kami pakai yang istilahnya poros, pakai kotoran hewan 30%, sekam lapuk 30%, dan tanah 30%-40% yang bertujuan untuk kestabilan tingkat keasaman media tanam,” tambah Eko.

Prospek Menjanjikan

Prospek kebun anggur Eko bisa dibilang menjanjikan. Walaupun hasil dari panen perdana belum mengembalikan modal awal, tapi untuk selanjutnya ia memiliki keuntungan tidak harus menganti bibit tinggal melanjutkan apa yang telah dirintis.

“Anggur bisa dipanen sepanjang tahun, karena untuk membuahkan harus dipangkas atau pruning secara rutin. Setelah dipangkas tumbuh tunas bersamaan dengan bunga dan akan berbuah langsung. Jadi panen bisa dijadwalkan kapan mau panen,” ujarnya.

Pengendalian hama dan penyakit menjadi tantangan mengelola kebun anggur. Cuaca yang cukup lembab ia siasati dengan menggunakan green house. Tanaman anggur cenderung bagus ketika cuaca panas dan curah hujan tidak terlalu tinggi.

“Menanam anggur sendiri enggak perlu lahan yang luas, bahkan bisa di lahan dua meter persegi, sudah bisa panen anggur di rumah. Juga bisa ditanam pada pot misal ada keterbatasan lahan,” terangnya.

Eko sendiri merupakan salah satu petani milenial yang memperoleh Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Pertanian bersama lima warga Kabupaten Sragen lainnya pada 2021 lalu. Ia didaftarkan oleh pihak desa karena menjadi salah satu pelopor petani muda yang masih getol di bidang pertanian. Pasalnya, banyak pemuda yang memilih meninggalkan pekerjaan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya