Soloraya
Sabtu, 2 November 2019 - 10:42 WIB

Mengaji di Kompleks Gang Jalak Gilingan Solo, Warga Mengaku Tenteram

Adib M Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengajian di musala darurat Gang Jalak, RT 001/RW 006, Gilingan, Solo, Jumat (1/11/2019) malam. (Istimewa/Suwono HS)

Solopos.com, SOLO -- Puluhan warga yang tinggal di sekitar kompleks Gang Jalak, Gilingan, Solo, kembali mengikuti pengajian di musala darurat setempat, Jumat (1/11/2019) malam. Pengajian tersebut merupakan bagian dari upaya penataan kehidupan sosial warga setempat.

Seperti jamak diketahui oleh khalayak, kawasan Gang Jalak yang berada di belakang Terminal Tirtonadi Solo selama ini dikenal sebagai salah satu lokasi yang banyak dihuni para pekerja seks komersial (PSK). Dengan pengajian rutin sekali dalam sepekan tersebut, warga setempat diharapkan bisa menjalani kehidupan dan pekerjaan yang lebih baik.

Advertisement

"Ada banyak [warga setempat] yang masih aktif [terlibat prostitusi]. Tapi bagi yang sudah berhenti, mereka merasakan ketenteraman dalam keluarga. Sekarang mereka mau ikut mengaji dan salat," kata tokoh penggerak masyarakat Gilingan, Suwono Hanang Suhada alias Mbah Wono, kepada Solopos.com, Kamis (1/11/2019).

Sejak adanya musala darurat di kawasan Gang Jalak dua tahun lalu, pengajian tersebut rutin digelar tiap Jumat malam. Jumlah pesertanya beragam tiap pertemuan, namun biasanya berkisar 35-40 orang. Biasanya peserta didominasi oleh ibu-ibu dan sebagian lagi kaum pria warga setempat.

Suwono mengakui ini masih merupakan tahap awal untuk memperbaiki kehidupan masyarakat setempat. Masih banyaknya praktik prostitusi di kawasan belakang Terminal Tirtonadi Solo menjadi tantangan besar. Target Suwono sederhana, yaitu mengajak masyarakat agar pelan-pelan mau beralih ke pekerjaan yang lebih baik meskipun hasilnya sedikit.

Advertisement

"Sekarang ada yang sudah mulai berjualan sembako di rumah, lalu ikut ngaji dan salat. Memang dari berjualan keuntungannya sedikit. Ada yang jadi buruh cuci, pengasuh anak, dan lain-lain," kata Suwono.

Tahap berikutnya adalah membangun masjid pertama di kawasan itu yang kini masih dalam proses. Pembebasan lahan untuk masjid itu sendiri baru berhasil diselesaikan pada Juni 2019 lalu dengan biaya Rp800 juta.

Menariknya, uang untuk pembelian lahan itu merupakan kumpulan dari bantuan dari puluhan donatur baik individu maupun lembaga dari dalam maupun luar Solo. Suwono yang menjadi inisiator musala darurat dan pembangunan masjid tersebut mengakui tak mudah mendapatkan dana sebesar itu. Hingga akhirnya, upaya penggalangan dana dari berbagai pihak membuahkan hasil.

Advertisement

"Setelah 100 tahun tidak ada musala, baru dua tahun ini ada [musala darurat]. Sekarang lagi berupaya membangun masjid di lahan tak jauh dari situ."

"Alhamdulillah pengajian Jumat 1 November 2019 sehabis salat Isya di musala darurat berjalan baik, yang hadir semakin bertambah," tutup Suwono melalui pesan singkatnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif