SOLOPOS.COM - Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati (kanan) berbelanja perlengkapan dapur di Pasar Tambak, Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Kamis (10/8/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Dukuh Tambak yang terletak di Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, memiliki tradisi unik setiap Sura atau Muharam. Tradisi itu berupa pasar tiban dengan transaksi jual beli yang tidak boleh ada tawar-menawar harga.

Tradisi itu diilhami dari cerita tentang kedatangan seorang putra raja Raden Girinoto yang kehabisan bekal dan membeli bahan makanan dan perlengkapan rumah tangga tanpa menawar harga. Acara tradisi pasar tiban itu digelar di seputaran patok Tambak yang kini dikeramatkan dan dibuatkan pendapa untuk melindunginya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Berdasarkan naskah cerita yang dipajang di pendapa, patok itu merupakan tambatan perahu jorong, yakni perahu istimewa dari raja. Patok itu dibuat emban yang menemani Raden Girinoto saat berlabuh di Tambak.

Mbah Minem, 80, warga RT 013, Dukuh Tambak , Desa Sribit, mengaku berjualan di Pasar Tambak setiap tahun sekali selama 40 tahun, meneruskan usaha orang tuanya. Ia menjual perabot rumah tangga dari anyaman bambu, dan gerabah. Ada juga barang kerajinan warga lain seperti pecut, caping atau copil, kendi, dan lainnya.

“Saya jualan di Pasar Tambak ini turun-temurun dari simbah-simbah sebelumnya. Dulu tanahnya tidak seperti sekarang, masih blekok-blekok [berlumpur]. Pembelinya itu dari berbagai daerah. Bahkan ada yang jalan kaki tiga hari tiga malam untuk datang ke Pasar Tambak ini,” jelas Mbah Minem saat berincang dengan Solopos.com, Kamis (10/8/2023).

Jual Kerajinan Tangan

Rata-rata semua pedagang yang jumlahnya 20-an orang berjualan peralatan rumah tangga hasil kerajinan tangan yang dikulak dari Pasar Sragen Kota. Selain Mbah Minem,  ada Sugiyem, 65, yang juga berjualan di Pasar Tambak sejak 20 tahun lalu. Selain di Pasar Tambak, Sugiyem juga berjualan di Pasar Sukowati, Nglangon.

“Pasar Tambak ini hanya digelar setahun sekali di Bulan Sura. Yang paling ramai saat Jumat Wage bertepatan dengan 1 Sura. Sebenarnya pasar ini hanya berlangsung satu malam, tetapi sekarang dibuat sepekan dan sudah dimulai sejak Sabtu (5/8/2023) lalu sampai Jumat Wage [11/8/2023] siang,” ujar Sugiyem.

Sejauh ini, dagangan Sugiyem laris manis. Dalam sehari ia bisa mendapat uang Rp500.000. “Ini lima hari, saya sudah dapat Rp2,5 juta tetapi kotor. Kemungkinan nanti malam tambah ramai karena malam terakhir,” ujar Sugiyem dalam bahasa Jawa.

Barang dagangan yang paling murah ia jual Rp10.000 dan paling mahal Rp25.000. Harga yang mahal itu seperti tenggok berukuran besar. Untuk kendi dijualnya dengan harga Rp20.000 per buah.

Pedagang lainnya, Mbah Karti, 65, juga meraup rezeki dari berjualan di Pasar Tambak. Meski tak sebesar Sugiyem, omzet harian Mbah Karti masih terbilang lumayan, yakni Rp250.000. “Jualan di Pasar Tambak ini tidak boleh menawar. Misalnya harga Rp100.000 ya segitu kalau beli. Kenapa tidak menawar, karena ingin mendapat berkah,” ujarnya.

Camat Gesi, Sragen, Supriyadi, juga membeli kendi di lapak milik Karti dan tidak menawar. Dia membeli kendi kecil dengan ukiran dengan harga Rp20.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya