SOLOPOS.COM - Gapura Dukuh Kerjo, Desa Kedungsono, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo. (Istimewa)

Solopos.com, SUKOHARJO — Desa Kedungsono, Kecamatan Bulu, Sukoharjo, yang berbatasan dengan Desa Pule, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri menjadi desa paling ujung di Pegunungan Seribu Kabupaten Sukoharjo. Konon kabarnya, nama desa tersebut ada sejak zaman penjajahan.

Dalam catatan Solopos.com, Kedungsono merupakan daerah penghasil kayu atau pohon sono. Kedungsono banyak ditumbuhi pohon sono, termasuk pohon sonokeling. Bahkan setiap rumah dikabarkan memiliki pohon sono. Sedangkan nama kedung diartikan sebagai tempat berhimpun sehingga Kedungsono merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya pohon sono. Bahkan keberadaan pohon sono dikabarkan menjadi sumber penghasilan masyarakat setempat.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Desa Kedungsono, Kecamatan Bulu, Kabupaten Sukoharjo, Supriyadi, mengaku masih belum mendapat cerita terkait asal usul dari Desa Kedungsono. “Saya sering cari referensi sejarah Desa Kedungsono. Tapi belum ketemu yang sreg [cocok]. [Kalau soal kayu sono] itu [berada] di hutan lindung. Dadi ra oleh [jadi tidak boleh] ditebang,” ungkap Supriyadi kepada Solopos.com, Jumat (26/5/2023).

Menurutnya, desa yang dipimpinnya itu memiliki empat kebayanan. Mereka adalah Sono dengan lima RT, Tiyoko membawahi empat RT. Kemudian Malangan memiliki tujuh RT dan Kedungsono membawahi lima RT. Sementara jumlah jiwa yang ada di sana sekitar 1.000 KK.

Terdapat salah satu permukiman yang cukup terpencil yakni Dukuh Kerjo. Dikisahkan dukuh tersebut memiliki cerita menarik tentang jumlah rumah yang berdiri di kampung itu. Jumlah rumah itu selalu tetap yakni 15 rumah. Jumlah rumah di Dukuh Kerjo itu tidak pernah bertambah atau berkurang.

Apabila ada warga yang membangun rumah baru konon selalu ada rumah lama yang roboh. Jika tak ada yang roboh, maka rumah baru tersebut dipastikan tak bisa selesai dibangun dengan kendala yang bermacam-macam.

Menanggapi hal itu, Supriyadi mengatakan terkait pembangunan rumah bukan sebuah mitos, tetapi lantaran kondisi ekonomi warganya.
Nek mengenai jumlah rumah menurut saya kok bukan karena mitos. Tapi karena masalah ekonomi saja. Coba kalau di Dukuh Kerjo tersedia lahan-lahan ekonomi tak kiro jumlah orang yang eksodus bakal berkurang,” ungkapnya.

Ia mengatakan Desa Kedungsono memiliki potensi yang hampir sama dengan desa-desa lainnya. Bahkan Dusun Kerjo yang dianggap terpencil itu memiliki potensi wisata yang digadang-gadang sebagai sebuah gebrakan yakni Solo Grand View.

Sayangnya akses jalan di desa tersebut masih sulit. Saat ini pemerintah menggandeng Kodim 0726/Sukoharjo tengah melaksanakan pembangunan jalan di desa tersebut. Ia berharap Dukuh Kerjo mendapat akses jalan hingga memunculkan geliat ekonomi warga di sekitarnya.

Sebab selama ini masyarakat Kedungsono sejumlah 40-60% memilih merantau. Mereka yang berada di Kedungsono hanya hidup berdasarkan dari pertanian tadah hujan, sisanya disokong dari kaum boro yang lain. Sehingga harapan besar menurutnya digantungkan dalam pembangunan Sukoharjo Grand View dan akses jalan.

“Itu kan juga warga Sukoharjo juga, warga Kerjo juga saudaranya warga Solo Baru dan Kartasura. Sejak merdeka mereka belum pernah dapat akses jalan. Saya berterima kasih semoga pembangunan ini terus berlanjut,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya