SOLOPOS.COM - Ilustrasi HIV/AIDS (Freepik)

Solopos.com, WONOGIRI — Sebanyak 83 warga Wonogiri terdeteksi mengidap human immunodeficiency virus atau HIV selama kurun waktu Januari-November 2023. Jumlah itu meningkat dibandingkan temuan kasus HIV sepanjang 2022 lalu yakni 68 kasus dan 2021 sebanyak 50 kasus.

Kasus baru tersebut menambah akumulasi jumlah kasus HIV di Wonogiri menjadi 816 kasus sejak 2001 hingga November 2023. Kepala Bidang Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, Satyawati, mengatakan jumlah kumulatif kasus HIV itu sebenarnya sudah melebihi target estimasi di Kabupaten Wonogiri sebanyak 753 kasus.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Namun hal itu bukan berarti penanganan kasus HIV di Wonogiri sudah berhasil dan rampung. Jumlah kasus itu belum bisa menjadi parameter keberhasilan penanganan HIV.

Dia menjelaskan ada sejumlah populasi kunci atau kelompok warga yang rentan mengidap HIV belum dijangkau secara maksimal di Wonogiri. Bisa jadi jumlah kasus yang tercatat itu karena jumlah pemeriksaan terhadap populasi kunci baru sebagian.

Ada delapan kategori populasi kunci pada pemeriksaan HIV, yaitu ibu hamil, penderita TB atau tuberkulosis, penderita infeksi menular seksual, dan perempuan penjaja seks. Selain itu, lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau gay, waria, penasun atau pengguna narkoba dengan jarum suntik, dan warga binaan pemasyarakatan (WBP).

Dia menjelaskan untuk pemeriksaan HIV terhadap ibu hamil, WBP, dan pasien TBC bisa dipastikan sudah mencapai 90%. Namun, untuk populasi kunci lain masih sulit dijangkau karena belum ada data pasti berapa jumlah populasi tersebut.

Saat ini memang ada kenaikan jumlah pemeriksaan dan temuan warga yang mengidap HIV pada faktor risiko LSL di Wonogiri. Kendati begitu, belum diketahui pasti populasi LSL di Wonogiri.

Target Zero Kasus pada 2030

“Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular, harus diketahui siapa dan berapa yang dikendalikan. Kalau itu belum diketahui ya nanti sulit, terjadi bias karena datanya belum valid,” kata Satyawati kepada Solopos.com, Minggu (3/12/2023).

Dia menjelaskan pada 2030, Kabupaten Wonogiri sesuai target nasional harus zero kasus HIV. Untuk mencapai itu, ada tiga langkah yang dilakukan yaitu 95% orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui statusnya.

Kemudian 95% ODHIV menjalani pengobatan antiretroviral, dan 95% ODHIV yang menjalani pengobatan bisa tersupresi atau virus tidak lagi terdeteksi.

Satyawati menyebut dengan jumlah temuan warga Wonogiri mengidap HIV yang melebihi estimasi, berarti sudah lebih dari 100% ODHIV yang mengetahui statusnya. Sementara ODHIV yang menjalani pengobatan baru 68% atau 314 dari total 460 ODHIV yang masih hidup.

Dari jumlah itu baru 141 ODHIV yang tersupresi. Menurut dia, capaian itu masih cukup jauh dari target karena ODHIV masih banyak yang enggan menjalani pengobatan ARV. Alasan mereka rata-rata karena tidak ingin orang lain tahu mereka mengidap HIV.

“Obat ARV ini bisa diambil secara gratis di seluruh puskesmas di Wonogiri. Cuma, mereka ini malu mengambilnya karena takut orang lain tahu kalau mereka ke puskesmas untuk pengobatan ARV. Nah ini kendala kami, mereka menstigmatisasi diri,” ujar dia.

ODHIV Kerap Menstigmatisasi Diri

Padahal, sambung dia, dengan pengobatan ARV rutin selama minimal enam bulan, HIV bisa tersupresi. Artinya mereka tidak lagi mudah menularkan HIV ke orang lain karena virus sudah tidak lagi terdeteksi. Bahkan, anak mereka bisa negatif HIV saat dilahirkan.

Satyawati tidak memungkiri masih ada warga yang menstigmatisasi orang yang mengidap HIV di Wonogiri. Tetapi hal itu sudah sangat berkurang saat ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Warga sudah banyak mengetahui apa dan bagaimana HIV bisa menular.

“Kami juga bekerja sama dengan KDS Gajah Mungkur [kelompok dukungan sebaya] dalam menangani ODHIV. Selain itu, berkoordinasi dengan yayasan untuk menjangkau populasi kunci terutama LSL,” ucapnya.

Ketua KDS Gajah Mungkur Wonogiri, Ahmad Sulistijo, menyampaikan masih ada sejumlah ODHIV yang tidak terbuka. Mereka takut masyarakat akan menjustifikasi. Akibatnya, mereka tidak menjalani pengobatan ARV. Hal ini justru merugikan dan membahayakan diri mereka sendiri.

Menurutnya, saat ini masyarakat sudah tidak banyak lagi yang mudah menjustifikasi ODHIV. Justru para ODHIV yang kadang menstigmatisasi diri. Padahal perlu kepercayaan diri bagi mereka untuk menjalani pengobatan.

“Ini masih menjadi kendala dalam penanganan HIV di sini. Kendala lain yaitu banyak populasi kunci yang belum mendapatkan pemeriksaan. Kelompok-kelompok seperti LSL, waria, dan perempuan penjaja seks ini tidak cukup terbuka sehingga sulit sekali dijangkau,” kata Ahmad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya