SOLOPOS.COM - Ribuan warga berebut menangkap apam saat Tradisi Sebaran Apam Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, Jumat (16/9/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, KLATEN — Acara puncak tradisi Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, berlangsung meriah dengan ribuan orang yang menyemut di Lapangan Klampeyan sisi selatan Masjid Gedhe Jatinom serta kompleks Makam Kyahi Ageng Gribig, Jumat (1/9/2023).

Begitu selesai Salat Jumat, ribuan orang berbondong-bondong menuruni tangga memasuki Lapangan Klampeyan. Sinar matahari yang terik tak mereka hiraukan.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Debu tanah yang beterbangan pun tidak mengurangi antusiasme mereka menantikan saat-saat apam disebar dan dibagikan di puncak tradisi sebaran apam Yaa Qawiyyu.

Dalam sekejap ribuan orang menyemut di lapangan pada dasar lembah tersebut. Begitu pula dengan lereng-lereng pinggir lapangan. Penuh sesak manusia selayaknya penonton yang duduk di bangku tribune stadion.

Warga mulai dari orang lansia hingga anak-anak tumplek blek siap berebut apam pada tradisi Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, itu. Tak berapa lama kemudian terlihat Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, bersama rombongan menuruni anak tangga diiringi tabuhan rebana dan selawat.

Ganjar menyusul rombongan Bupati Klaten Sri Mulyani yang sudah lebih dulu tiba di panggung lapangan tersebut. Kedatangan gubernur yang bakal purnatugas pada Selasa (5/9/2023) itu disambut sorakan riuh warga.

Tabuhan rebana dan selawat kembali terdengar. Kini giliran rombongan santri bersorban membawa dua gunungan apam menuju ke panggung acara. Rangkaian kegiatan yang turut dihadiri perwakilan dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu pun dimulai.

”Rasa-rasanya saya selalu senang untuk bisa hadir setiap tahun, merasakan apam dengan segala cerita legendanya. Mudah-mudahan tradisi ini bisa terus berjalan dan tentu saja tradisi ini bisa menggerakkan banyak hal. Silaturahmi, ibadah yang tak pernah berhenti, dan kerukunan warga seperti ini,” kata Ganjar dalam sambutannya pada cara puncak Yaa Qawiyyu di Jatinom, Klaten, itu.

Selanjutnya giliran KRT Mohammad Daryanta Reko Hastonodipuro yang memerankan sosok Kyahi Ageng Gribig, ulama yang dikenal dengan kesalehannya tampil di panggung.

Kowe aja lali senenga andum ing pangapura. Andum apam marang sepadha-padha. Lan njaluka pangapura karo sing Maha Paring Pangapura ya kuwi Allah, Al Affum. Pada njaluka kuat karo sing Maha Kuat, Allah Al Qawiyyu,” kata Daryanta yang merupakan Sekretaris Umum dan narasumber Kesejarahan Pengelola Pelestari Peninggalan Kyahi Ageng Gribig (P3KAG) Jatinom.

Wisatawan Asing Tak Ketinggalan

Kalau dialihkan bahasa Indonesia, perkataan Daryanto artinya kurang lebih, “Kalian jangan lupa senang untuk memberikan maaf. Memberikan apam kepada sesama. Dan mintalah pengampunan kepada Yang Maha Pengampun yaitu Allah, Al Affuw. Kalian mintalah kuat kepada Yang Maha Kuat, Allah Al Qawiyyu.”

Setelah doa, apam mulai disebar. Dari panggung acara tradisi Yaa Qowiyyu di Jatinom, Klaten, rombongan pejabat mulai menyebarkan apam. Disusul para santri bersorban yang menyebarkan apam dari dua tower yang masing-masing setinggi 8 meter. Jumlah total apam yang disebarkan mencapai lebih dari 6 ton yang berasal dari sedekah warga.

Ribuan warga di Lapangan Klampeyan langsung berebutan mendapatkan apam yang disebar. Tak hanya menggunakan tangan kosong, ada yang membawa jaring hingga payung untuk menangkap apam yang beterbangan ke berbagai sisi.

Warga dari berbagai latar belakang agama dan usia berbaur, bersuka cita bersama meski saling berdesakan demi mendapatkan sepotong apam. Tak hanya warga Klaten, mereka yang datang berasal dari berbagai daerah. Termasuk dua bule dari Jerman dan Spanyol yang ikut hadir.

Salah satu warga yang ikut berbaur demi memperebutkan apam siang itu, Philipus Sukinu, mengaku dari Desa Tangkil, Kecamatan Kemalang, Klaten. Dia datang ke tempat tersebut sejak pukul 11.00 WIB. Meski tak setiap tahun, umat Katolik itu sudah sering datang ke tradisi tersebut.

Warga lainnya, Ganang Legowo, 55, asal Kecamatan Manisrenggo, Klaten, mengaku baru kali pertama melihat langsung tradisi Yaa Qawiyyu secara langsung di Jatinom, Klaten. Dia dibuat terheran-heran dengan tradisi yang masih dicintai dan bisa mendatangkan banyak orang tersebut.

“Saya heran bisa mengumpulkan segini banyak orang. Ternyata masyarakat Jawa sangat kental dengan budayanya. Meskipun di era modern masih memegang budayanya. Ini sesuatu hal yang cukup indah,” kata Ganang.

Ganang yang seorang penganut Kristen menilai tradisi budaya itu tak lagi bicara masalah agama. Tradisi itu membuktikan bisa merukunkan banyak orang tanpa memandang latar belakang agama dan dari mana berasal.

“Ini bukan lagi masalah agama, tetapi masalah budaya. Sebab agama itu pribadi kita kepada yang Maha Kuasa. Tetapi kalau budaya antara Yang Kuasa kepada kita,” kata Ganang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya