SOLOPOS.COM - Tenda berdiri di kawasan camping ground Sapuangin, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Pengelola Camping Ground Sapuangin)

Solopos.com Stories

Solopos.com, KLATEN – Beberapa kawasan di Kabupaten Klaten sangat terkenal meski tak tercatat sebagai nama suatu daerah baik itu nama kampung atau dukuh apalagi desa atau kelurahan secara administrasi. Masing-masing memiliki cerita dan sejarah berbeda.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Salah satunya Sapuangin. Nama kawasan itu kerap digunakan untuk menyebut satu wilayah teratas di Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Salah satu yang kerap digunakan untuk penyebutan nama itu yakni jalur pendakian ke puncak Gunung Merapi.

Selain itu, nama tersebut semakin dikenal sebagai nama brand kopi lokal Klaten yakni Kopi Sapuangin. Nama kawasan itu untuk penyebutan daerah antara Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Desa Tegalmulyo, berdekatan dengan Dukuh Girpasang yang dikenal sebagai kampung terisolasi di punggung bukit.

Penyebutan Sapuangin terutama bagi warga di lereng Merapi selalu merujuk ke dua dukuh di Tegalmulyo yakni Dukuh Pajegan dan Dukuh Canguk. Kedua dukuh itu merupakan perkampungan tertinggi di Tegalmulyo, bahkan Klaten.

Lokasi kawasan terkenal di Klaten ini berada di ketinggian antara 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 1.350 mdpl dengan jarak dari puncak Gunung Merapi sekitar 3,8 kilometer (km). Dari kawasan itu, puncak Merapi terlihat jelas.

Untuk mencapai kawasan tersebut, dari alun-alun Klaten jaraknya sekitar 25 km dengan lama perjalanan sekitar 50 menit. Udara di Sapuangin sejuk dengan pemandangan lereng Gunung Merapi yang masih hijau oleh rindangnya pepohonan.

Daerah Penghasil Kopi Sapuangin

Dari kawasan yang juga dikenal sebagai Klaten lantai atas tersebut, gemerlap lampu perkotaan terlihat jelas. Tak hanya menguyuguhkan keindahan alam, Sapuangin semakin dikenal dengan penghasil kopi Arabika yang digawangi para pemuda.

kawasan terkenal klaten
Suasana kedai kopi Sapuangin Coffee and Farm di Dukuh Pajegan, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Klaten, Senin (8/11/2021). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Nama kopi yang dipasarkan yakni Kopi Sapuangin. Di tempat itu kini terdapat kedai kopi dengan tempat ngopi yang asyik. Sapuangin juga dikenal sebagai salah satu jalur pendakian ke puncak Gunung Merapi sejak 2017. Namun, sejak Merapi berstatus siaga, jalur pendakian masih ditutup.

Salah satu warga, July, 29, mengakui nama Sapuangin lebih terkenal ketimbang nama kampungnya di Kemalang, Klaten. Penyebutan kawasan itu sudah ada sejak nenek moyang.

“Setahu saya nama itu nama sumber mata air yang dimanfaatkan warga di Dukuh Canguk dan Dukuh Pajegan. Lokasinya di taman nasional. Untuk nama kampung tidak ada yang namanya Sapuangin,” kata July saat berbincang dengan Solopos.com, Minggu (19/11/2023).

Soal asal-usul nama Sapuangin, July mengatakan ada berbagai versi. Namun, versi yang lebih diyakini masyarakat yakni terkait kisah sepasang pengantin yang tersapu angin.

“Kalau dari sejarah orang tua, dulu itu ada pengantin tersapu angin. Ada versi lain yang mengartikan nama Sapuangin itu dari pangin atau pang ringin [ranting pohon beringin],” jelas July.

Kawasan Bersejarah Ngupit

Kawasan lain di Klaten yang secara administrasi tidak tercatat namun jauh lebih terkenal ketimbang nama desanya yakni Ngupit. Nama Ngupit merujuk ke kawasan di Kecamatan Ngawen. Ngupit kerap digunakan sebagai penunjuk kawasan di wilayah Desa Kahuman dan Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen.

Kawasan itu berada di ruas jalan raya Klaten-Jatinom yang merupakan jalur penghubung antara Kabupaten Klaten dengan Kabupaten Boyolali. Lokasinya tak jauh dari kawasan perkotaan di Klaten. Di kawasan itu ada pasar tradisional yang dikenal dengan nama Pasar Totogan.

Selain pasar, di sekitar Ngupit terdapat wisata air yang dikenal dengan nama Sumber Pengilon. Tak lama lagi, kawasan itu berdekatan dengan ruas jalan tol Solo-Jogja dan berdekatan dengan exit tol. Hingga kini, proyek pembangunan jalan tol di dekat kawasan Ngupit masih bergulir.

Salah satu warga Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Rokhani, mengakui nama Ngupit lebih dikenal ketimbang nama desanya. Ketika menyebut nama desa, menurut Rokhani, tak banyak orang yang tahu.

Namun, begitu menyebut nama Ngupit, orang-orang akan langsung menunjuk ke kawasan di antara Desa Kahuman dan Desa Ngawen tersebut.

Ngupit Diyakini sebagai Desa Tertua

prasasti upit kawasan tertua di klaten kawasan terkenal
Replika Prasasti Upit dibangun di belakang Kantor Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen, Klaten. Prasasti tersebut sebagai penanda jika kawasan Ngupit sudah ada sejak lebih dari 1.155 tahun silam. Foto diambil Rabu (17/11/2021). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Istimewanya lagi, kawasan Ngupit juga dikenal warga Klaten terutama Ngawen secara turun temurun sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, Ngupit disebut sebagai desa tertua dan pada 11 November 2023 lalu berumur 1.157 tahun meski secara administrasi saat ini tidak ada nama kampung bahkan desa yang jelas-jelas menyebut Ngupit.

Rokhani mengatakan kata Ngupit merupakan pengucapan untuk memudahkan pelafalan kata Upit atau Yupit. Kata tersebut terdapat dalam dua prasasti yang masing-masing ditemukan di Dukuh Sorowaden, Desa Kahuman, dan Dukuh Sogaten, Desa Ngawen, Kecamatan Ngawen.

“Saat ini fisik prasasti yang dikenal dengan Prasasti Upit itu tersimpan di BPCB [kini bernama Balai Pelestarian Kebudayaan atau BPK],” kata Rokhani dalam tulisannya.

Rokhani menceritakan secara fisik penampakan prasasti itu berupa lingga dengan ketinggian 85 sentimeter. Pada bagian atas berupa silinder sepanjang 37 sentimeter dan bagian bawah memiliki menampang bujur sangkar setinggi 48 sentimeter.

Prasasti itu tertulis menggunakan huruf dan berbahasa Kawi atau Jawa Kuno. Tulisan itu terukir pada bagian tubuh lingga.

Mengutip Supraptiningsih dalam makalah berjudul Tinjauan Ulang Prasasti Yupit tahun 1994, tulisan pada prasasti itu yakni Swasti çakawarsätita 788 kärtika pañcadaçi krsnapaksa wurukun kaliwuan soma tatkäla rake halaran manusuk sima iy-upit. Terjemahannya Selamat, Tahun Caka telah lewat 788, (pada) bulan Kartika, (tanggal) 15 krsnapaksa (paro gelap), (hari) Senin kliwon, wurukun. Ketika Rakai Halaran menetapkan sima di Upit.



Dalam makalah yang sama dijelaskan prasasti umumnya untuk memperingati penetapan sebidang tanah atau suatu daerah sebagai sima (daerah perdikan). Selain itu prasasti diterbitkan sebagai anugerah raja kepada pejabat yang telah berjasa kepada kerajaan atau sebagai anugerah raja untuk kepentingan suatu bangunan suci.

kawasan terkenal klaten
Simpang empat dekat Pasar Totogan, Kecamatan Ngawen, Klaten, yang lebih dikenal dengan nama Prapatan Ngupit, Jumat (24/11/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Penetapan suatu sima merupakan peristiwa yang amat penting, karena menyangkut perubahan status sebidang tanah. Di dalam prasasti Yupit I dan Yupit II disebutkan dengan jelas nama desa yang dijadikan sima yaitu Yupit, tetapi selanjutnya tidak dijelaskan mengapa dan apa sebabnya desa tersebut dijadikan sima.

Berumur 1.157 Tahun

Sementara itu, Sukarto K Atmodjo dalam penjelasan makalah berjudul The Pillar Inscription of Upit memperkirakan Upit ditetapkan sebagai sima atau wilayah yang dibebaskan dari pajak pada 11 November 866 Masehi. Hal itu sesuai penjelasan dari isi prasasti.

“Dari tabel yang diterbitkan Damais (1953: 255), yang menunjukkan pada tahun 866 Masehi. Siklus wuku 210 hari dimulai pada 21 Juli, sedangkan bulan Kartika jatuh pada Oktober-November. Tanggal yang tertera dalam prasasti, 15 krsnapaksa dari Kartika 788 Caka adalah setara dengan 11 November 866 M, karena 1 Kartika 788 = 13 Oktober 866,” tulis Sukarto.

Menilik dari penjelasan tersebut, wilayah yang dikenal sebagai Upit atau Yupit atau Ngupit sudah ada sejak 11 November 866 Masehi atau kini berumur 1.157 tahun.

Rokhani hingga kini juga tak tahu pasti kenapa nama Ngupit secara administrasi tak digunakan untuk penyebutan nama desa. Namun, warga dan pemerintah desa terutama di Desa Kahuman, Kecamatan Ngawen berupaya untuk melestarikan Ngupit itu dengan saban tahun menggelar rangkaian peringatan Hari Jadi Ngupit.

“Tentu kami layak bangga memiliki desa tertua yang jauh lebih tua daripada Kabupaten Klaten atau bahkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dukungan dari berbagai pihak tentu sangat diharapkan agar bisa terus lestari. Semua elemen masyarakat, pelaku budaya, ekonomi, bahkan pemerintah termasuk Pemkab Klaten. Bisa jadi suatu saat Hari Jadi Ngupit sebagai Hari Jadi Klaten,” kata Rokhani.

Sementara itu, jika melihat angka tahun pada prasasti Yupit 866 Masehi, hampir bisa dipastikan kawasan Ngupit sudah ada pada masa Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang yang berkuasa di wilayah Jawa Tengah pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan itu kemudian pindah ke wilayah Jawa Timur pada abad ke-10 Masehi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya