SOLOPOS.COM - Perajin mete mengambil biji mete untuk dikupas di gudang pengepul mete di Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com Stories

Solopos.com, WONOGIRI — Industri makanan olahan kacang mete yang diambil dari biji jambu monyet di Wonogiri berkembang pesat sejak era Orde Baru. Bahkan kini mete sudah identik sebagai oleh-oleh khas dari Kota Sukses yang selalu diburu para pemudik atau pedagang tiap Lebaran.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Jumlah mete yang diperdagangkan ditaksir sampai ribuan ton per tahun dengan nilai transaksi mencapai miliaran rupiah. Mete yang diperdagangkan di Wonogiri tak semuanya merupakan hasil panen lokal meski sejak era Orde Baru hingga sekarang lahan tanaman jambu monyet di Wonogiri masih yang terluas di Pulau Jawa.

Mayoritas mete yang diperdagangkan di Wonogiri justru didatangkan dari luar Jawa seperti Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Saat ini, dalam industri mete, warga Wonogiri lebih banyak berperan sebagai perajin atau pengupas.

Pengepul mete di Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, Siswanto, 58, mengatakan lebih dari 90% kacang mete yang dijual di Wonogiri merupakan kiriman dari luar Jawa. Mete yang didatangkan dari luar itu merupakan biji mete basah atau belum dikupas dari kulitnya.

Pengiriman mete dari luar Jawa itu terjadi hampir setiap hari ke beberapa pengepul atau tengkulak. Sekali pengiriman, jumlahnya bisa puluhan ton untuk satu pengepul saja. Pengiriman menggunakan truk-truk besar. Satu truk bisa memuat 6-8 ton.

Harga satu kilogram (kg) mete basah atau gelondong dari luar Jawa bervariasi mulai Rp18.000-Rp22.000. Dengan harga itu dan total jumlah kiriman setiap hari bisa mencapai puluhan hingga ratusan per hari, nilai transaksi dalam industri mete di Wonogiri mencapai miliaran rupiah. 

Siswanto menyebut jumlah pengepul mete di Wonogiri mencapai puluhan orang. Tidak semua pengepul merupakan orang Wonogiri. Banyak di antaranya dari luar kota seperti Surabaya, Bali, dan beberapa kota besar di Indonesia. 

industri mete wonogiri
Berkarung-karung biji mete disimpan di salah satu gudang pengepul mete di Tanjungsari, Jatisrono, Wonogiri, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

“Kalau saya sendiri masih pemain [agen pengepul mete] kecil. Paling kalau saya, sekali datang itu ya satu truk. Kalau metenya bagus, yang harga Rp22.000/kg, sehari itu sudah langsung habis diambil perajin,” kata Siswanto saat ditemui Solopos.com di rumahnya di Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Jatisrono, Senin (10/4/2023).

Siswanto yang sudah menjadi pengepul sejak 1990-an itu menjelaskan produksi mete lokal Wonogiri tidak pernah cukup untuk memenuhi permintaan pasar. Saat musim panen jambu mete lokal saja, pasokan mete lokal hanya menyumbang tidak lebih dari 10% dari kebutuhan industri mete di Wonogiri.

Mete Lokal Tak Berdaya

Sedangkan ketika bukan musim panen, mete lokal Wonogiri sama sekali tidak berdaya. Sebab 100% mete yang diperdagangkan merupakan kiriman dari luar Jawa. “Bahkan selama dua tahun terakhir ini, jambu mete lokal Wonogiri gagal panen. Paling-paling hanya 30% yang selamat, berhasil dipanen. Penyebabnya karena banyak hujan. Tanaman mete itu tidak suka air,” ujar dia.

Lebih lanjut, Siswanto mengemukakan saat ini tidak hanya mete dari luar Jawa yang masuk Wonogiri. Komoditas mete dari luar negeri pun sudah mulai merambah industri di Wonogiri. “Tiga bulan terakhir ini, mete dari Vietnam sudah mulai masuk ke sini. Jumlah tidak sedikit,” ucap Siswanto.

Salah satu karyawan gudang pengepul biji mete di Kecamatan Jatisrono, Eko Suparmo, mengatakan gudang pengepulan itu gudang cabang dari Surabaya. Dia tidak tahu persis mete di gudang tersebut hasil dari produksi daerah mana.

Biji mete itu kemudian dijual ke perajin-perajin mete di Jatisrono. Dalam sehari, gudang itu bisa menjual hingga lima ton biji mete basah dengan harga Rp18.000/karung seberat 85 kg atau Rp18.300/kg. “Gudang ini digunakan untuk menjual mete, baru tahun ini, belum lama,” kata Eko.

Subkoordinator Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan dan Pangan) Wonogiri, Parno, mengakui produksi mete dari petani lokal belum mencukupi kebutuhan industri dan pasar di Wonogiri. Padahal lahan tanaman mete di Wonogiri merupakan yang terluas di Pulau Jawa.

Data Dispertan Pangan Wonogiri mencatat jumlah tanaman jambu mete pada 2022 sebanyak 20.744 pohon dengan luas tanam seluas 20.841 hektare (ha). Menurut Parno, jumlah itu masih menjadi yang terbanyak di Pulau Jawa.

Selain itu, setiap tahun jumlah tanaman jambu monyet terus meningkat. Namun, belakangan ini tanaman mete lokal Wonogiri kerap gagal panen karena sering terjadi hujan. Tanaman mete bisa tumbuh dan berbuah dengan baik di kondisi cuaca kering dan panas.

industri mete wonogiri
Karyawan salah satu toko penjual mete di Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, mengemas mete kering yang telah dioven, Senin (10/4/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Kendala lainnya, tanaman mete di Wonogiri belum dibudidayakan dalam perkebunan skala besar, hanya ditanam skala rumahan di pekarangan. Tidak ada warga yang menjadikan tanaman mete sebagai tanaman utama perkebunan. Padahal jika dikalkulasi, mete sebenarnya cukup menguntungkan apabila digarap secara massal.

Pasar Ekspor

Apalagi, industri makanan olahan mete di Wonogiri masih sangat potensial. Wonogiri sudah telanjur terkenal sebagai penghasil makanan olahan mete dan menjadi oleh-oleh khas. Setiap Lebaran, penjualan makanan olahan mete naik dua kali lipat dibanding bulan-bulan biasa.

Penjual olahan mete di Kelurahan Tanjungsari, Jatisrono, Wonogiri, Andy Subagyo, mengatakan pada bulan biasa ia menjual 3 ton mete kering per bulan. Saat Ramadan dan Lebaran, dia bisa menjual mete kering hingga enam ton sebulan.

Sementara untuk mete yang sudah diolah dengan cara dioven dan diberi perasa, Andy bisa menjual hingga 1 ton/bulan pada kondisi normal dan 2 ton/bulan pada momen Lebaran. Harga mete kering bervariasi mulai dari 105.000/kg-150.000/kg bergantung pada ukuran.

Menurut Andy, harga mete ditentukan oleh pasar ekspor hal itu yang membuat harga mete cukup tinggi. Dia menjelaskan pada hari-hari biasa, banyak permintaan ekspor mete ke banyak negara baik Asia maupun Eropa. Apabila harga di dalam negeri tidak bisa mengikuti harga pasar ekspor, sudah dipastikan tidak ada mete di dalam negeri.

“Tapi kalau saat Lebaran, pasar ekspor sepi karena harga mete di dalam negeri melonjak tinggi. Bisa sampai lebih dari Rp150.000/kg,” jelasnya. Produk mete yang dibuat Andy sudah menembus pasar Eropa. Tetapi dua tahun ini macet karena terpengaruh sentimen perang Rusia-Ukraina.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Wonogiri, Nugroho, mengakui Pemkab Wonogiri belum mencatat lalu lintas perdagangan mete di Wonogiri.



Termasuk nilai transaksi dalam industri tersebut. Kendati demikian, ia mengaku tahu betul jika mete yang diperdagangkan di Wonogiri itu banyak didatangkan dari luar Jawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya