SOLOPOS.COM - Sejumlah warga membasahi tubuh dengan air yang diambil dari Sendang Mbah Meyek saat kegiatan merti dusun atau bersih desa di Kampung Bibis Kulon RT 005 RW 007, Kelurahan Gilingan, Solo, Kamis (27/7/2023). (Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO–Keberadaan Sendang Mbah Meyek di Kampung Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari tak bisa lepas dari Keraton Pajang. Bagi warga setempat, sendang itu dikeramatkan atau disakralkan sehingga digelar bersih desa dan selamatan setiap tahun.

Warga Kampung Bibis Kulon, Kelurahan Gilingan, Banjarsari rutin menggelar bersih desa dan selamatan di sekitar Sendang Mbah Meyek setiap tahun. Mereka menguras air sendang dan menggelar kirab budaya dan pentas wayang kulit.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dari konteks sejarah, asal usul Sendang Mbah Meyek erat hubungannya dengan Keraton Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya. Kala itu, putri Sultan Hadiwijaya, Dyah Sri Widyawati Ningrum diusir dari keraton lantaran dituduh berselingkuh dengan abdi dalem.

“Putri raja itu lantas meninggalkan keraton. Dia tidak sendirian melainkan didampingi sang ibu yang merasa kasihan melihat anaknya diusir dari keraton,” kata sesepuh Kampung Bibis Kulon, Dwi Harsanto, saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (27/7/2023).

Dyah dan sang ibu lantas menyusuri Kali Pepe menggunakan gethek atau perahu yang terbuat dari bambu. Lantaran murka, Sultan Hadiwijaya mengutus beberapa prajurit untuk mencari Dyah dan ibunya. Mereka membuntuti Dyah di pinggir sungai.

Saat hendak menyusul putri Dyah Sri Widyawati, tiba-tiba turun hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Para prajurit akhirnya memilih pulang ke keraton. “Petir itu menyambar gethek dari bambu sehingga kondisinya hancur, istilahnya meyek-meyek. Putri Dyah akhirnya sampai di pinggir sungai dan menetap di lokasi tersebut,” ujar dia.

Pria akrab disapa Mbah Semar itu menyampaikan nama sendang Meyek berasal dari gethek yang digunakan putri Dyah dan sang ibu saat menyusuri Kali Pepe. Kondisinya hancur berantakan lantaran disambar petir.

Selama bertahun-tahun tinggal di pinggir sungai, putri Dyah akhirnya meninggal dunia di lokasi tersebut. “Tradisi bersih desa di Sendang Mbah Meyek digelar sejak zaman dahulu. Saya lahir sudah ada ritual tersebut. Menguras sumur dan lain sebagainya,” papar dia.

Mbah Semar berharap para generasi muda ikut menjaga dan melestarian tradisi bersih desa di Sendang Mbah Meyek. Selain tradisi, kegiatan bersih desa juga menggeliatkan perekonomian setempat.

Banyak pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menjajakan dagangan kuliner di pinggir Jalan Tentara Pelajar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya