SOLOPOS.COM - Ilustrasi PNS Boyolali (Dok/JIBI)

Ilustrasi PNS Boyolali (Dok/JIBI)

BOYOLALI–Dalam dua bulan terakhir ini, atmosfer di lingkungan PNS Boyolali panas-dingin. Penyebabnya, ada mobilisasi PNS untuk kepentingan politik.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Mereka secara bergiliran dikumpulkan di berbagai lokasi, mulai Panti Marhaen [kantor DPC PDIP Boyolali], gedung sekolah, kantor kecamatan hingga kantor kelurahan.

Seperti pada pertemuan di aula SMAN 1 Boyolali, ratusan PNS duduk berjajar di sana. Mereka datang untuk memenuhi sepucuk undangan bertema Silaturahmi PNS Kelurahan Pulisen, Sabtu (9/2/2013) malam.

Yang lebih tak bisa dipahami, kata sumber JIBI/SOLOPOS, acara berkedok silaturahmi PNS malam itu menghadirkan Seno Kusumoharjo, kakak Bupati Boyolali yang notabene di luar struktur PNS.

“Nah, dia yang pidato panjang dan menceramahi kami. Dia bilang punya orang-orang yang bisa mengawasi PNS yang tak loyal.”

Mobilisasi PNS di Boyolali ini memang tak ubahnya Orde Baru berwajah baru. Kegiatannya tak sekadar melibatkan para pejabat eselon II atau Sekda. Di belakangnya ada kekuatan besar dari keluarga Bupati Seno Samodro.

Dari rekaman pidato yang berhasil diperoleh Solopos.com, Seno Kusumoharjo pada silaturahmi malam itu mengaku sebagai sesepuh masyarakat Boyolali. Dia berkali-kali menyinggung soal tragedi mutasi besar-besaran PNS di Boyolali yang disebabkan oleh hukum sebab-akibat. “Jangan menjelek-jelekkan Bupati agar tak terjadi ‘tsunami’ 2010 lalu. Itu terjadi karena ada sebab akibat,” katanya.

Tsunami yang dimaksud dalam kalimat itu diperkirakan mutasi besar-besaran pada 2010. Menurut dia, PNS itu harus netral. Meski demikian, netralitas PNS bukan berarti tak memilih.

“Saya enggak setuju PNS ditarik ke PDIP. Tapi, saya enggak melarang PNS nyoblos PDIP,” kata dia yang JIBI/SOLOPOS kutip dari rekaman.

Penelusuran JIBI/SOLOPOS, ada sejumlah paguyuban di tingkat kecamatan hingga tingkat desa yang bertugas memobilisasi para PNS.

Paguyuban-paguyuban tersebut antara lain bernama Baladewa di Kecamatan Teras, Brotoseno di Kecamatan Banyudono, dan Wijoyokusumo di Kecamatan Simo.

Mereka merekrut kalangan PNS serta kalangan kepala desa yang dekat dengan Bupati. Untuk mendapatkan data PNS, mereka tak segan meminta ke kantor kecamatan secara tertulis dan diketahui camat setempat.

“Paguyuban ini juga dipakai calon kepala desa untuk meminta rekomendasi Bupati dalam pilkades. Nanti PNS diminta mendukung calon kades pilihan bupati,” ujar Fuadi, Wakil Ketua DPRD Boyolali yang sejak awal getol mengkritik politisasi birokrasi ini.

Ketika JIBI/SOLOPOS meminta keterangan kepada salah satu kades di Kecamatan Teras yang tergabung dalam Paguyuban Baladewa, ia langsung menolak berkomentar. “Hla Anda tahu dari mana? Jangan tanya saya, tanya koordinatornya sana,” kilah kades yang enggan disebutkan namanya itu.

Sekda Boyolali, Sri Ardiningsih, menolak memberikan komentar terkait mobilisasi PNS berbau politik itu. “Saya no comment. Pokoknya no comment,” kata dia berkali-kali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya