SOLOPOS.COM - Produser Sudamala Nicholas Saputra (dua dari kiri) bersama Pengageng Kawedanan Panti Budoyo Pura Mangkunegaran GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo di panggung Pasar Kangen, Pura Mangkunegaran, Solo, Minggu (25/6/2023). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO–Produser Sudamala Nicholas Saputra ternyata cakap dengan bahasa Prancis dan bahasa Jawa. Aktor tersebut mengenalkan Sudamala dengan dua bahasa Prancis dan Jawa di hadapan puluhan orang.

Hal itu dilakukan Nicholas untuk menjawab tantangan Iwan Setyawan, moderator Talkshow Satu Dalam Cinta: Etika dan Budaya di Dunia Digital di panggung Pasar Kangen, Pura Mangkunegaran, Solo, Minggu (25/6/2023) petang.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Selain Nicholas, hadir sebagai narasumber Pengageng Kawedanan Panti Budoyo Pura Mangkunegaran GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo atau akrab disapa Gusti Sura, Koordinator Pasar Kangen Ong Hari Wahyu, Wakil Ketua Umum Siberkreasi Rizki Ameliah, dan Chief Operating Office Katadata Ade Wahyudi.

Iwan menjelaskan Nicholas pernah viral berbahasa Prancis ketika ditanya jurnalis belum lama ini. Dia menantang Nicholas mengenalkan Sudamala dengan bahasa Prancis dan Jawa.

Nicholas bergumam kenapa tidak memberi tahu ada tantangan sebelum acara mulai supaya bisa menyiapkan materi untuk menjawab tantangan di hadapan puluhan pengunjung Pasar Kangen yang mayoritas anak muda. Mereka memakai gawai untuk mengabadikan talkshow itu.

“Ini kameranya sudah siap semua?” kata Nicholas disambut ketawa para penonton talkshow. Semula Nicholas memperkenalkan dirinya dengan bahasa Prancis, namun tidak melanjutkan secara lengkap.

Melihat Nicolas kurang percaya diri Iwan melanjutkan tantangan lain kepada Nicholas untuk berbahasa Jawa. “Cara Jawa aku ya iso. Ngerti, ora iso diapusi,” kata Nicholas  disambut ketawa para penonton.

Adapun Nicholas mengatakan media sosial ibarat dua mata pisau. Dia mendorong mengelola media sosial untuk kegiatan positif. Ada tanggung jawab untuk pribadi, keluarga, komunitas, dalam mengelola media sosial.

Nicholas menginisiasi Sudamala: Dari Epilog Calonarang di Bali lalu membawanya ke Jakarta bersama ratusan kru. Selanjutnya membawa  Sudamala: Dari Epilog Calonarang ke Kota Solo khususnya di Pura Mangkunegaran selama tiga hari terakhir.

Menurut dia, rangkaian acara di Pura Mangkunegaran adalah hasil kolaborasi, mulai dari pentas Sudamala: Dari Epilog Calonarang, Pasar Kangen, dan Royal Heritage Dinner. Pasar Kangen telah dikunjungi sekitar 4.000 anak muda pada Sabtu dan sekitar 3.000 pemuda Minggu sampai pukul 16.00 WIB.

“Kenapa penting karena kami juga ingin memberikan sebuah bukti bahwa kolaborasi itu bisa berhasil. Artinya kita bisa, kalau saya sendiri mungkin bikin Pasar Kangen enggak mungkin kejadian,” papar dia.

Menurut dia, para pengunjung pasti sudah bersentuhan dengan tradisi di Kota Solo dan sekitarnya. Dia berharap para pengunjung bisa membawa pulang pengalaman suguhan tradisi warisan leluhur yang keren di Pura Mangkunegaran.

“Dengan begitu kita bisa lebih luas cakupannya untuk memperkenalkan apa yang ada atau apa yang telah ditinggalkan oleh para leluhur kita. Dulu banyak karya, banyak kesenian, banyak filosofi, banyak wisdom yang sebenarnya terpendam selama ini,” ujar dia.

Gusti Sura menjelaskan Pura Mangkunegaran melestarikan budaya dengan menggelar sejumlah event budaya dengan menyesuaikan zaman sehingga lebih mudah diterima orang muda. Banyak anak muda memilih berkunjung ke sejumlah event di Pura Mangkunegaran dibandingkan nongkrong di mal atau pusat perbelanjaan.

Gusti Sura bangga melihat banyak anak muda datang ke Pura Mangkunegaran untuk mengenal budaya Jawa. Serta orang muda mau menjadikan kebudayaan sebagai gaya hidup.

Selain itu, lanjut dia, Pura Mangkunegaran juga memanfaatkan media sosial untuk mengenalkan budaya. “Namun media sosial kurang ful ya. Penjelasan yang lebih lengkap kami jelaskan memakai website,” kata Gusti Sura.

Koordinator Pasar Kangen mengatakan Pasar Kangen berumur panjang sejak 2007. Dia memiliki keyakinan kemanapun orang berpetualang akan kembali ke rumah.

“Misalkan tradisi Jawa ada dawet, orang mencicipi lalu pergi ke Amerika Serikat pasti kangen dawet suatu saat,” ujarnya. Dia mengatakan mengemas tradisi kuliner dengan kekinian supaya mudah diterima generasi penerus.

Tagline kita harus jajan karena harganya murah. Harus dikonsumsi supaya sustainable,” papar dia.

Ameliah menjelaskan bukan zamannya bikin acara di gedung atau hotel, namun menggandeng UMKM di tempat terbuka serta mengenal budayanya. Timnya menyediakan stan khusus mengenai literasi digital supaya para pengunjung cakap digital, paham aman digital, dan etika digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya