Soloraya
Selasa, 22 Maret 2022 - 17:08 WIB

Mulai Besok, 19 Grup Teater Ramaikan Pentas Hari Teater Dunia di Solo

Afifa Enggar Wulandari  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siswa ekstrakurikuler teater SMPN 1 Sragen berlatih pertunjukan teater, Senin (21/3/2022) di TBJT, Solo, untuk persiapan tampil di Sala Hatedu 2022, Rabu-Sabtu (23-26/3/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 19 kelompok teater dan 17 pembaca karya sastra siap tampil meramaikan Sala Hari Teater Dunia (Sala Hatedu) yang kembali digelar secara langsung atau offline di Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) Solo, Rabu (23/3/2022) hingga Sabtu (26/3/2022).

Ini merupakan kali pertama Hatedu diperingati secara offline sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020 lalu. Ada pengurangan jumlah peserta sebagai pengisi acara Sala Hatedu hingga setengahnya dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Advertisement

Pengisi acara Hatedu sebelum pandemi bisa mencapai 40-50 peserta dari puluhan daerah di Indonesia. Pada 2022, peserta Sala Hatedu hanya sekitar 19 kelompok teater dan 17 pembaca karya sastra.

Baca Juga: Slamet Rahardjo hingga Embi C Noor akan Ramaikan Hari Teater Dunia Solo

Advertisement

Baca Juga: Slamet Rahardjo hingga Embi C Noor akan Ramaikan Hari Teater Dunia Solo

Selain pertunjukan, Sala Hatedu juga menggelar workshop dan sarasehan Hari Teater Dunia selama empat hari di Solo. Hal tersebut bertujuan agar selain memberikan sajian pertunjukan, mereka juga mendapat keilmuan teater untuk disebarkan kepada kelompok teater di daerah masing-masing.

Pimpinan produksi Sala Hatedu, Caroko Tri Hananto, yang kerap disapa Turah mengatakan Sala Hatedu sempat absen pada 2020. Waktu itu, Surat Edaran (SE) Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dikeluarkan sepekan sebelum Sala Hatedu 2020 digelar. “Vakum 2020 pas awal pandemi, kurang seminggu SE PPKM keluar,” kata Turah saat ditemui Solopos.com, Selasa (22/3/2022).

Advertisement

Baca Juga: Resmikan Gedung Teater di Karanganyar, Ini Pesan Slamet Rahardjo

“Tanggal 23-26 Maret, empat hari, kami coba memadatkan waktu. Kegiatan dari pagi sampai sore workshop, sore sampai malam pertunjukan,” jelas Turah.

Agenda rutin peringatan Hari Teater Dunia di Solo dimulai pada 2012. Pada 2021, peringatan dilakukan secara daring mengingat situasi pandemi. Namun menurut Turah, ada banyak hal yang seolah hilang bila Sala Hatedu digelar secara daring.

Advertisement

Meski begitu, menurutnya, hal itu merupakan bukti Sala Hatedu mampu menyesuaikan diri terhadap situasi pandemi Covid-19 yang mengharuskan masyarakat mengurangi mobilitas dan kontak fisik. Dengan mengusung tema Menyalakan Api Pikiran, Turah bersama tim berharap, pada 2022 para pelaku seni khususnya teater mampu membakar kembai gairah berkesenian.

Baca Juga: Berjaya di Solo Era 1980-An, Apa Kabar Teater Gapit, Ruang, dan Tera?

Ia juga mengajak pelaku seni untuk mengulang kembali kegiatan tahunan Hari Teater Dunia di Solo yang telah terlaksana delapan kali itu. “Kami mengangkat tema Menyalakan Api Pikiran. Harapannya dua tahun kemarin bisa dikatakan vakum secara kegiatan. Makanya tahun ini kami bakar kembali, memulai sesuatu yang lama telah kita tinggalkan”.

Advertisement

Memelihara Jaringan

Acara peringatan Hari Teater Dunia mampu menarik perhatian seniman dari berbagai provinsi. Menurut Turah, hal itu karena ia dan tim selalu berusaha memelihara jaringan.

“Kami coba memelihara jaringan yang selama ini kami bangun sejak 2012 dan sebelumnya. Jadi tinggal ngopeni. Yang dulunya pernah ikut Sala Hatedu akan memberi kabar kepada yang lain. Otomatis saling terkoneksi dan mengakar. Kekuatan Sala Hatedu ada di pesertanya. Mereka datang dengan kemauan dan biaya sendiri. Ini kegiatan mandiri juga,” imbuhnya.

Baca Juga: Pegiat Teater Merayakan ‘Kesunyian’ Sala Hatedu 2021

Salah satu peserta Sala Hatedu asal Provinsi Riau, Willy, mengaku sudah berada di Solo sejak Sabtu (12/3/2022). Ia datang sendiri dari Riau. Willy akan mementaskan naskah Syiar “Syair Kera” bersama kelompok teater dari SMPN 1 Sragen. Selama 10 hari, Willy berlatih bersama siswa-siswa SMP tersebut di Sragen.

“Saya bersama ekstrakurikuler Teater Estu [SMP Satu] akan tampilkan Syair Kera. Sebuah naskah yang bercerita tentang kera-kera dan fauna yang kehilangan tempat tinggalnya. Hutan-hutan ditebangi, diganti dengan lahan sawit. Berangkat dari itu [kritik ekologi],” kata Willy kepada Solopos.com, Selasa.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif