SOLOPOS.COM - Ilustrasi teh celup (wikipedia.org)

Solopos.com, SOLO—Perekrutan tenaga kerja untuk pekerjaan pengeleman benang teh celup yang dipublikasikan beberapa bulan terakhir diduga penuh dengan nuansa penipuan.

Di kawasan Soloraya, berdasar penelusuran Espos, pekan lalu, PT H merekrut tenaga kerja untuk mengelem benang teh celup. Pada akhir Desember 2013 lalu, Harian Jogja (media Grup Solopos) telah memberitakan hal yang sama. Dan belakangan modus itu kian marak. Pamflet, brosur, dan pengumuman tentang perekrutan tenaga pengelem benang teh celup kian banyak.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Penelusuran Espos mengungkap serangkaian strategi dan modus operandi yang pekat dengan penipuan. Berangkat dari pamflet yang tertempel di berbagai tiang listrik dan traffic light di persimpangan jalan di Kota Solo, Espos mendatangi kantor perusahaan jasa pengeleman benang teh celup tersebut di sebuah rumah toko (ruko) di kawasan Jebres, Solo. Saat Espos mendatangi kantor perusahaan tersebut, sekilas tak ada yang mencurigakan. Espos yang kala itu menyamar sebagai calon tenaga kerja dimintai uang pendaftaran Rp5.000 yang menurut petugas di kantor itu sebagai syarat untuk mendapatkan informasi.

“Penjelasan akan diberikan nanti setelah Anda mendaftar,” ujar seorang lelaki muda yang duduk di ruang bagian depan kantor itu, Rabu (12/3/2014).
Setelah menyerahkan uang, petugas itu sempat menanyakan dari siapa Espos mendapatkan informasi adanya lowongan pekerjaan (mengelem benang teh celup) itu. Ia kemudian menuliskan nama sumber informasi Espos di selembar formulir pendaftaran.

Tak berselang lama, Espos dipanggil dan diminta masuk ke ruangan yang hanya bersekat papan sederhana. Di sana, telah menanti dua orang belia. Masing-masing menghadap meja di depannya dalam posisi siap mewancarai. “Perkenalkan, nama saya Bn,” ujar salah satu lelaki itu sambil menjabat tangan Espos.

Penjelasan pun dimulai. Rupanya, lowongan kerja jasa pengeleman benang hanya tipu-tipu. Sebab, untuk bisa mendapatkan order itu pendaftar harus menjadi anggota perusahaan tersebut. Caranya, dengan membayar kartu keanggotaan sebesar Rp250.000. “Tenang, biaya ini hanya sekali seumur hidup. Selebihnya, Anda bisa bekerja pada kami,” rayunya sambil menunjukkan sehelai kartu berlaminating yang ia sebut sebagai kartu anggota itu.

Setelah itu, Espos mencoba menguak siasat berikutnya perusahaan itu dalam menguras kantong para pelamar loker.

Aparat Diminta Bertindak

Dengan mendekati pelamar lainnya yang lebih dulu mendaftar, Espos  kembali mengamati modus penipuan perusahaan itu. Ines, begitu panggilan pelamar yang didekati Espos, menuju lantai II ruko kantor tersebut. Di sana, warga Tawangsari, Sukoharjo itu kaget bukan kepalang. Sebab, untuk kali kedua Ines diduga diperas secara halus oleh perusahaan tersebut. Ibu rumah tangga itu rupanya sama sekali tak menerima upah dari jasa ngelem benang atau gaji bulanan seperti yang dijanjikan di awal. Padahal, ia telah menyetor uang Rp250.000 dan menyelesaikan order ngelem benang.

“Upah saya tak bisa diambil dalam bentuk uang. Katanya, untuk membantu perusahaan dan harus membeli produk teh. Harganya paling murah Rp80.000. Jadi, saya harus mengeluarkan uang lagi,” terangnya sambil menenteng teh yang telah ia beli penuh keterpaksaan itu. Ines mengaku kecewa lantaran barang yang harus dibeli adalah teh kelewat mahal dengan kualitas diragukan. “Coba kalau ini sembako, mungkin saya enggak begitu kecewa,” keluhnya.

Aksi menguras uang tak berhenti di situ. Setelah tak menerima upah dan diminta belanja teh, Ines kembali dibikin kecewa. Rupanya, ia tak diizinkan menerima order mengelem benang teh lagi sebelum mendapatkan anggota baru. Dengan kata lain, pekerjaan Ines kini sudah digeser dari semula cukup mengelem benang teh, menjadi tukang pemburu korban lowongan kerja baru. “Padahal, aturan ini enggak disampaikan di awal. Kami merasa dibohongi,” ujar seorang lelaki yang mengantar perempuan itu.

Pengamat ekonomi dari Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo, Suharno, menyebut praktik bisnis tersebut adalah bagian dari kebohongan publik dengan memakai legalitas formal usaha. “Mereka telah menyalahgunakan izin usaha untuk membodohi masyarakat. Itu adalah money game, tapi dibungkus seolah-olah bisnis usaha perdagangan,” paparnya.

Pengamat Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Adi Sulistyono, meminta aparat segera bertindak tanpa harus menanti laporan masyarakat. Sebab, fakta di lapangan korban penipuan ini sudah mencapai ratusan bahkan ribuan orang. “Aparat enggak boleh pasif dengan alasan menanti saksi dan bukti. Aparat bisa menelusuri sendiri atau langsung menggelar perkara bersama pakar hukum. Toh, ini sudah membawa korban banyak,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya