SOLOPOS.COM - Situasi jalan di sebelah barat simpang empat Gemolong, Sragen, yang banyak terdapat unit-unit usaha milik masyarakat, Jumat (13/1/2023). (Espos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Harga tanah di seputaran Kota Kecamatan Gemolong, Sragen, menggila seiring dengan perkembangan wilayah Gemolong sebagai kota baru di Sragen. Harga tanah di Gemolong justru lebih mahal bila dibandingkan dengan harga tanah di wilayah Kota Sragen.

Melambungnya harga tanah tersebut dipicu adanya fasilitas umum yang dibangun di Gemolong, seperti rumah sakit, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), hingga rencana pembangunan kampus Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Negeri dan pembangunan factory sharing (FS). Namun, sejumlah warga Sragen meyakini harga tanah di Gemolong sejak lama lebih mahal daripada harga tanah di Kota Sragen.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Seorang warga yang tinggal di Kampung Kwangen RT 003/RW 001, Kelurahan Ngembatpadas, Kecamatan Gemolong, Sragen, Sukino, 40, saat berbincang dengan wartawan, Jumat (13/1/2023), mengungkapkan perkembangan tata kota di Gemolong berdampak signifikan terhadap perekonomian Gemolong. Apalagi dengan adanya rencana pembangunan kampus negeri di Gemolong, ujar dia, membuat nilai jual tanah di seputaran Gemolong meroket.

“Pada 2010 lalu harga perumahan itu masih berkisar Rp200 jutaan sekarang harga perumahan untuk tipe 59/100 di Gemolong yang bagus mencapai Rp590 juta per unit. Bahkan ada yang harganya tembus Rp750 juta per unit. Harga tanah yang ompak-ompakan itu di barat rel kereta api (KA),” ujar Sukino.

Dia menyebut sawah seluas kurang dari 2.000 meter persegi pernah ditawar Rp2 miliar namun tidak diberikan. Harga kontrakan rumah juga ikut melejit dari semula hanya Rp5 juta per tahun sekarang menjadi Rp15 juta-Rp20 juta per tahun. Harga indekos di Gemolong ikut naik yakni hingga Rp650.000 per bulan dengan fasilitas kamar mandi dalam. “Indekos ini menjadi jujukan para siswa yang praktik kerja lapangan (PKL),” katanya.

Lokasi Gemolong yang bisa ditempuh dalam waktu 20 menit dari Kota Solo menjadi pemicu tingginya harga tanah. Apalagi posisi Gemolong di daerah perlintasan antara Solo-Purwodadi dan Salatiga-Boyolali-Sragen. Unit-unit usaha tak hanya tumbuh di sisi timur simpang empat Gemolong tetapi juga mulai menjamur di sisi barat simpang empat Gemolong. “Dalam jarak 1 km ada empat minimarket berdiri. Masyarakat berinovasi mandiri secara ekonomi,” kata Sukino.

Dia melihat geliat perekonomian Gemolong itu tumbuh sejak adanya pembangunan RSUD dr. Soeratno Gemolong dan adanya SPBU. Kemudian disusul dengan penataan Gemolong dengan memindahkan terminal ke Kragilan dan adanya pembangunan factory sharing. “Sekarang ada tiga RS di Gemolong. Letaknya juga dekat exit tol Gondangrejo. Angkringan pun hidup 24 jam. Bahkan showroom mobil double cabin pun ada di Gemolong,” katanya.

Lurah Gemolong, Sragen, Asna Ridho Fauzan, mengatakan harga tanah di Gemolong itu tergantung lokasinya dan per meter minimal Rp2,5 juta sampai Rp5 juta per meter. Dia melihat harga pasaran di timur simpang empat Gemolong itu Rp5 jutaan tergantung lokasinya strategis atau tidak.

“Harga tanah di Gemolong lebih tinggi daripada di Kota Sragen itu sejak dulu. Harga tanah di Gemolong memang lebih mahal daripada Kota Sragen. Kepemilikan lahan di Gemolong kebanyakan orang luar daerah sehingga menyulitkan kami dalam menagih pajak bumi dan bangunan,” kata Fauzan, sapaan akrabnya.

Fauzan membenarkan tingginya harga tanah di Gemolong karena lokasi Gemolong yang strategis ditambah dengan kemunculan sejumlah fasilitas umum seperti rumah sakit, pabrik, dan rencana adanya kampus negeri.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Sragen, Dwiyanto, yang tinggal di wilayah Kelurahan Gemolong, Sragen, juga mengakui bila sejak dulu harga tanah di Gemolong itu lebih mahal daripada Kota Sragen. Dia menyebut harga tanah di simpang empat Gemolong ke barat itu sampai Rp3 juta-Rp4 juta.

“Kalau harga tanah di simpang empat ke timur itu sudah tidak bisa dihitung. Harganya bisa di atas Rp5 juta per meter. Rumah saya itu dibeli 2002 hanya Rp230.000/meter sekarang menjadi Rp3 juta per meter,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya