SOLOPOS.COM - Suasan Kooken Cafe & Resto yang ada di Kauman, Solo yang merupakan bekas rumah salah satu tokoh Muhammadiyah, Muhtar Bukhori, Jumat (31/3/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO — Ketika masuk gang lumayan sempit di Kauman, Solo, yang kini terkenal dengan batiknya itu, kita akan mendapati satu tempat cukup klasik dengan gaya arsitek campuran antara Eropa dan Jawa. Tempat itu bernama Kooken Cafe & Resto di Jl. Wijaya Kusuma No. 30.

Bangunan tua itu menjadi saksi sejarah panjang jejak Islam di Kauman. Sejak awal Kauman dikenal sebagai tempatnya para santri dan ulama abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tinggal. Di sebuah rumah yang kini bernama Kooken Cafe, tertinggal jejak organisasi modern yang hingga kini masih ada yakni Muhammadiyah.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kafe tersebut dulunya adalah rumah Muhtar Bukhori, tokoh muda yang sempat bersinggungan dengan organisasi bernama Sidiq Tableg Amanat Vatonah ( SATV). SATV pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dengan Muhammadiyah.

Organisasi yang berdiri pada 1917 ini menjadi cikal bakal berdirinya Muhammadiyah di Solo. Alasan tidak langsung diberi nama Muhammadiyah lantaran  terdapat besluit (keputusan) yang diterbitkan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda No. 81 tanggal 22 Agustus 1914, menyatakan Muhammadiyah hanya boleh berdiri di Yogyakarta.

Ketua Solo Societeit, Dani Saptoni, mengatakan pada tahun-tahun itu memang sudah mulai muncul organisasi yang lebih modern di Kauman yakni Muhammadiyah. “Ada tokoh Muhammadiyah awal itu bernama Bukhari yang rumahnya sekarang menjadi Kafe Kooken itu,” lanjut dia.

Meski begitu, bukan Mochtar Bukhari yang menjadi ketua pertama SATV, melainkan Haji Misbach, satu tokoh pergerakan ‘merah’ yang juga tinggal di Kauman, Solo. Sementar Bukhari, belum bergelar Kiai, menjadi anggota termuda bersama M. Abutajib, R. Martodiharjo, R.M. Mangkutaruno, dan M. Wirjoyanjoyo.

Baru setelah Muhammadiyah boleh berdiri di luar Yogyakarta, tahun 1923 SATV berubah menjadi Muhammadiyah Solo. Muhtar Bukhori yang saat itu sudah bergelar Kiai, ditunjuk menjadi ketua pertama. 

Bersumber catatan pwmjateng.com, secara formal SK pendirian Muhammadiyah Solo baru disahkan lima tahun setelahnya. Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah atau PP Muhammadiyah, 1928, secara simbolis mengesahkan dengan tanda tangan Ketua Muhammadiyah saat itu, Kiai Ibrahim.

Gaya Arsitek Campuran Eropa-Jawa

Gaya arsitektur rumah Kiai Mochtar Bukhari terbilang cukup unik. Sejak awal memang sudah tampak nuansa campuran gaya Eropa dan Jawa yang menghasilkan gaya baru yakni Indische.

Dani menyebut ini dipengaruhi oleh dinamika sosial di Kauman. Sebab dalam perkembangannya Kauman tidak hanya dihuni oleh abdi dalem pametakan dari golongan ulama dan santri saja. Tapi juga dihuni para saudagar. 

“Maka ini juga memengaruhi gaya arsitek. Sebagai pembeda, mereka para saudagar batik dan golongan di luar abdi dalem, membangun rumahnya bukan dengan model Jawa, tetapi dengan lojen [loji],” ujar Dani.

Makanya, Dani menyebut di Kauman hampir tidak ada pendapa, melainkan lojen atau loji. Bahkan kerabat Kasunanan, yang tinggal di Sasono Dalem itu juga memakai pola yang sama. “Mereka membanguan rumahnya model-model lojen seperti itu. Bangunan semi Eropa,” kata dia.

Kata lojen atau loji sendiri memiliki arti rumah besar, bagus, dan berdinding tembok. Kata itu berasal dari Bahasa Belanda, loge. Di Solo banyak ditemui model arsitektur semacam itu, salah satunya bekas rumah Kiai Mohtar Bukhari.

“Itu untuk membedakan, sebagai ciri pembeda. Dan juga mungkin karena mereka secara finansial itu kuat. Jadi kalau membangun rumah lojen itu terkesan lebih modern, lebih maju, lebih mewah,” lanjut Dani.

Namun pada prakteknya, kata Dani, di dalamnya masih terdapat ornamen Jawa. Meski mengadopsi sebagian gaya Eropa, nyatanya tidak bisa sepenuhnya meninggalkan identitas mereka sebagai orang Jawa dan seorang muslim. 

“Tidak [bisa] meninggalkan akarnya sebagai komunitas Islam. Itu ukir-ukirannya memakai aksara Arab. Contoh paling riilnya di Kooken Cafe itu ada ukiran sulur Mataraman, terus ada mahkota model Eropa. Di tengah Mahkota itu ada ukiran berbahasa dan beraksara Arab,” lanjut dia.

Bekas rumah Kiai Muhtar Bukhori yang kini menjadi Kooken Cafe pada akhirnya menjadi saksi pergerakan awal Islam modern di Solo. Meski tidak secara langsung, Kauman juga bekelindan dengan peristiwa-peristiwa penting seperti pembentukan Sarekat Dagang Islam (SDI) oleh Samanhudi.

Organisasi ini kelak menjadi cikal bakal Sarekat Islam (SI), satu partai besar paling berpengaruh yang menjadi poros sejarah awal kemerdekaan negara republik ini. Sabab para saudagar di Kauman, kerap bersinggungan dengan SDI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya