SOLOPOS.COM - Menkopolhukam, Luhut Binsar Pandjaitan (berdiri) saat menjadi pembicara dalam dialog deradikalisasi berajuk Bahaya Radikalisme Agama di Indonesia, Sabtu (5/2/2016), di Rumdin Bupati Karanganyar. (Kurniawan/JIBI/Solopos

Pemberantasan narkoba terus dilakukan pemerintah dengan berbagai upaya.

Solopos.com, KARANGANYAR-Sekitar 75 persen narapidana (Napi) kasus narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) di Indonesia masih menjalankan bisnis haram tersebut dari balik penjara.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Penjelasan itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan, saat menjadi pembicara dialog deradikalisasi bertema Bahaya Radikalisme Agama di Indonesia di Rumdin Bupati Karanganyar, Sabtu (5/3/2016).

Kegiatan tersebut dalam rangka silaturahmi ulama se-Soloraya, pelantikan pengurus cabang NU 2015-2020, pelantikan pimpinan cabang pemuda Anshor 2015-2019 Kabupaten Karanganyar. Kegiatan dihadiri tokoh NU, Nusron Wahid, dan Miftahul Ahyar dari Jatim.

Hadir juga Bupati Karanganyar, Juliyatmono; Wabup Karanganyar, Rohadi Widodo; serta alim ulama se-Soloraya. “Sekitar 75 persen napi terkait Narkoba masih mengendalikan bisnis mereka dari balik penjara di Lembaga Pemasyarakatan,” tutur dia.

Para Napi tersebut bisa melakukan itu lantaran mempunyai kekuatan finansial yang terbilang banyak. Uang tersebut digunakan untuk menyogok atau menyuap siapa saja pihak terkait. “Sekitar 60 persen penghuni Lapas adalah Napi yang terjerat Narkoba,” kata dia.

Strategi pemerintah untuk mencegah pengendalian bisnis Narkoba dari balik penjara, menurut Luhut, dengan mengisolasi Napi yang dipidana hukuman mati. Perang terhadap Narkoba juga dilakukan dengan segera mengetes urin pejabat-pejabat tinggi negara.

Rencananya, tes tersebut akan dilakukan secara berkala kurun waktu beberapa bulan. Luhut mengatakan Indonesia sudah masuk tahap darurat Narkoba. Sebab peredaran Narkoba sudah masuk ke sendi-sendi kehidupan masyarakat, tanpa mengenal latar belakang.

Berdasarkan data BNN, tahun 2015 tercatat 5,9 juta kasus Narkoba. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan tahun 2011 yang hanya 3,8 juta kasus. Dari angka tersebut, diketahui, sebanyak 33 orang meninggal dunia saban hari karena Narkoba.

“Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit Narkoba, tapi sudah menjadi salah satu pasar utama Narkoba. Masyarakat harus semakin waspada. Hati-hati dengan berbagai vitamin yang ditawarkan. Sebab bisa saja mengandung ekstasi atau sabu,” terang Luhut.

Dia merinci penggunaan Narkoba jenis sabu dan ekstasi meningkat signifikan beberapa waktu terakhir. Peningkatan konsumsi dua obat terlarang tersebut sangat mencengangkan. Penggunaan sabu naik 350 persen, dan ekstasi meningkat 280 persen.

Terpisah, Ketua Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Karanganyar, Rohadi Widodo, mengakui peredaran Narkoba semakin mengkhawatirkan. Sebab disinyalir peredaran Narkoba sudah masuk ke pelosok-pelosok Bumi Intanpari, tak hanya di perkotaan.

Masyarakat diminta bahu membahu membentengi anggota keluarga dari bahaya Narkoba. Keluarga dinilai sangat strategis untuk mengerem laju peredaran Narkoba di Karanganyar. “Perang melawan Narkoba tidak bisa hanya diserahkan kepada aparat,” tutur Rohadi.

Dia menjelaskan dampak penggunaan Narkoba sangat fatal bagi daya pikir dan konsentrasi seseorang. Bila pernah menggunakan Narkoba, daya konsentrasi orang tersebut tak akan bagus. “Dampaknya tidak akan hilang walau sudah lepas dari Narkoba,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya