SOLOPOS.COM - Beberapa perempuan buruh tani mengais sisa gabah di lahan pertanian yang baru selesai dipanen atau ngasak di areal persawahan di Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri, Senin (7/8/2023). (Solopos.com/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Ngasak atau mengambil gabah sisa panen yang terjatuh atau tidak terangkut oleh pemilik sawah saat memanen padi masih dilakukan sejumlah warga, khususnya perempuan buruh tani, di Wonogiri.

Ngasak biasanya dilakukan buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian padi agar bisa turut merasakan hasil panen tanpa harus membeli. Dari sisi pemilik lahan, keberadaan buruh tani yang ngasak juga dianggap lumrah dan tidak merugikan. 

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Berdasarkan pengamatan Solopos.com di lahan pertanian padi yang tengah panen di Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri, Senin (7/8/2023), sejumlah perempuan lansia tampak menunggu. Setelah pemilik lahan selesai memanen padi, mereka mencari sisa-sisa padi yang tidak terambil oleh pemilik lahan.

Para perempuan yang ngasak sisa panen padi di Selogiri, Wonogiri, itu dari kalangan ekonomi bawah. Sisa panen itu sebenarnya tak terangkut karena tidak sengaja. Para buruh tani yang memanen tidak sengaja meninggalkan sehelai-dua helai batang tanaman padi yang tidak ikut terpotong. 

Ada juga sisa panen padi yang karena terjatuh dan tercecer saat dipanggul atau disunggi ke tepi sawah untuk dipisahkan antara batang padi dengan gabah. Sisa panen itulah yang diambil oleh para pengasak.

Salah satu pengasak asal Selogiri, Sarmi, mengatakan ngasak sudah menjadi aktivitas rutin bagi dia dan sejumlah perempuan lain setiap kali musim panen tiba. Ngasak menjadi cara Sarmi untuk bisa merasakan hasil panen meski dia tidak memiliki lahan pertanian.

Aktivitas itu cukup mengurangi pengeluaran dia dan keluarganya untuk membeli beras. Sarmi menyampaikan aktivitas ngasak itu tidak dilakukan di satu bidang lahan pertanian yang sedang panen, melainkan beberapa bidang. Tetapi dia membatasi diri hanya ngasak di areal persawahan Desa Singodutan dan sekitarnya. 

Bisa untuk Makan Sebulan

Selama musim panen di Selogiri, biasanya Sarmi bisa mengumpulkan tiga karung gabah hasil ngasak. Tetapi hasil ngasak pada musim panen kali ini berkurang karena hasil panen juga tidak optimal. Kualitas padi yang dihasilkan tidak sebaik biasanya. Hal itu karena padi di Singodutan dan sekitarnya kekurangan air.

“Kalau lagi bagus, biasanya bisa dapat tiga karung gabah selama musim panen. Tapi ini kayaknya hanya dua karung gabah. [Hasil ngasak] bisa buat makan lebih dari satu bulan untuk lima anggota keluarga di rumah. Lumayan, bisa mengurangi pengeluaran,” kata Sarmi saat berbincang dengan Solopos.com di sela-sela aktivitas ngasak di areal persawahan Desa Singodutan.

Sarmi menyebut tradisi ngasak ini sudah berlangsung sejak lama di Selogiri, Wonogiri. Hal itu dilakukan para perempuan yang tidak memiliki lahan pertanian padi. Para perempuan pengasak itu biasanya bekerja sebagai buruh tani pada awal musim tanam. Setelah musim tanam selesai, mereka menganggur. 

“Daripada menganggur, lebih baik begini. Hasilnya ya lumayan untuk kami yang enggak punya sawah sendiri. Kalau pagi begitu yang begini [ngasak] ramai. Tadi saja saya barengan dengan delapan orang, sekarang tinggal beberapa orang,” ujar dia. 

Pemilik lahan padi di Desa Singodutan, Selogiri, Wonogiri, Dimun, 71, sama sekali tidak mempermasalahkan aktivitas perempuan yang ngasak di lahan miliknya yang tengah panen hari itu. Tradisi itu sudah berjalan lama.

Pemilik Lahan Tak Dirugikan

Ngasak tidak membuat dia sebagai pemilik lahan merugi. Apalagi mereka, para pengasak, hanya mengambil sisa butir-butir padi yang tidak sengaja tertinggal oleh para buruh tani yang memanen padi. 

Dimun juga menganggap hal itu bukan tindakan mencuri atau menjarah. Sebaliknya, dengan mengizinkan perempuan-perempuan mengambil sisa panenan, hal itu membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan makan para pengasak.

“Tidak masalah, itu bagian mereka. Mereka juga berusaha untuk makan,” kata Dimun saat ditemui Solopos.com di lahan pertanian padi miliknya yang sedang panen di Singodutan.

Dia menambahkan selain ngasak, sejumlah warga di Selogiri, Wonogiri, juga biasa mengambil damen sisa panen atau bonggol batang padi untuk dijadikan pakan ternak lembu. Begitu padi dipanen, mereka langsung memotong bonggol batang padi untuk dibawa pulang ke rumah.

Kepala Desa Singodutan, Karsanto, juga menyampaikan hal serupa. Tradisi ngasak merupakan cara warga untuk menekan pengeluaran membeli bahan pangan. Mereka yang melakukan aktivitas ngasak kebanyakan perempuan yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke bawah.

Aktivas Ngasak ini juga bisa disebut jaring pengaman sosial bagi warga ekonomi rendah. “Biasanya mereka ngasak kalau lagi musim panen. Itu buat menekan pengeluaran mereka,” kata Karsanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya