SOLOPOS.COM - Air akibat luapan Sungai Langsur menggenai wilayah Perumahan Griya Permata Asri 1, Parangjoro, Grogol, Sukoharjo beberapa waktu lalu. banjir yang selalu terjadi akibat luapan sungai itu harus diatasi dengan cara normalisasi sungai, namun upaya itu tekendala penolakan sejumlah warga yang tak mau lahannya dipakai untuk melebarkan sungai. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

Air akibat luapan Sungai Langsur menggenai wilayah Perumahan Griya Permata Asri 1, Parangjoro, Grogol, Sukoharjo beberapa waktu lalu. banjir yanbg selalu terjadi akibat luapan sungai itu harus diatasi dengan cara normalisasi sungai, namun upaya itu tekendala penolakan sejumlah warga yang tak mau lahannya dipakai untuk melebarkan sungai. (JIBI/SOLOPOS/Oriza Vilosa)

SUKOHARJO – Realisasi normalisasi Sungai Langsur yang membelah sembilan desa/kelurahan di Kecamatan Sukoharjo dan Kecamatan Grogol akan terkendala penyerahan tanah oleh pemiliknya. Penolakan pemilik lahan muncul setelah petugas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sukoharjo mulai melakukan pengukuran tanah yang akan dibebaskan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Walau demikian petugas BPN tetap melakukan pengukuran sedangkan permasalahan yang muncul akan diserahkan kepada tim penyelesaian dari Pemkab Sukoharjo. Lahan milik warga yang terkena proyek normalisasi Sungai Langsur sepanjang 7 kilometer. Salah satu penolakan dilakukan oleh warga Kelurahan Combongan, Kecamatan Sukoharjo.

Hal itu diungkapkan Kepala BPN Sukoharjo, Santoso kepada Solopos.com. Didmpingi Kasubsi Pengaturan Tanah
Pemerintah, Yustinus Hadiyanto, Santoso menyatakan, warga Kelurahan Combongan telah membuat surat pernyataan berisi penolakan pelepasan tanah miliknya. “Bagi warga yang tidak setuju pelepasan tanah miliknya perlu penjelasan atau sosialisasi lagi. Apalagi normalisasi Sungai Langsur untuk mengatasi musibah banjir yang sering dialami warga
Sukoharjo sehingga perlu pemahaman bersama,” ujar Santoso.

Menurutnya, nilai ganti rugi dari pemerintah dilakukan secara transparan dan didasarkan pada nilai jual objek pajak (NJOP). “Tanah di bantaran Sungai Langsur merupakan tanah tak produktif karena jarang digarap pemiliknya karena takut tergerus arus sungai.” Dia berharap masyarakat mendukung program normalisasi tersebut agar bencana banjir tidak terjadi lagi.

Ditambahkan oleh Yustinus, pengukuran dilakukan di lahan sebanyak 455 bidang. Menurutnya, pengukuran tidak dilakukan secara berurutan karena ada warga yang menolak. “Dari sejumlah bidang tersebut mayoritas belum bersertifikat. Ada atau tidaknya sertifikat, semua akan kami beri ganti ruginya. Hanya saja, nilainya berapa masih harus dimusyawarahkan,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Sukoharjo, Achmad Hufroni mengatakan, program normalisasi Sungai Langsur sudah mendapatkan alokasi dana dari APBD Perubahan 2013 sebesar Rp 3,625 miliar. Diberitakan sebelumnya, banjir yang terjadi di Sukoharjo Kota akibat tak adanya normalisasi Sungai Langsur. Akibatnya, rumah warga di Kelurahan Joho dan Jetis, Kecamatan Sukoharjo selalu terendam jika curah hujan tinggi.

Anggota DPRD Sukoharjo, Sumarno mendesak penyelesaian proyek normalisasi sungai tersebut. “Setiap tahun kondisi sungai semakin parah akibat sedimentasi. Akibatnya luas sungai menyempit dan air tak mengalir.” Sumarno menjelaskan, dahulu lebar Sungai Langsur selebar 10 meter tetapi saat ini tinggal tiga meter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya