SOLOPOS.COM - Karyawan menata jenang ayu yang sudah jadi di tempat produksi Jenang Ayu Niten di Dukuh Niten, Desa Gadungan, Kecamatan Wedi, Klaten, Kamis (13/4/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com Stories

Solopos.com, KLATEN — Jenang ayu menjadi salah satu pilihan oleh-oleh yang banyak diburu perantau ketika mereka pulang kampung atau mudik ke Klaten kala Lebaran. Salah satu produsen jenang ayu yang terkenal dan legendaris di Kabupaten Klaten yakni Jenang Ayu Niten.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Produksi jenang itu hingga kini masih eksis di usianya yang hampir satu abad. Jenang itu diproduksi di tengah permukiman padat penduduk Dukuh Niten, Desa Gadungan, Kecamatan Wedi. Rumah produksinya berupa rumah klasik di ujung gang.

Pada bagian depan terlihat papan dengan lukisan seorang perempuan berkebaya mengenakan kacamata sembari mengangkat jempolnya seakan mempersilakan masuk. Pada bagian bawah lukisan itu tertulis Ny YM Wignyowikarno, salah satu generasi yang berjasa menjaga roda produksi Jenang Ayu Niten.

Dari generasi ke generasi kualitas jenang di tempat itu terus dijaga. Proses produksi masih dilakukan secara tradisional. Adonan jenang diaduk menggunakan wajan tembaga dengan tungku perapian berbahan kayu bakar.

Bahan untuk pembuatan jenang ayu Niten yang menjadi salah satu oleh-oleh khas Klaten di antaranya tepung beras ketan, gula jawa, hingga santan. Salah satu bahan yakni tepung beras ketan hingga kini masih diproduksi sendiri.

Meski tanpa bahan pengawet, Jenang Ayu Niten masih layak dikonsumsi selama tiga bulan sejak diproduksi. Saat menjelang Hari Raya Lebaran seperti saat ini, pesanan jenang ayu mulai berdatangan.

oleh-oleh jenang ayu klaten
Karyawan memasak jenang ayu di tempat produksi Jenang Ayu Niten di Dukuh Niten, Desa Gadungan, Kecamatan Wedi, Klaten, Kamis (13/4/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Dalam sehari, pengelola dibantu karyawan memproduksi sekitar 160 kilogram (kg) adonan jenang ayu. Naik dibandingkan biasanya yang hanya sekitar 100 kg sehari. Volume produksi jenang terus meningkat seiring semakin dekatnya Lebaran.

Sementara harga jenang ayu di tempat itu dibanderol Rp70.000 per kg. Harga itu sebanding dengan cita rasa jenang ayu yang legit, manis, dan gurih yang hingga kini terus terjaga. Produksi Jenang Ayu Niten di Desa Gadungan, Wedi, Klaten, itu kini dijalankan oleh Valentinus RA, 35, beserta istrinya.

Generasi Keenam

Valentinus merupakan generasi keenam dalam keluarga yang memproduksi dan menjalankan usaha pembuatan jenang ayu Niten. “Sampai sekarang resep untuk membuat jenang masih dipertahankan. Tepung masih diolah sendiri karena jika menggunakan tepung jadi, kualitasnya berbeda,” kata Valen saat ditemui Solopos.com, Kamis (13/4/2023).

Tak hanya bahannya, cara pengolahan jenang ayu Niten yang menjadi oleh-oleh khas Klaten itu juga masih tradisional. Pengelola pernah mencoba membuat jenang dengan cara lebih modern namun hasilnya tak sebaik dan seenak jika menggunakan cara tradisional.

Pemasaran Jenang Ayu Niten dari Gadungan, Wedi, Klaten, pun tak hanya berputar di wilayah Klaten dan sekitarnya melainkan sudah dipasarkan ke berbagai daerah seperti Jawa Timur, Jakarta, Bandung, bahkan ke luar Jawa.

Ada pula yang pembeli memilih datang langsung ke rumah produksi tersebut. Tak sedikit dari para pencinta jenang yang sudah menikmati legitnya Jenang Ayu Niten sejak masih belia dan tetap setiap hingga berusia senja.

“Ada pembeli yang sudah menggemari jenang ini sejak masih duduk dibangku SD dan kini sudah berusia 65 tahun. Dia kini berdomisili di Surabaya,” kata Valen.

oleh-oleh jenang ayu klaten
Karyawan menunjukkan jenang ayu yang sudah dikemas di tempat produksi Jenang Ayu Niten di Dukuh Niten, Desa Gadungan, Kecamatan Wedi, Klaten, Kamis (13/4/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Valen mengisahkan usaha jenang itu bermula dari leluhurnya yang memiliki empat anak hampir seabad lalu. Dari keempat anak itu, tiga orang meneruskan usaha membuat jenang. “Ketiganya itu membuat jenang dan jualan di Pasar Wedi. Saat itu hanya dijual di meja dan masih jenang saja,” kata dia.

Kisah jenang oleh-oleh khas Klaten tersebut diberi nama jenang ayu lantaran salah satu penjualnya memiliki paras cantik. Soal nama jenang yang diproduksi menjadi Jenang Ayu Niten, Valen mengisahkan berawal dari generasi keempat yakni Ny YM Wignyowikarno.

Niten diambil dari nama daerah tempat produksi jenang tersebut. Oleh Wignyowikarno, nama Jenang Ayu Niten dipatenkan dan bertahan hingga kini. Sejak dari generasi keempat itu, usaha produksi Jenang Ayu Niten dari Gadungan, Wedi, Klaten, itu berkembang.

Warisan Budaya Tak Benda

Pemasaran jenang merambah ke berbagai daerah. Selain itu, jenang tersebut pernah dibawa hingga ke luar negeri sebagai oleh-oleh. Namun, usaha jenang tersebut tak selalu mulus. Seperti saat pandemi Covid-19.

Sempat muncul larangan mudik Lebaran yang membikin produksi Jenang Ayu Niten ikut terdampak lantaran sepi pesanan. Seiring diberlakukannya pelonggaran, produksi mulai menggeliat dan Jenang Ayu Niten masih eksis hingga kini.

Tempat produksi Jenang Ayu Niten yang menjadi oleh-oleh khas Klaten menjadi lapangan kerja bagi banyak orang dari generasi ke generasi. Tak sedikit mantan karyawan yang kini membuka usaha produksi jenang. Bagi Valen hal itu tak jadi soal. Dia meyakini rezeki sudah ada yang mengatur.

Salah satu karyawan Jenang Ayu Niten, Yani, mengatakan saban Lebaran tiba pesanan tak henti berdatangan. Para pembeli berasal dari berbagai daerah. “Selama saya dua tahun di sini itu ada pembeli dari Kalimantan dan Bali. Karena memang cita rasanya yang legit, manis, dan gurih,” kata Yani.

Masih eksisnya Jenang Ayu Niten sebagai salah satu kekayaan tradisional yang masih eksis hingga kini menarik perhatian Pemkab Klaten. Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Klaten mengusulkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda ke pemerintah pusat.

Kepala Disbudporapar Klaten, Sri Nugroho, membenarkan Jenang Ayu Niten menjadi salah satu dari delapan usulan warisan budaya tak benda asal Klaten.

“Sifatnya masih usulan untuk kedelapan itu. Masih ada tahapan seleksi. Salah satu pertimbangan diusulkan yakni orisinalitas yang dirawat dari generasi ke generasi,” kata Nugroho.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya