SOLOPOS.COM - Proses pengangkutan genting ke dalam bak truk untuk dijual, di Kampung Demakan, Desa Demakan RT001/RW006 Mojolaban, Sukoharjo, Sabtu (19/3/2022). (Magdalena Naviriana Putri/Solopos.com)

Solopos.com, SUKOHARJO — Perajin genting di Kampung Demakan, Desa Demakan RT001/RW006, Mojolaban, Sukoharjo mengeluhkan minimnya pendapatan lantaran ongkos produksi yang melambung.

Salah satu perajin, Rosyid Mohtar, 65, kala ditemui Solopos.com di rumahnya, Sabtu (17/3/2022), mengatakan pendapatan yang didapatnya kini tak lagi bisa dinikmati.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Ini baru libur sepekan, sekarang produksinya saja mahal, minimal Rp5 juta lebih kalau sudah jadi dan terjual mepet sekali dengan modalnya. Kalau tidak punya pendapatan sampingan kadang harus ngutang kalau mengandalkan ini [genting] saja tidak bisa,” keluhnya.

Baca Juga: Perajin Gerabah Keluhkan Harga dan Pasokan Tanah Liat

Rosyid membeberkan modal yang dibutuhkan selama proses pengerjaan. Dia harus merogoh kocek untuk mendapat tanah sekitar Rp3,5 juta-Rp4 juta, untuk sewa penggiling tanah Rp480.000 untuk membayar tenaga sekitar Rp110.000/orang.

“Modalnya banyak, giling tanah saja harus sewa, belum tenaganya sekitar enam orang, itu makan dan lainnya masih belum dihitung,” terangnya.

Setelah proses penggilingan, proses cetak dapat dilakukannya sendiri. Namun setelah cetak itu pun, dia harus menyewa tempat untuk pembakaran sekitar Rp200.000.

Tak hanya itu, pembelian kayu bakar, menurutnya, mencapai Rp2,5 juta. Keseluruhan proses itu jika di total hanya mampu menghasilkan 7.500 buah genting yang dijual dengan harga Rp700 hingga Rp.1000 rupiah per bijinya.

Baca Juga: Hujan, Produksi Genting di Weru Sukoharjo Turun 40%

“Kalau tidak ada samben liane [sampingan lainnya], hanya menghabiskan waktu, kalau musim hujan seperti ini saja harus tiga kali pengeringannya. Biasanya hanya membutuhkan dua kali,” ujarnya.

Kendati demikian, Rosyid mengaku di kampungnya sendiri masih ada 16 rumah yang membuat genting, selain itu dia masih menginginkan melakoni pekerjaan itu. Menurutnya, anaknya pun masih mau melanjutkan pekerjaan yang sama.

Rosyid menambahkan, saat ini penjualan di kampungnya merambah menggunakan sistem daring, diambil tengkulak, atau bahkan berkeliling mencari pembeli, walaupun ada pula yang masih datang kerumah-rumah untuk membeli.

Baca Juga: Hujan Berkepanjangan Ganggu Produksi Genting dan Batu Bata Godean

Penjualannya menyasar ke Kartasura, Solo, Sragen, Sukoharjo, Wonogiri, serta lainnya.

Prihartini, 52, menyatakan hal yang sama dengan Rosyid, terkait mahalnya biaya produksi ketika ditemui di rumahnya, Sabtu.

“Sekarang minyak bibit [untuk pelumas proses cetak] saja per liter Rp26.000 [biasanya Rp22.000], minyak goreng naik, dia juga ikut naik, kalau penjualan gentingnya Rp850-Rp1.100 per bijinya, tidak tentu,” terang ibu dua anak itu.

Saat ini di rumahnya hanya tersisa suaminya yang melanjutkan pembuatan genting. Dia memilih menimang cucu sedangkan anaknya melakoni pekerjaan lain.

Pembuat Genting lainnya, Kasimun, 58, warga desa setempat, menyatakan mengalami kesulitan dalam pemasaran.

“Sekarang lebih sedikit [penjualannya], kalau yang ukuran kecil Rp900-Rp1.200, kalau yang besar Rp1.050-Rp1.400 per bijinya,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya