SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi (Agoes Rudianto/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN–Beberapa orangtua siswa kelas VII dan VIII, SMPN 1 Masaran, Sragen mempertanyakan kebijakan penarikan dana senilai Rp300.000-Rp700.000 untuk membangun infrastruktur sekolah.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Salah satu orangtua siswa kelas VII yang enggan disebut nama menuturkan pihak sekolah membebani siswa kelas VII senilai Rp300.000. Orangtua siswa diminta membayar uang Rp300.000 untuk membangun infrastruktur sekolah.

Pihak sekolah mengumumkan hal itu saat orangtua siswa mengambil pengumuman nilai ujian tengah semester satu pekan lalu. Dia mempertanyakan kebijakan itu karena pihak sekolah tidak memberikan perincian dana. Dia menduga uang itu sebagai bentuk pungutan dari sekolah.

“Pihak sekolah mengatakan uang bisa dibayar dengan dicicil. Saya belum bayar karena belum ada edaran perihal rincian penggunaan dana. Saya belum pernah mendengar sekolah lain diminta membayar iuran tertentu. Saya secara pribadi bisa membayar, tapi kalau orang lain kasihan,” kata dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Selasa (4/12/2012).

Hal senada disampaikan orangtua siswa kelas VIII yang juga enggan disebut nama. Dia menjelaskan diminta membayar Rp700.000 dengan alasan memperbaiki beberapa bangunan.

“Saya ini bingung. Dahulu dikatakan sekolah enggak memungut uang untuk membangun tetapi sekarang diminta  membayar. Saya dengar sekitar 25 persen orangtua kelas VIII sudah membayar,” jelas dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya.

Bantah

Kepala SMP N 1 Masaran, Mochammad Arifin, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya membantah apabila pihak sekolah memungut orangtua siswa senilai Rp300.000-Rp700.000. Arifin berdalih uang itu sebagai bentuk sumbangan dari orangtua siswa kepada sekolah.  Rencana dana yang terkumpul untuk membangun pagar sekolah, taman, renovasi kamar mandi dan memperbaiki tempat parkir sepeda.

“Ini bukan pungutan tetapi sumbangan. Saya tahu aturan soal itu. Sumbangan hanya diperuntukkan siswa yang mampu sedangkan siswa tergolong miskin tidak kami minta. Ini bukan pungutan karena tidak ada batas waktu pembayaran. Jadi kalau tidak bisa, kami tidak memaksa,” jawab dia.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sragen, Joko Saryono, menanggapi hal itu dan berjanji akan menindaklanjuti terkait informasi tersebut . Dia berjanji melakukan klarifikasi perihal dugaan pungutan.

Joko menjelaskan pihak sekolah harus berpegang teguh pada Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012. Pasal 9 menyebutkan satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan.

“Kami akan melakukan klarifikasi. Bila menyimpang maka harus dikomunikasikan dengan orangtua. Sumbangan boleh, tapi tidak diarahkan dan tidak dipatok nominal tertentu,” tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya