SOLOPOS.COM - Keluarga Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said, yang jadi korban pembunuhan didampingi pengacara keluarga datangi Polsek Gatak, Sukoharjo, Senin (25/9/2023). (Istimewa)

Solopos.com, SUKOHARJO — Kedua orang tua (ortu) dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta yang jadi korban pembunuhan, Wahyu Dian Silviani, mendatangi Polsek Gatak, Sukoharjo, Senin (25/9/2023). Mereka adalah Moh. Hasil Tamzil dan Abdiah yang didamping pengacara, Gema Akhmad Muzakir.

Mereka datang untuk meminta polisi serius mengusut kasus pembunuhan Wahyu pada 28 Agustus 2023 lalu. Polres Sukoharjo sendiri telah menangkap pelaku pembunuh dosen pintar tersebut, yakni Dwi Feriyanto, 23, tukang bangunan yang dipekerjakan korban.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Hasl TAmzil dan Abdiah menempuh jarak lebih dari 1.000 kilometer dari Kota Mataram ke Sukoharjo untuk mencari keadilan atas meninggalnya anak tercinta. Kasus kematian anaknya kini masuk ranah penyidikan.

Ibunda korban, Abdiah, menceritakan almarhumah Wahyu Dian Silviani merupakan sosok yang baik, sopan, santun, pendiam dan menaruh hormat kepada siapa pun tanpa memandang status sosial. Dian, sapaan sehari-hari alamarhumah, tidak pernah berkata kasar. Apalagi untuk menyakiti pekerja rumahnya dengan kalimat kasar seperti yang dituduhkan pelaku.

Menurut cerita Abdiah, anak perempuannya itu justru memberikan makanan dan minuman meski para pekerjanya telah dibayar dengan sistem borongan lepas.

“Saya selalu ingatkan ke Mbak Dian, [karena] ini musim panas belikan tukangnya makanan dan minuman. Apa yang saya kasih tahu ditunaikan sama dia,” jelas Abdiah seusai mendatangi Polsek Gatak, Senin.

Abdiah tidak terima dengan perlakuan Pelaku terhadap anaknya. Terlebih pelaku, menurut Abdiah, telah memfitnah anaknya dengan menyatakan Dian berkata-kata kasar. Abdiah juga mempertanyakan kesaksian pelaku yang dijadikan dasar ancaman terhadap pelaku pada Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana.

“Caci maki [dari korban] itu tidak pernah ada, makian korban itu tidak pernah ada. Karena pada Senin 21 Agustus 2023 [waktu di mana pelaku mengaku menerima cacian] korban ada seminar di kampus dan biasanya dia berangkat kerja antara pukul 07.30 WIB sampai pukul 08.00 WIB. Apalagi kalau ada acara pasti dia lebih pagi lagi,” ungkapnya.

Dari kebiasan itu, naluri Abdiah sebagai ibu serta diperkuat dengan pernyataan saksi yang merupakan teman satu kampus korban. Ia meyakini tidak mungkin pada tanggal tersebut korban bertemu pelaku. Abdiah juga hendak meminta rekaman kamera CCTV kampus untuk membuktikan keyakinannya jika anaknya saat itu tidak bertemu pelaku.

Sementara itu, ayah korban, Moh. Hasil Tamzil berharap pihak kepolisian mengusut tuntas kematian sang anak. “Kami sebagai orang tua dan keluarga berharap keadilan benar-benar berpihak kepada kami. Keadilan itu dapat kami rasakan. Artinya tuntas, jangan sampai persoalan ini selesai hanya karena pembunuh sudah ditangkap,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya