SOLOPOS.COM - Ilustrasi Panen Padi (JIBI/Dok)

Ilustrasi Panen Padi (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi Panen Padi (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN –Penjualan hasil panen padi organik para petani di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Sragen belum terorganisir. Akibatnya, harga padi organik tak bisa stabil tinggi.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Jika musim panen, mereka harus siap bersaing dengan hasil panen padi non-organik yang dijual dengan harga lebih rendah.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Sukorejo, Suryanto, akhir pekan kemarin mengatakan di desanya sudah ada beberapa pengusaha besar yang menjalin kerja sama dengan para petani dalam bentuk jual beli padi organik. Namun, tak semua petani mau menjalin kerja sama dengan para pengusaha tersebut dan memilih menjual padi kepada para tengkulak yang sudah standby di desa mereka saat musim panen.

Pasalnya, perusahaan besar biasanya hanya mau membeli padi jenis tertentu. Sementara, meskipun dibeli dengan harga lebih rendah, tengkulak mau menampung semua jenis padi.

Jaga Kualitas

Meski mengaku ribet dalam penjualannya, para petani tak gentar untuk terus melanjutkan metode pertanian organik. Pasalnya, mereka sudah terlanjur terbiasa meski metode penanaman padi organik lebih rumit dibandingkan menanam padi biasa. Suryanto menambahkan padi organik Desa Sukorejo ditanam di sekitar 132 hektare lahan dengan pupuk andalan mereka ialah kotoran hewan ternak.  Setiap satu 3.300 meter persegi lahan pertanian bisa menghasilkan sekitar 4-5 ton padi sekali panen. Sementara itu, dengan menggunakan pupuk kandang, mereka bisa menekan biaya produksi hingga ratusan ribu rupiah.

Ketua Kelompok Tani Margorukun, Desa Sukorejo, Sambirejo, Suyono, Jumat, menambahkan para petani padi organik di desanya kadang meraup keuntungan yang cukup tinggi ketika musim kemarau. Saat itu stok padi biasanya menurun karena banyak yang gagal panen. Sementara, para petani di Sukorejo tetap bisa memanen padi dan menjualnya dengan harga tinggi.

Namun, saat musim tanam pertama, ketika hampir semua lahan pertanian di Sragen bisa panen, mereka harus siap bersaing karena  padi non-organik lebih diminati. Hal itu pernah mereka alami beberapa tahun lalu. Saat itu, harga padi organik hampir sama dengan padi non-organik karena jumlah keduanya melimpah. Sementara, kalau petani tak mau menjual dengan harga rendah, mereka justru bakal merugi karena padi tak bisa terjual.

Suyono menegaskan, itulah sebabnya para petani harus selalu menjaga kualitas padi organik. “Soalnya kalau harga tinggi tapi mutunya enggak bagus, meski padi organik, tetap jarang yang beli. Masyarakat lebih banyak yang memilih beli padi biasa yang harganya lebih murah,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya