SOLOPOS.COM - Ketua Paguyuban Tani Sidodadi, Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas, Klaten, Agus Triyanto, 38, menunjukkan padi di sawahnya yang roboh dan sebagian tergenang air, Senin (4/3/2013). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/SOLOPOS)


Ketua Paguyuban Tani Sidodadi, Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas, Klaten, Agus Triyanto, 38, menunjukkan padi di sawahnya yang roboh dan sebagian tergenang air, Senin (4/3/2013). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/SOLOPOS)

KLATEN–Robohnya tanaman padi akibat terjangan hujan disertai angin yang menerpa wilayah Desa Nanggulan, Kecamatan Cawas, Klaten membuat ongkos buruh panen padi atau dikenal dengan istilah tleser naik.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Akibatnya, petani pemilik lahan harus merogoh dana lebih besar dibandingkan saat tanaman dalam kondisi normal.

Ketua Paguyuban Tani Sidodadi, Desa Nanggulan, Agus Triyanto, 38, ketika ditemui Solopos.com, Senin (4/3/2013) mengatakan ongkos normal satu grup tleser berkisar antara Rp300.000-Rp350.000. Namun, jika padi sudah roboh, ongkos melonjak menjadi kisaran Rp500.000-Rp700.000.

Menurutnya, hal itu terjadi karena tenaga yang dikeluarkan oleh para buruh lebih banyak dibandingkan saat memanen padi dalam kondisi normal.

“Satu grup tleser jumlahnya minimal 10 orang. Mereka nanti yang memotong padi hingga memisahkan gabah dari batangnya dengan mesin perontok padi. Harga yang saya sebutkan itu sudah satu paket. Semakin roboh, ongkos semakin tinggi,” kata dia.

Ia menambahkan, kendala lain yang ia hadapi adalah jumlah tleser lebih sedikit dari lahan yang harus dipanen. Menurutnya, karena banyaknya petani yang membutuhkan jasa mereka, ia kesusahan mencari tleser untuk memanen padi di sawahnya yang sudah roboh sejak dua pekan terakhir.

“Kalau telanjur roboh begini, hasil panen juga berkurang. Kalau tahun lalu saya bisa dapat gabah sebanyak 14 kuintal. Mungkin, besok hanya tinggal sembilan kuintal saja. Soalnya, sawah saya tergenang air. Padi yang roboh dan terkena air tidak bisa berkembang lagi bulirnya. Bahasa Jawanya gabuk [kopong],” papar dia.

Kadus I Nanggulan, Bambang Sayoko, 40, dijumpai Solopos.com di kantornya, mengatakan hujan disertai angin sudah berlangsung sejak dua pekan terakhir. Paling parah, kata dia, pada Minggu (3/3/2013) malam. Menurutnya, tak semua padi jadi korban angin. Jika dihitung, lanjutnya, ada sekitar 30 hektare sawah yang padinya roboh diterjang angin.

Sementara itu, seorang buruh panen, Marto Wagiyo, 65, warga Dukuh Bulu, Desa Nanggulan, yang ditemui di sela-sela pekerjaannya memanen padi, Senin, mengatakan ia dan 15 orang rekannya dibayar dengan gabah. Masing-masing orang, kata dia, berhak mendapat 20 kilogram gabah untuk dibawa pulang.

“Kalau kondisinya sudah roboh begitu, kadang, dibayar Rp600.000 saja kami tidak mau,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya