Soloraya
Senin, 27 Februari 2023 - 16:43 WIB

Panen Padi 1 Tahun di Sragen Bisa Cukupi Kebutuhan 1 Juta Jiwa Selama 4 Tahun

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wabup Suroto (dari kanan) bersama Ketua Baznas Sragen, Sekda Sragen Tatag Prabawanto, dan perwakilan Polri serta TNI melakukan panen raya padi organik di Dukuh Cengklik RT 003, Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Sragen, Rabu (2/3/2022). (Istimewa/Baznas Sragen)

Solopos.com, SRAGEN — Produksi gabah/beras di Sragen secara kumulatif dalam setahun selalu surplus. Termasuk tahun 2022 meskipun sempat terjadi penurunan produktivitas pada musim panen ketiga.

Saking banyaknya, hasil panen beras di Sragen dalam setahun bisa untuk mencukupi kebutuhan 1 juta jiwa selama empat tahun. Penjelasan itu diungkapkan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Sragen, Eka Rini Mumpuni Titi Lestari, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin (27/2/2023).

Advertisement

Ia menjelaskan kebutuhan beras 1 juta jiwa penduduk Kabupaten Sragen rata-rata 84.000 ton per tahun. Sedangkan hasil panen gabah kering panen (GKP) dalam tiga kali musim dalam setahun di Sragen berkisar 600.000-700.000 ton.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, jumlah produksi gabah kering panen selama 2020 sebanyak 668.553 ton. Pada 2021 angkanya naik menjadi 703.560 ton. Untuk data produksi padi di 2022, Eka mengatakan belum dirilis BPS tetapi ia meyakini angkanya tidak jauh dari 2021.

Advertisement

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, jumlah produksi gabah kering panen selama 2020 sebanyak 668.553 ton. Pada 2021 angkanya naik menjadi 703.560 ton. Untuk data produksi padi di 2022, Eka mengatakan belum dirilis BPS tetapi ia meyakini angkanya tidak jauh dari 2021.

“Konversi GKP ke beras itu turunnya 56%-60%. Artinya GKP 703.560 ton dikonversi menjadi beras sebanyak 393.994 ton. Bila kebutuhan beras per tahun rata-rata 84.000 ton maka hasil panen dalam setahun itu bisa untuk mencukupi kebutuhan 1 juta jiwa penduduk Sragen selama empat tahun lebih,” jelas Eka.

Tim dari Kementerian Pertanian (Kementan) sempat turun ke Sragen pada pekan lalu setelah mendengar informasi adanya gagal panen hingga 50%. Setelah dicek ternyata tidak ada yang gagal panen tetapi produksi gabahnya memang mengalami penurunan karena cuaca ekstrem.

Advertisement

“Dari 1,5% itu tidak ada yang puso. Artinya petani masih bisa panen meskipun kualitasnya kurang baik karena telanjur terendam banjir selama dua hari. Sekarang lebih dari 50% hamparan padi sudah panen, seperti di Plupuh, Sidoharjo, dan seterusnya. Dipresiksi panen terakhir terjadi pada pekan kedua Maret mendatang,” jelasnya.

Sementara itu, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen, meminta DPRD memfasilitasi audiensi dengan pihak terkait merespons munculnya Surat Edaran Badan Pangan Nasional  tentang harga batas atas untuk pembelian gabah.

Ketua KTNA Sragen, Suratno, mengatakan pihaknya ingin berdialog dengan Perum Bulog, Perpadi, Satgas Pangan, DKP3 Sragen, dan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (Diskumindag) Sragen terkait penentuan harga beras.

Advertisement

Suratno menyebut penentuan harga batas atas dan SE Badan Pangan Nasional itu dibuat tanpa melibatkan petani. Selain itu tidak mempertimbangkan keseimbangan biaya produksi petani. Menurutnya, penentuan harga GKP Rp4.550/kg di tingkat petani tidak layak karena biaya produksinya menelan Rp5.100/kg.

“SE Kepala Badan Pangan Nasional dirasa sangat merugikan petani, terutama petani Sragen yang sekarang sedang panen raya. Karena krusialnya, kami meminta audiensi kepada lembaga tersebut yang difasilitasi DPRD Sragen,” ujarnya.

Menanggapi itu, Eka menerangkan penetapan SE Badan Pangan Nasional melibatkan perusahaan pertanian di bidang hilir. Tidak ada perwakilan dari Kementerian Pertanian (Kementan).

Advertisement

Dalam membuat kesepakatan itu, kata Eka, masih melihat harga dasar, yaki harga pembelian pemerintah (HPP) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Sementara harga pasar tidak bisa ditentukan karena mengikuti mekanisme pasar. Untuk perusahaan pertanian di hilir, sambung dia, harga pembelian gabah atau beras harus mengacu pada ketentuan tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif