SOLOPOS.COM - Pengepul buah kesemek asal Dukuh Gebyok, Desa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, Riyanto, memperlihatkan buah kesemek di rumahnya, Jumat (9/6/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Produktivitas buah kesemek di Desa/Kecamatan Selo, Boyolali, mengalami penurunan drastis pada 2023 ini yang berakibat ekspor buah tersebut ke Singapura jadi tersendat.

Salah satu pengepul kesemek, Riyanto Bagong Wicoro, 45, menceritakan buah kesemek asal Selo telah diekspor ke Singapura sejak 1981.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Waktu itu sudah dipegang ibu saya, 1981 sudah bisa ekspor ke Singapura. Kemudian pada 2005 dipegang saya dan istri, jadi saya pengepul enggak hanya di Desa Selo, ada juga dari Desa Jrakah tapi dijual ke saya,” jelasnya saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat (9/6/2023).

Riyanto mengungkapkan produktivitas buah kesemek kualitas ekspor mulai turun sejak 2021. Ia menceritakan pada 2020, ia bisa ekspor 15-20 ton kesemek dari Selo, Boyolali.

Lalu, pada 2021 mulai turun menjadi 10 ton. Pada 2022 turun lagi menjadi 5 ton, lalu pada 2023 tidak bisa ekspor karena produktivitasnya turun drastis. Panen kesemek kualitas lokal juga menurun. Pada 2020 ada 10 ton, lalu 2021 tujuh ton, dan 2022 ada lima ton.

Bahkan, kata Riyanto, untuk memenuhi pasar daerah Salatiga dan Solo pada 2023 ini juga tidak bisa. Buah kesemek yang hanya tumbuh pada Mei dan Juni, pada sebulan kemarin baru mampu panen 5 -7 ton.

Dengan jumlah tersebut, buah kesemek hanya mampu dipasarkan area lokal Selo. Kesemek kualitas ekspor yang masih mentah harganya bisa mencapai Rp25.000 per kilogram. Sedangkan kesemek matang dijual lokalan hanya Rp15.000-Rp20.000 per kilogram.

“Penyebabnya karena cuaca yang sangat ekstrem, jadi kami tahun ini tidak bisa ekspor karena enggak ada barang. Hanya dijual lokalan sepanjang Jl Ki Hajar Saloka area SSB karena produksi menurun drastis,” jelas dia.

Berharap Bantuan Pemerintah

Riyanto menjelaskan buah kesemek yang sudah menembus pasar ekspor telah menjadi warisan leluhur di Kecamatan Selo, Boyolali, khususnya di Dukuh Gebyok. Beberapa pohon kesemek tumbuh di area tengah Kecamatan Selo itu.

Namun, semuanya ditampung di Dukuh Gebyok karena termasuk khas daerah tersebut. Lebih lanjut, ia berharap adanya campur tangan pemerintah merespons turunnya produktivitas buah kesemek di Selo.

Campur tangan yang diharapkan berupa bantuan untuk menambah populasi buah kesemek di Selo. Riyanto mengungkapkan saat ini khusus di Dukuh Gebyok ada sekitar 150 pohon kesemek.

“Selain itu, kami juga berharap adanya pendampingan untuk cara penanaman pohon kesemek hingga pendampingan pengolahan buahnya,” kata dia.

Kades Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, Andi Sutarno, membenarkan produktivitas buah kesemek kualitas lokal maupun ekspor sejak 2021 hingga 2023 turun hingga 50 persen. Buah kesemek akhirnya hanya dijual di area Dukuh Gebyok pinggir jalan SSB area Desa Selo.

Selain masalah berupa tidak bisa dipasarkan lebih luas karena turunnya produktivitas, Andi menjelaskan dulu sempat ada pengolahan hasil kesemek agar bisa mendongkrak harga.

“Dulu sudah [diolah jadi barang lain]. Jadi selai dan keripik, tapi memang kami membutuhkan tenaga ahli untuk mengolah kesemek dan mengembangkannya,” jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya