SOLOPOS.COM - Puluhan santri dan warga menjalankan salat tarawih dengan dua juz bacaan Al-Qur’an di Masjid Imam Ahmad bin Hambal Pucuk, Desa Sepat, Masaran, Sragen, Kamis (23/3/2023) malam. (Istimewa/Eko Basra)

Solopos.com, SRAGEN — Salat tarawih menjadi ciri khas ibadah sunah saat Ramadan. Salat tarawih plus salat witir biasa dikerjakan seusai Salat Isya’ dengan jumlah rakaat ada yang 11 dan ada yang 23.

Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum Raden Fatah Pucuk, Desa Sepat, Kecamatan Masaran, Sragen, memiliki tradisi salat tarawih dengan membaca dua juz Al-Qur’an tiap malam. Tradisi ini sudah berjalan empat tahun terakhir.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Meskipun melafalkan bacaan dua juz, salat tarawih dengan 23 rakaat tersebut diselesaikan dalam waktu 1,5 jam. “Salat tarawih dengan dua juz itu cepat, hanya 1,5 jam. Biasanya dimulai pukul 19.30 WIB dan selesai pada pukul 21.00 WIB. Kami menargetkan dalam 15 hari bisa khatam Al-Qur’an setelah itu para santri bisa pulang ke kampung halaman,” ujar Ustaz Muh. Daud Ali Fiki, pengajar di ponpes tersebut saat berbincang dengan Espos, Jumat (24/3/2023) malam.

Jumlah santri di ponpes yang berdiri sejak 2015 itu sebanyak 120 orang yang terdiri atas 86 santri lak-laki dan sisanya santri perempuan. Ponpes yang terletak di Dukuh Pucuk RT 016/RW 004, Desa Sepat, ini merupakan cabang dari Ponpes Temboro, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.

“Santri-santri di sini banyak yang berasal dari luar Jawa, seperti dari Ambon, Sorok, Aceh, Palembang, Palu, dan lainnya. Santri dari Sragen dan sekitarnya hanya 30 orang,” ujarnya.

Pengasuh Ponpes Darul Ulum Raden Fatah Sragen, Muhajir, 34, saat berbincang dengan Solopos.com, Jumat, menyampaikan selama Ramadan aktivitas di ponpes lebih banyak porsinya untuk membaca Al-Qur’an sebesar 70% dan sisanya untuk belajar diniyah [limu agama].

Ponpes ini merupakan pondok tahfiz sehingga adanya kegiatan salat tarawih dengan bacaan dua juz Al-Qur’an itu selaras dengan apa yang dipelajari para santri.

“Para santri sudah terbiasa ikut salat tarawih dengan dua juz Al-Qur’an. Ramadan ini merupakan tahun keempat. Salat tarawih dengan bacaan Al-Qur’an dua juz itu sudah menjadi tradisi di ponpes ini,” jelasnya saat berbincang di Masjid Imam Ahmad bin Hambal Pucuk.

Ada dua imam yang bergantian memimpin salat tarawih. Satu imam memimpin salat sampai habis satu juz, kemudian diganti imam kedua yang juga menghabiskan satu juz.

Muhajir melanjutkan, sebelum Ramadan, porsi pembelajaran masih 50:50 untuk diniyah dan Al-Qur’an. Pembelajaran diniyah yang dimaksud merupakan pembelajaran Kitab Kuning.

Muhajir berkisah awalnya ponpes ini hanya sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Dia melihat kepedulian masyarakat tinggi untuk memajukan pendidikan agama padahal mereka merupakan kalangan abangan. “Antusias masyarakat untuk mengaji yang tinggi itu memunculkan adanya ponpes. Akhirnya, masyarakat bergerak dan pada 2015 mulai berdiri ponpes dengan empat santri. Pada tahun kedua dan ketiga bertambah menjadi 10 orang, 11 orang. Kemudian mulai tahun kelima, ponpes mulai dikenal masyarakat,” ujarnya.

Muhajir mengatakan pihaknya bekerja sama dengan Ponpes Al Fatah Temboro, Jawa Timur. Mulai 2019, jelas dia, ada pengiriman santri dari Temboro sebanyak 30-an orang padahal saat itu jumlah santri di Pucuk sudah 40-an orang. Dia menerangkan pada tahun berikutnya dikirim 20 santri, lalu 17 santri.

“Mulai tahun depan tidak lagi dikirim. Tujuan pengiriman santri itu untuk membentuk atmosfer tahfiz. Pada tahun ini, kami meluluskan 15 santri hafiz Qur’an. Para santri di sini dibimbing 26 orang ustaz dan ustazah,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya