SOLOPOS.COM - SEPI -- Tanda pengumuman penjualan kios terlihat di pintu salah satu kios di Pasar Raya Gentan. Sepinya kondisi pasar membuat banyak pemilik kios yang menutup atau menawarkan kiosnya. (JIBI/SOLOPOS/ Ika Yuniati)

SUKOHARJO – Lima tahun diresmikan, Pasar Raya Gentan (PRG) masih saja sepi karena pengunjung yang kebanyakan hanya datang saat pagi dan banyaknya kios yang tidak dipakai.

SEPI -- Tanda pengumuman penjualan kios terlihat di pintu salah satu kios di Pasar Raya Gentan. Sepinya kondisi pasar membuat banyak pemilik kios yang menutup atau menawarkan kiosnya. (JIBI/SOLOPOS/ Ika Yuniati)

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pengunjung PRG paling banyak datang sekitar pukul 09.00, setelah itu aktivitas jual beli hanya dilakukan beberapa orang. Menurut lurah PRG, Heri Wiharno, kios-kios di PRG sebenarnya sudah ada pemiliknya namun banyak yang tidak menempati. Ia menambahkan kios yang buka hingga saat ini hanya sekitar 30%.

Heri menjelaskan pasar yang dibuka tiap hari ini saat siang dan sore memang sepi pengunjung, Namun saat pagi aktivitas jual beli masih berjalan normal. “Terlebih pas hari libur, pasar biasanya lebih ramai hingga siang,” terangnya. Menurutnya sepinya pasar disebabkan oleh beberapa hal yang kompleks seperti variasi dagangan yang kurang, pedagang yang tidak mau menempati kios dan konsumen yang memilih pasar lain.

Ia menambahkan pengurus pasar sudah melakukan beberapa upaya untuk meramaikan pasar seperti penyebaran brosur dan pamflet serta diijinkannya Pedagang Kaki Lima (PKL) memasuki kawasan PRG. Sedangkan untuk kios yang tidak digunakan pengelola pasar bersedia menjadi mediator untuk menjual kios-kios tersebut dari pemilik lama ke orang lain yang ingin berdagang di PRG. Sedangkan untuk pemasukan kas desa, pada 2011 lalu PRG menyetorkan uang sejumlah Rp6 juta untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes). “Itu sudah memenuhi target. Targetnya ya sekitar Rp6 juta itu,” ungkap Heri.

Sementara pedagang jamu yang sudah berjualan empat tahun di PRG, Berti, 37, mengatakan PRG biasanya ramai hanya satu jam sekitar pukul 08.00, sedangkan saat siang dan sore memang sudah sepi. Berti mengaku pada 2008 hingga 2011 pertengahan ia menjual kerupuk, namun karena hasil penjualannya tidak mencukupi untuk membayar los, retribusi dan listrik, pertengahan 2011 ia beralih berjualan jamu. Sedangkan biaya sewa los, listrik dan retribusi setiap satu bulan sekitar Rp66.000. “Saya kalau hanya berjualan di sini sampai jam 09.00 itu belum mesti dapat Rp20.000. Ya akhirnya saya menjual jamu-jamu ini keliling perumahan sini,” ungkap Berti.

JIBI/SOLOPOS/Ika Yuniati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya