SOLOPOS.COM - Pedagang oprokan memenuhi badan jalan di sebelah barat Pasar Sidodadi/Kleco, Kelurahan Karangasem, Laweyan, Solo, Selasa (2/8/2016) pagi. (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Pasar tradisional Solo, ratusan pedagang Pasar Sidodadi memilih berjualan di jalan kampung sekitar pasar.

Solopos.com, SOLO–Sedikitnya 150 pedagang oprokan setiap hari berjualan dengan memenuhi badan jalan yang berada di sebelah barat Pasar Sidodadi, Kelurahan Karangasem, Laweyan, Solo.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Anggota staf Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Solo yang menangani persoalan retribusi dan administrasi di Pasar Sidodadi, Sutaryo, mengatakan ratusan pedagang oprokan tersebut seharusnya berjualan di Pasar Sidodadi lantai II. Pedagang awalnya sepakat akan menempati Pasar Sidodadi setelah dibangun pada 2008 lalu. Namun, lanjut dia, pedagang malah ingkar.

“Sebelum pembangunan pasar, Dinas meminta kesediaan pedagang untuk berjualan di atas [lantai II]. Pedagang saat itu sepakat akan hal itu. Namun, setelah pasar jadi atau saat penataan, pedagang malah enggan dimasukan. Mereka kembali lagi berjualan di jalan,” kata Sutaryo saat ditemui Solopos.com di Pasar Sidodadi, Selasa (2/8/2016).

Sutaryo mengklaim pengelola Pasar Sidodadi kerap kali mengimbau kepada para pedagang untuk meninggalkan badan jalan dan mulai pindah berjualan ke dalam pasar. Namun, lanjut dia, jarang sekali ada pedagang yang mengikuti arahan pengelola tersebut. Sutaryo membeberkan pedagang lebih memilih untuk tetap menempati badan jalan di sebalah barat Pasar Sidodadi.

“Sejak pasar selesai dibangun pada 2008 kami kerap mencoba mendorong pedagang untuk bisa masuk pasar, namun kenyataannya belum berhasil. Kata pedagang, mereka enggan pindah ke dalam pasar karena takut barang dagangan jadi tidak laku,” ujar Sutaryo

Selain itu, Sutaryo menilai, sulitnya pengelola memindah pedagang ke dalam pasar karena adanya izin dari warga sekitar. Dia memprediksi, warga di tepi jalan di barat Pasar Sidodi memperbolehkan pedagang untuk berjualan. Namun, menurut Sutaryo, keberadaan pedagang di badan jalan tetap melanggar aturan. Keberadaan pedagang di jalan berpotensi mengganggu pengendara maupun aktivitas masyarakat lainnya.

“Syukur di sini hanya pasar krempyeng. Maksudnya, pedagang oprokan di jalan setiap hari akan membubarkan diri setelah masuk pukul 10.00 WIB. Mereka tidak terus-terusan menutupi jalan. Meski demikian, alangkah baiknya memang pedagang masuk ke pasar. Setelah masuk, pedagang dibagi jatah losnya. Selama ini belum seperti itu. Diminta ke atas saja tidak mau,” jelas Sutaryo.

Senada, Lurah Pasar Sidodadi, Darsono, menyebut sedikitnya ada 150 pedagang oprokan memenuhi jalan di barat Pasar Sidodadi. Dia membenarkan pengelola tetap menarik retribusi kepada pedagang di badan jalan. Alasannya, para pedagang oprokaan masih berada di wilayah jangkauan pengelola Pasar Sidodadi. Disinggung soal upaya penarikan retribusi tersebut bisa membuat pedagang jadi merasa percaya diri hingga tetap berjualan di jalan, Darsono membantah. Menurut dia, penarikan retribusi juga sebagai upaya pendataan sekaligus pencegahan agar tidak semakin banyak pedagang yang berjualan di jalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya