SOLOPOS.COM - PAWANG KERBAU-Alm Gunadi, alias Babe saat merawat kerbau-kerbau bule Keraton di kandangnya Alun-Alun Kidul Keraton. Foto diambil bebepara waktu lalu. (Aries Susanto/JIBI/SOLOPOS)


PAWANG KERBAU-Alm Gunadi, alias Babe saat merawat kerbau-kerbau bule Keraton di kandangnya Alun-Alun Kidul Keraton. Foto diambil bebepara waktu lalu. (Aries Susanto/JIBI/SOLOPOS)

Siang itu, ketika insiden penghadangan PB XIII Hangabehi dan patihnya KGPH-PA Tedjowulan pecah di Kori Kamandungan, Kamis (24/5/2012), Utomo Gunadi melangkah penuh gontai. Wajahnya murung. Rambutnya lusuh. Suaranya juga lirih.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dari dalam tenggorokannya, sang pawang kerbau-kerbau bule Keraton Kasunanan Surakarta itu lantas bertanya kepada Solopos.com penuh gusar, “Ini Keraton bakal ada apalagi to?” tanya Babe (sapaan akrab Gunadi) di alun-alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta.

Sebagai seorang abdi dalem Keraton, kesedihan Babe adalah ungkapan kejujuran. Ia mengabdi sebagai perawat kerbau bule hanya menerima gaji Rp50.000/ bulan. Selebihnya, Babe harus bekerja keras bersama istrinya sebagai penjual makanan warung hik di Alun-Alun Kidul.

Dan ketika malam Satu Sura menjelang, Babe adalah orang yang paling sibuk mempersiapkan kondisi kesehatan kerbau-kerbau keramat Keraton itu. Babe melakukan itu semua demi sebuah pengabdian. Ia percaya bahwa kerbau-kerbau yang ia rawat selama ini mampu berkomunikasi dengannya meski melalui bahasan isyarat. “Semoga saja, Keraton lekas kembali rukun,” harapnya dengan mata menerawang.

Dari kejauhan, mendadak istri Babe, Yanti datang dan bertanya dengan suara kencang. “Dari mana to, Pak? Katanya, dipanggil polisi ya?” tanyanya. Babe lantas mengambil tempat duduk senyaman mungkin. Ia pun diam sebentar. Lalu, mulailah ia bercerita soal pemanggilan polisi kepadanya siang itu.

“Iya…tadi, saya dipanggil polisi,” ujarnya sambil menarik napas panjang.Babeh rupanya diminta aparat polisi untuk memberi kesaksian atas serangkain bom di Kota Solo. Salah satunya ialah bom yang pernah ditanam para pelaku di kandang Kebo Kiai Slamet.

“Padahal saya nggak ngerti sama sekali  adanya bom di kandang. Kalau bom itu meledak, saya dan kerbau-kerbau pasti mati semua,” jelas Babe.

Babe mengaku pasrah atas sejumput nyawanya itu. Namun, ia percaya bahwa setiap kebaikan para pengunjung kerbau Keturunan Kiai Slamet akan melahirkan energi positif. Energi itulah yang menurut Babe mampu menolak segala niat jahat seseorang. “Banyak orang beramal dan memberi makan Kebo Bule. Mereka mengaku ikhlas,” terangnya.

Meski demikian, sejak pemanggilannya oleh aparat polisi itu, Babe tetap tak mampu menyembunyikan kekhawatirannya. Bukan saja soal kesaksiannya di depan Densus 88 tentang keberadaan bom di kandang kerbau Bule. Namun, juga soal nasib kerbau-kerbau Kiai Slamet nantinya jika ia tinggal ke Jakarta untuk keperluan pemeriksaan di Mabes Polri. ‘“Padahal, kalau nggak ada saya, Djoko dan Bodong (nama kerbau-red) berkelahi terus,” katanya.

Ibarat saudara, Babe dan kerbau-kerbau bule keturunan Kiai Slamet memang seperti saudara sekandung. Ia tak hanya merawat, namun juga tinggal dalam satu atap kandang bersama kerbau. Saking dekatnya hubungan batin mereka itu, Babe pun paham betul apa yang dirasakan kerbau-kerbau bule itu.

Kini, Babe telah pergi dengan cara yang tragis. Ia tak mewariskan apa-apa. Ia hanya mewariskan sebuah pesan pengabdian tulus tak bertepi sebagai pawang kerbau-kerbau Keraton.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya